Sabtu, 19 Maret 2016

Tentang Aku dan Temanku: Cerita Sebuah Pertemuan



Sudah beberapa kali kami ingin merencanakan bertemu (diluar jadwal pertemuan), namun belum bisa juga. Aku dan temanku, kami berdua teman satu kampus yang ditempatkan di wilayah yang sama selama KPL di Thailand, yaitu di Wilayah Songkhla. Kebetulan hanya kami berdua saja yang berada di wilayah ini. Meskipun masih dalam satu wilayah atau provinsi, sayangnya kami berada di jarak yang cukup jauh. Saya di Hat Yai District, sementara teman saya di Chana District, kami tinggal di kabupaten yang berbeda. Sekitar 50 km jarak antara tempatku dan tempat temanku. Karena sama-sama tidak ada yang mengantar, jadi kami kesulitan untuk bertemu jika hari longgar tiba.


Rabu malam, temanku menelpon, ia berkeinginan berat untuk datang ke Hat Yai. Konon, di Hat Yai ada banyak tempat menarik dan juga banyak wisata belanja yang bisa dikunjungi. Ia ingin pergi bersama saya ke tempat-tempat tersebut. Dalam pembicaraan kami lewat telpon, menyakinkan sekali jika kami besuk bisa bertemu. Ia mau bilang Baboo-nya untuk mengantar ke stasiun, lalu dari stasiun berencana akan saya jemput disana, lalu bersama-sama kami jalan kaki ke tempat-tempat di Hat Yai yang berada di sekitar stasiun, lalu, lalu, dan lalu, masih banyak lagi yang kami rencanakan dalam telepon itu untuk esuk hari. Takutnya sudah terlanjur menggebu-gebu untuk merencanakan apa yang akan kami lakukan saat bertemu, tapi malah tidak jadi. “Awas ya sampai tidak jadi datang.” di sela-sela ia berbicara ini itu, saya potong pembicaraanya dengan maksud memastikan kalau ia beneran datang. Iya, ia sudah fix kalau mau datang.


Telpon kami akhiri setelah semuanya sudah jelas apa yang akan kami lakukan esuk hari. Saya minta untuk mengirimkan pesan lewat WA saja untuk memberitahu tentang info selanjutnya, seperti berangkat jam berapa, sudah sampai dimana, dll. Sudah tidak sabar menunggu hari esuk karena kami akan bertemu.


Kesokan harinya,


Hari ini saya memutuskan untuk tidak ke sekolah karena akan menjemput teman saya di stasiun, lalu dilanjut dengan jalan ke tempat-tempat terdekat. Hampir pukul sembilan teman saya belum memberikan kabar terkait dengan berangkatnya.


Sekitar pukul 10, ada suatu kabar yang tidak mengenakkan dari seorang guru di sekolah, ia tidak hadir ke sekolah hari ini, beliau menghadiri seminar di Pinang, Malaysia bersama para guru lainnya. Apa hubungannya? uang saya, kecuali uang makan, saya titipkan kepada beliau agar disimpannya dalam ATM, biar aman. Saya hanya pegang uang secukupnya saja, cukup buat makan dan membeli keperluan sehari-hari, jika perlu sewaktu-waktu saya tinggal bilang berapa, maka beliau akan mengambilkan dan memberikan uang yang saya butuhkan tersebut. Saya belum beruntung karena dihari itu uang saya hanya cukup buat beli nasi untuk makan siang dan malam saja, kalau mau tambah beli yang lain sudah tidak cukup. Selain memang saya ingin minta uang lagi karena uang makan sebelumnya sudah habis, juga karena ingin menjemput teman saya, jadi perlu ongkos angkot sampai di stasiun, belum lagi kalau mau pergi ke tempat-tempat belanja, kan perlu uang lebih. Sementara beliau tidak datang ke sekolah, saya tidak bisa meminta uang saat itu juga. Sudah ada tanda-tanda jika kami akan tidak bisa bertemu dalam kesempatan ini.


Saya sudah khawatir jika teman saya kecewa. Ternyata saya, bukan teman saya yang akan membatalkan pertemuan yang sudah dengan matang kami berdua rencanakan pada malam sebelumnya. Saya termakan dengan omongan saya sendiri?, pasti kalau ia tahu bakal kecewa. Hmmm, mengecewakan seseorang itu rasanya tidak nyaman, apalagi yang merasa kecewa. Jalan satu-satunya memang harus ngomong saja dengan jujur. Kalaupun ia akan marah, mungkin di lain waktu akan mengerti juga.  

Bismillah, saya kirim pesan kepada teman saya yang isinya pernyataan ma’af dan alasan yang sedikit panjang tentang ketidakbisaan saya untuk pergi di hari ini. Beberapa menit kemudian ia membalas … Legaaa, karena diantara kami saling tidak bisa, ia tidak ada yang mengantarnya ke stasiun. 


Rencana teman saya untuk kemari ini memang mendadak, baru memberi tahu saya waktu itu juga, Karena rencana dadakan ini gagal, jadi rencana awal dipakai kembali.Berarti deal  kami hari ini sudah tidak bisa bertemu. Namun, kejadian tak terduga datang sehingga membuat kami bisa bertemu. Ini nih ceritanya,


Siang itu saya memutuskan untuk cari makan makan siang. Karena tidak sekolah, saya malu lewat jalan depan sekolah, jadi saya lewat jalan yang satunya. Dari arah yang berlawanan ada Mr. Ahmad. Seketika melihat saya, beliau memanggilku, akupun menenanggapinya. Saya bilang jika saya tidak sekolah dan ini mau pergi membeli makan siang. 


Eka, let’s go to Chana now to pick up my son in Tasdikiah school! Awalnya saya menghiraukan ajakannya, saya pikir tidak serius karena tidak biasa mengajak saya. Setelah saya perjelas kembali, ternyata beliau beneran ajak saya. Sayapun pergi berdua dengan beliau. Ya, ini kali pertama saya jalan dengan Ustadz. Karena tidak ada persiapan kalau mau pergi, benar-benar dadakan, jadi saya tidak dandan dan tidak bawa apa-apa, namun kirannya sudah pantaslah busana yang saya kenakan ini, rok hitam, baju kaos, dan jilbab besar. 

Tidak bawa apa-apa? … hanya bawa uang yang cukup buat beli makan siang di kedai dekat sekolah. Awalnya kan hanya mau pergi sebentar membeli makan siang, HP juga tidak saya bawa.


Dari Hat yai ke Chana di tempuh sekitar satu jam dengan kecepatan sedang. Selama di perjalanan, Ustadz sempat bertanya tentang tempat tinggal teman saya yang ada di Chana. Sebelumnya, saya pernah bercerita kepada beliau kalau ada teman saya yang disana, jadi beliau tahu. Sayangnya beliau belum kenal dengan nama sekolah teman saya. Pengen sekali sebenarnya ingin memberitahunya kalau saat itu sedang pergi ke wilayah Chana, siapa tahu dekat. Karena tidak membawa HP, jadi saya tidak bisa menghubunginya.


Sampai di Chana, tiba-tiba Ustadz menunjuk jalan belok kanan yang mana jalan tersebut jalan ke sekolah teman saya, Darunwittaya School. Mungkin Ustadz tahu dari papan nama yang ada di pinggir jalan kalau belokan itu arah ke sekolah teman saya, mungkin saja begitu. Saya tidak paham tulisan dipinggir jalan tersebut karen ditulis dengan Huruf Thai. Saya masih ingat betul kalau waktu acara monitoring disana kemarin, lewat jalan ini. Saya senyum girang meskipun hanya ditunjukkan jalannya saja…*entah kenapa, seneng aja, he he.

Untuk sekolah Tasdikiah, Chana masih harus berjalan cukup jauh lagi. Setelah perjalanan beberapa menit kemudian sampailah kami disana. Sepanjang perjalanan sempat saya berpikir tentang sekolah ini, rupanya tidak asing lagi di telinga saya. Apa saya punya teman yang KPL disini, tapi saya tidak ingat siapa. Lagi-lagi aku merasa sangat familiar dengan nama sekolah ini. Namun, belum tahu juga apa yang membuat nama sekolah Tasdikiah tidak asing di benakku.


Tepat sekali, ketika kami sampai di depan asrama sekolah, anak laki-laki Ustadz kebetulan berada di luar. Langsung saja, beliau meminta anaknya untuk segera bersiap-siap. Berbeda dengan anak cewek yang butuh waktu lama jika akan bepergian, kalau anak cowok cepat kilat persiapannya. Tidak berselang lama ia keluar. Ternyata juga ada beberapa dari teman-temannya yang ikut, naik sampai terminal bus. Mereka duduk di bak mobil belakang, sementara saya tetap di depan.

Sebelum naik ke mobil, sempat saya meminta Ustadz untuk menanyakan mahasiswa Indo apa ada yang mengajar di sekolah ini kepada anaknya untuk menjawab rasa penasaran sara. Katanya ada, tapi ia sudah pulang beberapa waktu yang lalu. Benar saja, aku sekarang ingat. Sekolah ini tempat mengajar teman saya dari UIKA Bogor, Teteh.Fuzna. Ketika pertemuan hari guru di Songkhla, sempat saya bertemu dangannya, lalu saling bercerita tentang sekolah kami. Akhirnya aku mengingatnya. “Teh. fuzna, aku baru saja dari sekolah teteh nih.” Sampai rumah langsung saya kirimkan pesan ini, bahwa aku baru dari sekolahnya.


Perjalanan pulang, tetiba Ustadz menawari untuk mampir di tempat teman saya, Darunwittaya School. Ah, mau mampir beneran ini. Serasa aku deg deg-an, teman saya pasti akan heran sekaligus senang aku bisa datang ke sekolahnya. Padahal, sebelumnya sudah sepakat kalau diantara kami pada hari itu sama-sama tidak bisa ketemu. Belum lagi, saya tidak bisa menghubunginya kalau saya mau datang. Pasti bakalan surprise dech, he he


Perjalanan dari sekolah Tasdikiah ke sekolah Darunwitaya tidak terlalu jauh. Tinggal berjalan lurus saja, lalu masuk gang ke sekolah, sudah sampai. Hmm, ini yang kedua kalinya saya menginjakkan kaki di sekolah temanku. 


Karena libur, sekolah juga sepi, tidak ada murid-murid di sekolah. Kebetulan, ada beberapa guru yang sedang duduk melingkar di gazebo sekolah. Saya diminta Ustadz untuk turun dari mobil dan bertanya kepada mereka. “Assalamu’alaikum…ni peean Kak. Ulfa kha, Kak. Ulfa mi mai?” (Assalamu’alaikum, saya teman kak. Ulfa, apa Kak. Ulfa-nya ada?). Saya mencoba bertanya kepada mereka menggunakan Bahasa. Thai. Mereka langsung paham jika saya telah bertanya tentang keberadaan teman saya, Mbk. Ulfa. Salah seorang meminta seseorang lainnya untuk memberitahunya kalau ada teman datang. 


Beberapa menit tidak muncul juga, akhirnya saya diminta untuk masuk ke asramanya. Baru jalan beberapa langkah, ia keluar juga. Ia terheran-heran, kok aku bisa sampai disini. Lalu, saya ceritakan kepadannya bagaimana saya bisa sampai disini. “Jadi ndak pergi ke Hatyai?” Karena memang ia sangat ingin sekali pergi ke tempat saya, tidak perlu pikir panjang, ia-pun mengiyakan. 

Tentu saja sebelum pergi, ia pamit terlebih dahulu dengan keluarganya. Saya diajak untuk menemui Umi-nya dan berpamitan, beliau mengijinkan. Saya juga bilang kalau teman yang ajak ia pergi. Mbk. ulfa diminta pulang oleh Umi-nya Hari Sabtu. Berarti menginap dua hari dua malam di asrama saya. Oke-lah


Karena memang mendadak, jadi masih ribet dulu sebelum berangkat, masih menyiapkan barang bawaan, menyimpan barang-barangnya, ganti baju, belum juga Sholat ‘Asar, masih harus nge-print nilai juga, karena nilai harus diserahkan besuk. Tidak enak juga dengan Ustadz kalau harus menunggu terlalu lama dan beliau sudah menunggu hampir satu jam, ia belum selesai. Saya memintanya untuk cepat sedikit. Setelah semua persiapan sudah beres, saya diajak menemui Umi-nya lagi untuk pamit sebelum berangkat. Setelah pamit, kami naik mobil dan melanjutkan perjalanan ke Hatyai. 


Sekitar pukul 16. 30 sampai juga di asrama sekolah. Saya juga ngomong dengan guru yang ada di asrama jika ada seorang teman yang menginap disini selama dua hari dua malam. Alhamdulillah dengan senang hati, beliau mengijinkan. Senang sekali, akhirnya kami bisa bertemu.


Sekitar pukul 18. 00, saya mengajak teman saya membeli makan malam di kedai terdekat. Kami memilih nasi goreng (khao pat) untuk makan malam kali ini. Tidak jadi dibungkus, kami langsung memakannya di tempat.


Malam harinya, kami merencakan sesuatu. Rencananya esuk hari (Hari Jum’at), kami akan pergi bersama ke salah satu tempat menarik di Hatyai, yaitu area pasar yang sangat luas yang menjadi tempat favorit para pendatang berburu oleh-oleh di Thailand, selain di Bangkok, yaitu Gim Yong. Kami belum tahu betul akan area tempat tersebut, namun kami sama-sama semangat untuk mencoba menjajaki tempat tersebut. (Ceritan yang ini akan saya tuliskan di catatan berikutnya). See you my next story ^__^



Cerita Hari Kamis, 17.03.2016 ketika aku dan temanku akhirnya bertemu yang semula kami sama-sama tidak bisa. Ada orang baik hati yang tetiba mengajakku untuk pergi ke sekolah teman, lalu sekalian saya mengajaknya. 


Aku dan temanku saat di kedai dekat sekolah untuk makan malam.

1 komentar:

  1. bgitulah mbak, kadang kita sdh pasrah tp mendadak malah dapet surprise..takdir-Nya semata

    BalasHapus

UJIAN KESABARAN: RESEP SEMBUH PENDERITA HIPERTIROID

Oleh: Eka Sutarmi Periksa rutin ke dokter saya lakoni sejak saya mengetahui penyakit tiroid yang menyerang organ tubuh saya. Tepatnya 6 Ju...