Sabtu, 08 Oktober 2016

Mengudap Kapurung, Hidangan Spesial dari Teman Palopo



Ini masih ide cerita dari beberapa hari yang lalu yang tertunda untuk saya tuliskan. Kelanjutan cerita yang saya posting kemarin, namun intinya berbeda. Saya akan menceritakan hidangan dua teman saya yang kebetulan pada malam Jum’at kemarin mendapat tugas memasak untuk dimakan bersama-sama (Cerita terkait: Ada yangBerbeda). Mereka berdua dari Palopo-Sulawesi Selatan dan mencoba untuk menghidangkan kudapan khas dari daerahnya tersebut.

Ketika menjelang makan bersama, banyak teman-teman yang penasaran dengan masakan yang akan dihidangkan. Memang sebelumnya kedua teman saya sudah bilang kalau mau menyajikan makanan khasnya, yang bernama Kapurung. 

Begini nih penampakan menunya:

 Semangkuk Kapurung dan Segelas Sup Buah  
Saya ambil sedikit dulu, takutnya tidak habis. Kan lidah jawa biasanya sulit untuk menyesuaikan makanan-makanan yang baru begini. Sambil makan bersama ada yang bertanya seputar makanan ini dan kedua teman saya yang memasak itu juga berbagi bercerita. 

Unik memang makanan ini. Orang Palopo biasanya menyebutnya Soto Makasar. Memang dilihat sekilas, cara menyajikannya seperti soto, ada kuah segarnya, dikasih bruk-bruk, dan ada nasi khas Palopo. Pengganti nasi malam itu, adalah bubur kanji. Sebenarnya untuk membuat Kapurung pakai bubur Sagu, karena bahan itu tidak tersedia disini sebagai alternatifnya mereka menggunakan tepung kanji. 

Tekstur buburnya tidak terlalu lembek tidak terlalu keras, jadi kenyal dan dibuat mirip bola-bola. Kuahnya segar karena pakai kaldu ayam, terasa sedikit masam dari perasan jeruk nipis dan rasanya pedas. Kalau soto yang biasa kita makan ada irisan kubis, seledri, dll, namun untuk Kapurung ini sayuranya direbus. Ada beraneka macam sayuran, ada bayam, jagung, kacang panjang, dll. Ada irisan ayamnya dan taburan kacang goreng di dalamnya.

Menurut cerita teman saya, orang di Palopo makan kudapan ini dalam semangkuk besar. Salah seorang teman saya kemarin juga mengambil di mangkuk porsi besar. Sudah biasa. Bola-bola kanjinya tidak perlu dikunyah langsung ditelan saja. Ini yang cukup membikin lucu, karena banyak dari kami yang tidak berhasil mencobanya. Takut kalau tersedak. Meskipun  licin tetap dikunyah terlebih dahulu. Makanan ini konon katanya juga bisa membuat tidak gampang haus dan kenyangnya bisa bertahan lama.

Makan sedikit saja perut saya memang sudah terasa kenyang, jadi masih ada beberapa bola-bola kanji yang tersisa. Belum ditambah satu gelas sup buah sebagai hidangan penutupnya. 

Terima kasih Mr. Arthur dan Mss. Elisa atas hidangan spesialnya.

Jumat, 07 Oktober 2016

Terimakasih Buku dan Blog



Feeling saya di Minggu sebelumnya ternyata benar kan? Tinggal bersiap menunggu giliran. Sebelumnya simak ceritaku yang ini. Agenda setiap Malam Jum’at itu memang mengharuskan untuk setiap yang ada di tempat kursus, baik tutor atau member mendapat giliran menjadi pengisi acara. Malam Jum’at (06 Oktober 2016) saatnya saya mendapat giliran. Pada malam sebelumnya saya dipilih bersama beberapa teman saya yang mengisi acara di malam itu.

Dua orang mendapat tugas memasak untuk dimakan bersama, dua orang yang bertugas membersihkan peralatan makan sehabis acara, satu orang jadi entertainer, dan dua orang lainnya menjadi motivator (lebih tepatnya berbagi pengalaman atau sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain). Berati kami punya waktu satu minggu untuk persiapan.

Tidak tahu saya harus bicara apa nantinya. Apa yang ingin saya sampaikan belum tergambar dalam benak. Berawal dari kebingungan itu akhirnya saya berusaha untuk mempersiapkan, agar waktu tampil tidak demam panggung. Cara yang saya lakukan tidak lain adalah dengan membaca blog-blog inspiratif dan membaca buku. Mungkin kalau teman-teman yang sudah sering bicara, menanggapinya sesuatu yang gampang.

Sebuah topik yang menarik perhatian saya  kutemukan dari blog milik seseorang secara tidak sengaja. Blog dengan visinya “Beriman Sempurna, Berilmu Luas, dan Beramal sejati” ini cukup menarik dan membuat saya ingin membacanya lebih mendalam dan memahami maksudnya. Setelah saya temukan, kemudian saya mencari topik itu kembali lewat HP. Saya ingin menyimpannya di HP agar sewaktu-waktu bisa saya baca. Karena saya tidak tahu menyimpan dengan “save page as” lewat HP, jadi saya biasanya menggunakan screenshot. Yang penting tulisanya jelas kan beres. 

Masih sangat jelas dalam ingatan saya bahwa saya pernah membaca buku yang berkaitan dengan topik ini. Saya sangat ingat, tapi buku yang mana saya lupa. Saya lalu mencoba membaca catatan resensi sederhana saya, siapa tahu bisa saya temukan. Satu per satu saya buka, saya baca lagi. Yeeaahhh…telah kutemukan buku yang saya maksud. Ingatan saya tidak salah lagi. 

Masalahnya tinggal beberapa hari lagi dan bukunya saya tinggal di rumah. Bagaimana saya bisa pulang, sementara saya punya jadwal mengajar. Akhirnya saya SMS adik saya. Saya memintanya pulang kampung. Dan kebetulan hari itu memang ia ingin pulang, katanya mau ziarah haji ke gurunya waktu di Pondok. Saya mengirim SMS kepada adik saya tentang barang-barang yang saya perlukan, terutama buku. Kalau sudah balik lagi, saya akan mengambilnya.

Pada Malam Selasa kemarin, saya menuju ke tempat kos adik saya di Tulungagung. Saya memberanikan diri untuk berangkat malam hari, karena sekitar jam setengah tujuh kegiatan saya baru selesai. Saya mengirim SMS ke adik saya kalau saya meluncur kesana. Selepas Sholat ‘Isya baru beangkat. Kurang lebih dua jam perjalanan yang saya tempuh. Biasanya 1,5 jam sudah sampai, karena perjalanan malam jadi ya harus pelan asal selamat. 

Sampai di Tulungagung saya cukup kesal. Kamar adik saya di kunci. Saya buka HP saya. Waladalah adik saya tidak di kos, katanya lagi di Trenggalek. Malam-malam begini ngapain kesana? Lalu saya telphon. Oh ternyata ia bersama seorang temannya menghadiri acara Sholawat Habib Syech di alun-alun Trenggalek. Esuk paginya, sekitar pukul lima saya harus balik lagi karena ada jam mengajar pagi. Saya tidak yakin kalau adik saya berani pulang tengah malam itu, paling tidak sholawat berakhir pada jam 11 malam. Tapi kalau tidak pulang mau menginap dimana? Tapi saya yakin mereka pulang. 

Saya menuju kamar teman adik saya dan beristirahat disana. Ada SMS masuk dari adik saya kalau ia bersama temannya sudah perjalanan pulang. Sebenarnya pengen menunggu hingga ia datang, namun mata saya sudah tidak kuat. Akhirnya saya tidur di kamar teman adik saya dan tidak tahu mereka sampai di kos jam berapa. 

Pukul tiga, saya pindah ke kamar adik saya. Ia masih tidur pulas. Saya mencoba bertanya tentang barang-barang yang saya minta bawakan, ada buku, baju, jllbab, dll. Dengan menanggapi lirih, ia menunjukkan letak barangnya itu. Sayapun mengambilnya. Yey, ini yang barang yang saya tunggu-tunggu. Sebuah buku untuk persiapan hari Kamis. Saya mencoba membaca sekilas buku itu. Saya cari halaman yang saya maksud. Saya tidak tidur lagi, karena saya harus berangkat pagi. Ada jam mengajar di pagi hari. Pukul lima saya berangkat dengan bahan bicara yang sudah di tangan tinggal mengeksekusinya.

Memang sebenarnya apa topik yang saya bicarakan? Dalam blog milik seseorang itu saya temukan ceritanya berjudul “memaksimalkan nikmat”. Saya tertarik untuk membacanya karena apa yang diceritakan kasusnya memang sangat persis apa yang sering saya alami dan mungkin oleh kebanyakan teman-teman. 

Terkadang hal-hal yang biasa itu malah yang sangat luar biasa dan berharga dan kita tidak selalu menyadarinya akan nikmat itu. Beliau mencontohkan tentang kesehatan (Sesuatu itu akan menjadi mahal ketika ia dibutuhkan). Saat sehat dan bisa menjalankan aktivitas keseharian, terkadang saya memang sering tidak menyadari kalau itu adalah sebuah nikmat yang sangat luar biasa. Malah apa  yang bisa saya jalani sehari-hari itu bukan hal yang luar biasa, tetapi biasa saja bahkan sangat biasa. 

Baru kalau pas ada sesuatu yang spesial, yang tidak pernah saya dapatkan sebelumnya itu namanya luar biasa. Dan ternyata saya telah melakukan kesalahan besar dalam hal ini. Yang sering kita anggap biasa (salah satunya adalah nikmat diberikan kesehatan) itulah yang spesial. Karena apapun yang telah kita anggap luar biasa, kalau tidak diimbangi dengan kesehatan?? Begitulah…

Saya masih sangat ingat bahwa saya pernah membaca buku yang juga membahas tentang hal ini,  akan sangat pas jika saya dijadikan kutipan untuk cerita dari blog yang akan saya sampaikan itu. Tidak salah lagi, saya memang pernah membacanya dan masih terngiang dalam memori saya akan pesan dari tulisan itu. Namun, saya masih bingung bagaimana merangkai dalam sebuah kata-kata waktu bicara nanti. Karena buku sudah ditangan dan sangat pas dengan topik itu, akhirnya saya berusaha untuk memahaminya. Saya sengaja mengutip satu paragraph dari tulisan yang ada di buku tersebut. Itulah kata-kata yang saya maksudkan. Karena tinggal merangkai kata-kata yang tepat saja, sedangkan intinya sudah saya dapatkan menjadi tidak sulit untuk saya hafalkan.

“Rasa syukur itu tidak perlu menunggu datangnya momentum yang menjadikan kita secara natural harus bersyukur, tetapi kita sendiri yang menciptakan momentum itu. Membangun momentum itu harus dilakukan dengan memandang segala hal yang kita terima, sampai pada hal yang paling kecil sekalipun sebagai anugerah dan nikmat luar biasa yang dianugerahkan oleh Allah SWT.” Itulah ungkapan yang sangat inspiratif, saya kutip dari buku menipu setan yang ditulis oleh Bapak Ngainun Naim. 

Cukup deg-degan saja ketika sudah detik-detik acara dimulai. Kelihatanya saya tenang, namun dibaliknya saya telah berusaha keras untuk mengingat kata-kata kunci yang akan saya sampaikan. Semoga saja tidak demam panggung, karena ini yang pertama kalinya saya berbicara di depan mereka. Tentu berbeda sikonnya dengan pada saat mengajar.

Setelah mic saya pegang, rasa deg-degan saya hilang begitu saja. Saya sangat menikmati apa yang saya sampaikan malam itu. Sepertinya para teman-teman juga cukup antusias untuk merenungkannya. Dalam kesempatan ini, tentu saya lakukan tidak semata-mata untuk menggugurkan tugas saja, tetapi juga bisa saya jadikan koreksi diri dan berkomitmen untuk menjalankan apa yang telah saya pelajari itu. Begitu juga harapan saya untuk teman-teman. 

Sebagai penutup tulisan saya kali ini, saya sungguh berterimakasih pada buku dan blog. Inspirasinya telah menyelamatkanku.

Pare, 07-08 September 2016

Senin, 03 Oktober 2016

Berwisata Odong-Odong



Odong-odong pada umumnya untuk permainan anak kecil. Bentuknya mirip becak dengan berisikan beberapa tempat duduk bergoyang di dalamnya. Tempat duduknya beraneka rupa, ada yang berupa binatang, kendaraan, dll. Anak-anak sangat suka naik permainan ini, karena selain bisa menikmati kereta goyang juga karena lagu anak yang melantun merdu mengiringinya ketika berada diatas odong-odong. Belum lagi kalau naiknya pas malam hari, lampu hias menyala warni-warni semakin membuat mereka betah naiknya.

Lalu, bagaimana dengan odong-odong yang satu ini? Awalnya ketika teman-teman mengajak jalan pada Hari Sabtu kemarin menggunakan odong-odong, masih aneh dan lucu saja. Hhaaa, rame-rame naik odong-odong? Pertanyaan yang saya lontarkan kepada teman-teman rupanya membuat mereka tertawa. Memang saya belum tahu kalau sebenarnya odong-odong di Kampung Inggris sangat familiar dan biasa dipesan anak kursusan untuk jalan ramai-ramai ke tempat wisata terdekat, khususnya pada saat hari libur yaitu Hari Sabtu atau Minggu. 

 Odong-odong di Pare ini lebih mirip kereta-keretaan, ditarik olek sepeda motor. Ukurannya cukup panjang, karena terdiri dari beberapa gerbong. Kalau di kota saya transportasi sejenis ini juga bisanya yang naik anak-anak kecil dan beberapa ibu-ibu yang mendampinginya. Mereka akan berputar-putar mengelilingi kampung dengan kereta ini. Hadeeuhh, benar-benar MKB pokoknya, alias masa kecil kurang bahagia. Tapi seru kok, selain seru karena suaranya yang memenuhi telinga saat berjalan, juga seru karena jadi tahu sensasi naik odong-odong.

Tepatnya pada Hari Sabtu (1 Oktober 2016) bersama teman-teman di lembaga kursus naik odong-odong untuk menuju tempat wisata lokal terdekat. Biasanya kalau hanya beberapa orang saja, tempat tersebut bisa dijangkau dengan ngonthel. Karena yang ikut cukup banyak dan banyak dari kami yang tidak memakai jasa onthel, jadi odong-odong adalah opsi terbaiknya. Sekitar 20 orang yang ikut kesana. Dengan membayar 10. 000 rupiah kita dimanjakan dengan sensasi perjalanan naik odong-odong ala kampung Inggris menuju ke beberapa tempat wisata lokal yang kami tuju. Pukul 09. 00 kami berangkat.

Menuju ke tempat tujuan, kami menyusuri perjalanan desa. Sepanjang perjalanan dari Kampung Inggris, kami disambut dengan pemandangan khas desa. Kami melewati hamparan perkebunan tebu, persawahan, serta kawasan rumah penduduk yang masih sangat asri. Di desa-desa yang kami lewati, banyak juga para petani Bawang merah. Bawang merah yang tengah dipanen terlihat sedang dijemur. Saya lihat juga para warga yang berkumpul untuk mengemas Bawang merah yang sudah kering. Bau yang berasal dari Bawang merah itu juga mengiringi perjalanan kami.

Mungkin kalau naik sepeda motor jarak tempuhnya lumayan dekat, namun karena ditarik dengan odong-odong menjadi terasa lama. Bekisar 1 jam kami baru sampai di tempat. Destinasi pertama yang kami tuju adalah Candi Tegowangi yang terletak di Desa Tegowangi, Kec. Plemahan-Kediri. Area candi ini berada di tengah-tengah pemukiman penduduk. Sampai disana terlihat sudah ada beberapa mobil elf yang parkir dan juga odong-odong. Suasana tampak ramai pagi itu. Memang candinya tidak semegah candi Borobudur. Meskipun candinya kecil, yang namanya bangunan bersejarah pasti tetap punya cerita tersendiri. Kalau bersedia untuk mencari tahunya, tentunya akan menambah wawasan tentang situs peninggalan budaya bersejarah ini. Karena tidak sempat membaca papan informasi yang ada disana, maka informasi lebih jauh tentang Candi Tegowangi bisa dibaca disini.

Kami tidak dipungut biaya untuk masuk ke Candi. Hanya sebelum masuk, perwakilan rombongan diminta untuk mengisi buku tamu. Disana kami bisa mengabadikan foto dengan memilih spot-spot yang bagus. Karena sudah lumayan panas, saya tidak banyak ambil gambar disana. Saya bersama beberapa teman memilih berteduh dibawah pepohohan. Area taman disekitar candi cukup untuk mengobati hawa panas disana. Di sekitar candi, tepatnya di area perkebunan ada juga tempat penghasil madu lebah. Beberapa kotak kayu yang dicat warna-warni dibariskan rapi di tempat tersebut. Jadi, kalau ingin oleh-oleh madu herbal, yang masih asli bisa di dapat di sini. 

Setelah puas berkeliling candi, kami menuju destinasi selanjutnya, yaitu ke Desa Surowono. Di desa tersebut konon ada beberapa tempat yang menarik dikunjungi, diantaranya Candi Surowono, Gua Surowono, dan kolam renang Surowono. Jaraknya lumayan jauh dari desa Plemahan. 

Karena bentuknya Candi Surowono hampir mirip dengan Candi Tegowangi, kami memutuskan untuk tidak bersinggah. Oleh ke Pak Sopir odong-odong hanya ditunjukkan dari jalan saja, karena kebetulan lokasinya berada tepat di pinggir jalan desa yang kami lewati. Menujulah kami ke Gua Surowono. Masuk ke gua hanya dikenakan ongkos 2000 rupiah. Hanya beberapa teman saja yang masuk. Saya juga tidak masuk. Kata teman yang sudah pernah masuk, tempatnya sempit dan banyak airnya. Bahkan untuk masuk ke lorongnya harus jongkok. Namun banyak juga pengunjung yang mencoba menikmati tempat ini. 

Untuk ke kolam renang kami tidak perlu naik odong-odong, tinggal berjalan beberapa meter saja sudah sampai di tempat. Saya juga tidak ikut seru-seruan disana. Selain saya tidak jago renang, juga tidak persiapan baju ganti kalau mau main air. Karena belum sarapan, disana saya menikmati semangkuk bakso bersama teman-teman. Itu saja, selebihnya melihat teman-teman yang lagi asyik berenang. Cukup lama juga mereka menikmati  renangnya. Setelah masuk waktu Dhuhur, saya mengajak salah seorang teman saya untuk sholat terlebih dahulu. Khawatirnya sampai di rumah waktu Dhuhurnya sudah habis. Sekitar jam satu, mereka sudah mulai berganti pakaian dan bergegas menuju ke tempat odong-odong. 
Finally, kami menikmati perjalanan pulang. Tentunya perjalanan kali ini sangat seru. Begitulah perjalanan kami berwisata odong-odong.


 
Naik odong-odong...Hhaa MKB

Foto Candi Tegowangi, Plemahan-Pare


Foto di Candi Tegowangi


 Foto di Taman Candi Tegowangi


Pare,  03 Oktober 2016

Sabtu, 01 Oktober 2016

Kartu "Daily Expression", Cara Mudah Belajar Ngomong Bahasa Inggris



Berbicara dengan Bahasa Inggris menjadi sebuah keharusan ketika sudah memasuki English Zone. Begitulah aturan yang diterapkan oleh sebagian besar lembaga kursus di Kampung Inggris, Pare-Kediri. Tidak hanya lembaga kursus saja, bahkan hal itu juga berlaku di kos atau camp yang menerapkan aturan English Area. Uniknya lagi ada English Zone yang diterapkan oleh warung makan dan juga pedagang bergerobak. Saya pernah menjumpai salah seorang pedagang keliling dengan tulisan “You can practice English with me.” Bagaimana, keren bukan?

Tak terkecuali, English Area juga diterapkan di lembaga tempat saya mengajar, yaitu Platinum English Clinic yang bertempat di Jalan Brawijaya. Baik member atau tutor ketika sudah memasuki tempat kursus itu harus berbicara dengan Bahasa Inggris. Jika tidak, maka akan mendapat sanksi. 

Daripada harus kena sanksi karena keceplosan berbicara dengan Bahasa Indonesia, maka alangkah baiknya berusaha untuk membiasakan diri menggunakan Bahasa Inggris semampunya. Lalu, bagaimana jika tidak tahu harus ngomong apa?

Setiap member sebenarnya sudah diberikan buku panduan tentang daily ekspression untuk dipelajari. Ketika menghafal ungkapan sehari-sehari yang ada di buku panduan itu terasa sulit, sepertinya cara yang satu ini bisa dicoba, menghafal dengan kartu. Saya targetkan dalam sehari menghafal dua halaman. Jadi ungkapan-ungkapan yang ada di buku panduan tersebut saya pindah ke dalam kartu.

Kartu itu hanya simple saja, terbuat dari kertas karton yang dipotong sekitar ukuran 10 cm x 5 cm. Saya tuliskan daily exspression itu dengan spidol boardmarker. Saya juga menuliskan artinya dalam Bahasa Indonesia di kartu bagian belakang. Dengan kartu-kartu tersebut, bisa menebak baik dari Bahasa Inggris lalu ke Bahasa Indonesia atau sebaliknya. Kita bisa mengacaknya setiap kali digunakan. Karena sangat praktis, kartu tersebut bisa dipakai sewaktu-sewaktu. Lebih sering kartu itu dimainkan, tentu akan lebih mudah mengingatnya. Apalagi kartu itu ditulis dengan tulisan tangan sendiri. 

Karena gaya belajar saya cenderung ke kinestetik (baca: gaya belajarku), sepertinya ini menjadi salah satu cara menghafal saya yang mudah. Saya yakin setiap dari kita punya cara yang berbeda untuk menghafal. Masing-masing dari kita punya cara atau metode tersendiri. Namun, ketika mengajar saya berupaya untuk berbagi cara ini kepada murid-murid saya. Saya tunjukkan tahap pembuatannya dan juga cara memainkanya. Ada beberapa dari mereka yang sudah menerapkanya.

Yuk, temukan cara termudahmu untuk menghafal ungkapan sehari-hari dalam Bahasa Inggris, lalu praktikan dalam keseharianmu!

Sebagian Kartu "Daily Expression"


Pare, 02 Oktober 2016

UJIAN KESABARAN: RESEP SEMBUH PENDERITA HIPERTIROID

Oleh: Eka Sutarmi Periksa rutin ke dokter saya lakoni sejak saya mengetahui penyakit tiroid yang menyerang organ tubuh saya. Tepatnya 6 Ju...