Sabtu, 29 Juli 2017

SIKAP YANG RAMAH



Kita sebagai makhluk sosial, dalam kehidupan sehari-hari sudah pasti berinteraksi dengan orang lain adalah sebuah kebutuhan. Setiap harinya kita tidak lepas dari orang lain, misalnya keluarga, saudara, tetangga, kawan, dll. Mereka semua adalah bagian dari kehidupan kita. Satu hal yang harus kita perhatikan sebagai makhluk sosial yaitu keramahan. 

Ramah dalam KBBI diartikan sebagai, “baik hati dan menarik budi bahasanya; manis tutur kata dan sikapnya; suka bergaul dan menyenangkan dalam pergaulan.” Dari pengertian tersebut jelas bahwa sikap yang ramah penting dalam hubungan sosial. Sikap yang ramah perlu ditanamkan dalam diri baik-baik agar hubungan dengan orang lain bisa terjalin baik pula. Keramahan merupakan sebuah tuntutan ketika kita berinteraksi dengan orang lain.

Bersikap ramah atau supel saya kira banyak sekali manfaatnya. Dengan sikap yang ramah. kita akan punya banyak saudara dan teman, ikatan persaudaraan juga terjalin hangat dan kuat, dengan sesama tumbuh rasa saling menyayangi dan punya empati yang tinggi. Hal tersebut saya kira tidak akan terjadi pada orang yang judes atau kaku dalam pergaulan.

Memberikan senyuman yang tulus ketika bertemu orang lain, memberi sapaan hangat, menjawab pertanyaan dengan sopan, membantu orang lain, menawarkan bantuan kepada orang lain, memberi ucapan terima kasih, mudah memaafkan adalah contoh-contoh sederhana sikap ramah yang perlu kita dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Kalau kita termasuk seseorang yang cuek atau judes, maka sikap yang ramah ini sangat perlu dilatih dan dibiasakan. Sekali lagi, menumbuhkan karakter pribadi yang ramah itu sangat penting.

Persoalan yang bisanya terjadi dan membutuhkan sikap yang ramah adalah perbedaan pendapat atau cara pandang. Pendapat orang lain yang tidak sesuai dengan prinsip kita biasanya akan memicu sikap yang negatif. Disinilah sebenenarnya sikap ramah kita sedang diuji. Mampukah kita mengatasi persoalan tersebut dalam keadaan ramah? Tetap merespon positif dan tetap menghargai perbedaan prinsip tersebut adalah contoh sikap yang ramah yang perlu diterapkan. 

Bentuk sikap ramah yang sederhna namun sulit dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari adalah sikap memaafkan. Kita tahu bahwa manusia itu tempatnya salah, nobody’s perfect, baik itu yang disengaja atau tidak disengaja. Oleh sebab itu kita seharusnya sering untuk meminta maaf dan memaafkan. Seberat apapun persoalannya jika disikapi dengan maaf, saya kira persoalan segera berakhir.

Nabi Muhammad merupakan sosok teladan dalam keramahan. Tanpa membeda-bedakan, Rasulullah selalu bersikap ramah kepada siapapun yang dijumpainya, sekalipun orang itu begitu membencinya. Dengan keramahan dan kemurah hati Rasulullah, seorang yang awalnya terus mencaci, akhirnya jatuh bersimpuh dan mengakui kebaikan-kebaikan ajaran Allah melalui perangai baik Rasulullah SAW.

Dan Allah pun juga tengah memberikan peringatan kepada kita untuk bersikap ramah pada sesama.  Allah SWT berfirman “maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (Q.S Ali Imran, 3: 159)

*Berikut adalah naskah buku antologi dengan tema "mengikat makna Al-Qur'an" bersama Sahabat Pena Nusantara (SPN)

Jumat, 28 Juli 2017

MEMBIASAKAN DIRI MEMBACA YANG TAK MUDAH


"Iqra'! Tidakkah perintah pertama Tuhan ini mampu menggetarkan wahai sang hati? Kitab bertebaran itu perlu kau baca." Tulis teman saya di status WA. Sejenak aku merenungkan apa yang ditulis oleh teman saya tersebut.


Iqra' atau membaca memang menjadi perintah Allah yang pertama kali turun. Betapa pentingnya perintah tersebut bagi kita, khususnya sebagai umat muslim sehingga Allah menjadikannya yang pertama dan utama. 


Pentingnya membaca salah satunya tentu agar kita bisa mendapatkan ilmu. Bukankah ilmu itu sangat penting dalam kehidupan kita? Bahkan tidak hanya dunia saja, namun ilmu juga sangat penting untuk kehidupan akhirat. Modal utama menjemput kebahagiaan dunia dan akhirat adalah dengan ilmu. Itulah mengapa membaca sangat penting untuk diamalkan. Lalu, sudahkah kita mengamalkan dengan sebaik-baiknya perintah mulia itu? 


Sekilas membaca adalah sebuah kegiatan yang sangat sederhana dan gampang. Bagaimana tidak gampang, karena hanya bermodalkan sebuah buku di tangan saja. Sebuah buku juga tidak terlalu berbobot (berat diangkat). Membaca pun tanpa harus dilakukan di tempat yang panas, tapi di tempat yang senyaman mungkin. Dilakukan sambil menikmati secangkir kopi juga oke. Terkesan tidak ada yang memberatkan dari kegiatan membaca ini. Lalu, apa yang membuat diri ini berat untuk membaca? Kesannya membaca yang mudah seperti itu kok aku tidak bisa. 


Anjuran untuk membiasakan diri membaca tak jarang saya dapatkan di berbagai seminar kepenulisan. Para narasumber yang telah menghasilkan banyak karya, mereka biasanya tidak hanya fokus berbagi pengalaman dan inspirasinya dalam menulis. Namun, mereka juga menunjukkan ke audien bahwa membaca tak lain harus dibiasakan. Nasehat membaca juga sering saya temui dalam buku-buku motivasi kepenulisan. Ya, membaca buku sangat penting untuk mengiringi kegiatan menulis. Kegiatan itulah yang masih berusaha saya biasakan.


Namun, sungguh kegiatan membaca bukanlah perkara mudah, khususnya bagi saya pribadi. Jujur, saya belum bisa melaksanakan nasehat mereka untuk membiasakan diri membaca ini dengan baik. Saya sebenarnya sudah membaca, namun membiasakan diri untuk Istiqomah membaca rasanya masih sulit untuk dilakukan. Masih perlu energi ekstra untuk memaksa diri membiasakan membaca. 


Saya sebenarnya juga sering ke toko buku. Membeli pun tak jarang. Kadang karena belum ada uang dan pengen ke toko buku, disana bisa berlama-lama juga. Duduk bersila sambil membaca buku-buku yang dibuka dari kemasannya adalah pilihan terbaik. Kadang memang harus menanggung malu hehe. 


Ya, walaupun menambah koleksi buku sering saya lakukan, tapi saya masih punya PR besar. PR itu tak lain adalah membacanya. Bukan tanpa usaha saya membiasakan diri membaca. Namun, terkadang penyakit menahun yang saya alami menghalangi semangat untuk membiasakan membaca, yaitu penyakit malas. Tapi, saya tidak ingin penyakit ini terus-menerus saya alami. Mencari cara untuk menghilangkan malas dan agar tergugah kembali dalam membaca adalah jalan terbaik. Satu-satunya cara itu sebenarnya ya dengan membaca itu sendiri.


TAK ADA YANG SIA-SIA



Menuangkan air pada gelas yang sudah penuh air, pernahkah mencobanya? Sepertinya sudah sangat jelas apa yang bakal terjadi, tak lain adalah bakalan tumpah. Yang terjadi hanyalah sebuah kesia-siaan semata. Cukup sampai disitu kah kita melihatnya, bahwa gelas tersebut tida bisa dituangi air lagi hanya karena sudah penuh.

Bagaimana kalau dalam gelas tersebut adalah air panas, maka semakin banyak air yang dituangkan air itu menjadi dingin. Jika dalam segelas penuh air tersebut, misalnya air yang telah basi. Dengan masukkan air ke dalamnya, maka minuman yang basi itu akan terdorong keluar dan terganti dengan air yang dimasukkan dan air pun menjadi bersih.

Sama juga dengan botol yang berisi penuh madu, tidak akan berasa madu sebagaimana biasanya jika dimasukkan air basi, karena madu akan tergantikan sedikit demi sedikit dengan air basi yang dimasukkan tersebut.

Saya kira kondisi tersebut terjadi dalam diri kita. Misalnya diri kita ini ibarat gelas yang telah dipenuhi kebaikan. Tentunya kebaikan itu akan semakin pudar dan hilang jika kita tidak bisa mempertahankannya atau terus menerus melakukan kebaikan. Baik tidak selamanya menjadi baik. Meskipun sedikit demi sedikit melakukan keburukan, lama kelamaan kebaikan itu tentu akan terganti dan terhapus dengan kejahatan yang dilakukan.

Tentu akan sama saja jika seseorang telah lama dan selalu berkubang dalam keburukan, belum tentu sampai akhir akan selalu seperti itu. Atau bukan berarti tidak ada peluang baginya untuk menjadi orang baik. Bukan sebuah kesia-siaan jika mencoba untuk melakukan kebaikan. Jangan berpikir bahwa hanya sia-sia saja melakukan kebaikan apapun, sehingga tak punya efek apa-apa meski berusaha melakukan kebaikan.

Saya kira jika terus menerus mencoba dan berusaha melakukan kebaikan, maka keburukan yang sering dilakukan akan terdorong keluar dan tergantikan dengan kebaikan. Mungkin tak serta merta, namun sedikit demi sedikit akan terganti dengan kebaikan. Bukankah Allah Maha Pemurah?. Meski kejahatan setinggi langit, Allah punya ampunan seluas langit. Ya, yang terpenting tak ada alasan untuk berbuat kebaikan. 

Pare, 22/07/2018

SAKIT, SEBUAH PERINGATAN



Tadi pagi jam setengah empat aku bangun. Sengaja aku membangunkan diri karena ada sesuatu yang ingin kukerjakan. Malam harinya aku membuat soal untuk test review. Namun karena mata ini sudah mengantuk, aku tidak bisa menyelesaikannya.

Aku lanjutkan pada dini hari, dan akhirnya selesai. Adzan subuh berkumandang. Aku pun segera bersiap untuk sholat subuh. Setelah sholat aku sengaja tidur lagi karena terasa mata ini masih mengantuk berat akibat aku tidur larut malam. 

Jadwalku mengajar pagi jam 07. 30. Setelah aku terbangun dari tidur pagiku, langsung aku bersiap pergi ke tempat print untuk mencetak soal test review yang akan kubagikan ke siswa pagi itu. Ketika perjalanan pulang aku juga sempat membeli nasi pecel buat sarapan sebelum berangkat. Namun ada yang aneh dengan diriku ketika aku sudah bersiap untuk berangkat. 

Tidak seperti biasanya, ketika pagi hari biasanya aku merasa fresh, namun pagi tadi tidak. Ingin berjalan saja aku merasa lemah. Jantungku terasa berdenyut lebih cepat. Seketika aku merasa lelah dan ingin berbaring. Aku pun tidak jadi berangkat. Aku mengirim pesan salah satu siswa dan kuminta pesan disampaikan ke yang lain. Lalu, aku beristirahat.

Semakin siang, suasana semakin panas. Namun aneh, justru aku merasa kedinginan. Aku tarik selimut temanku untuk menghalangi rasa dingin. Karena dingin, tulang-tulang ku pun terasa nyeri bahkan rasanya sampai ke ulu hati. 

Selepas sholat Dhuhur aku mengajak temanku untuk pergi ke dokter. Selama tinggal di Pare, ini adalah kali pertama aku ke dokter. Ia mempersilahkanku masuk ke ruangannya untuk diperiksa. Pertama, aku di tanya macam-macam keluhanku terlebih dahulu, baru kemudian diperiksa.

"Di bantu dengan suntik ya Mbak, mau? Ga sakit kok cuma di lengan?" Saran Dokter.

"Hmmm kalau sudah disuntik ga minum obat, Dok?" Tanyaku.

"Ya obat tetep, kan obatnya untuk meredakan keluhannya itu." Jelas Si Dokter.
"Obat saja kalau gitu." Pungkas saya.

Dokter lalu memeriksa tekanan darah, suhu tubuh, dan juga memriksa gangguan pada perut dengan stetoskop. Sambil memeriksa Dokter menginterogasi yang pada akhirnya aku mengakui kesalahanku. Dokter memberikan peringatan tentang beberapa hal kepadaku. 

Ternyata asam lambungku sempat naik. Dokter menyarankan untuk makan secara rutin, menghindari minum es dulu, makan gorengan, makan yang masam-masam, dan makanan pedas. Seketika itu aku sadar kalau sebelumnya aku telah melakukan kesalahan itu. Beberapa hari terakhir memang menu masakan yang saya buat ada sambalnya dan memang rasnya benar-benar pedas. Suatu siang aku juga diundang teman untuk "rujakan" bersama. Buah segar dipadu dengan sambal rujak dan dimakan siang hari kan ya nikmatnya luar biasa. 

Ya, itulah menurutku sakit yang kualami tadi kuanggap sebagai peringatan. Setelah minum obat sesuai anjuran Dokter, saya gunakan untuk tidur berselimut agar bisa berkeringat. Bangun tidur, badanku terasa fit kembali dan aku bisa melakukan aktifitasku lagi. 

Pare, 21/07/2017

SIMBOK, AYAM, DAN PENANDA WAKTU



Simbok, begitulah aku memanggil nenekku. Ia sangat suka berkebun dan memelihara hewan ternak (kambing) serta unggas (ayam). Setelah beranak-pinak, kambing-kambing itu biasanya dijual ketika mendekati hari raya kurban. Sesekali juga dimanfaatkan sendiri untuk berkurban, juga disembelih untuk dimasak. 

Begitu juga degan para ayam. Namun, ayam dipelihara tidak untuk dijual. Tapi untuk dipotong dan dibuat lauk kala musim paceklik 😅. Sebenarnya tidak hanya pas musim paceklik saja, ayam sering dibuat soto saat lebaran tiba maupun waktu-waktu yang lainnya. Lokasi rumah yang jauh dari pasar, keberadaan ayam-ayam itu memang sangat membantu. Terimakasih simbok.

Tidak hanya sekedar dimanfaatkan untuk lauk saja, namun simbok juga sering memanfaatkan ayam untuk menandai kapan waktu pagi dan sore datang. Dering alarm dari ponsel tak praktis bagi simbok karena memang ia tak bisa mengoperasikan hp. Alarm yang live dari merdunya kokok ayam jauh lebih praktis baginya. Tapi kukira memang benar adanya. 

Simbok pernah menjelaskan kepadaku seperti ini, bahwa waktu pagi biasanya suara ayam jantan berkokok yang begitu serempak. Jika ayam yang berkokok masih satu, dua, waktu masih dini hari. Begitu mendengar ayam-ayam jantan berkokok dengan serempak, waktunya untuk beraktivitas kembali. Hari semakin terang, ayam-ayam itu juga mulai beraktivitas lagi. 

Sedangkan waktu maghrib biasanya sudah tidak ada lagi ayam yang wira-wiri, semuanya sudah kembali ke kandangnya.

Mungkin kalau di kota suara kokok ayam ini tidak terlalu terdengar dengan serempak dan merdu. Aku yakin toh ada suara kokok ayam bersahut-sahutan, tidak penting untuk diperhatikan. Tak seperti simbok yang mana kokok merdu ayam menjadi bermakna baginya. Kalau di kota biasanya ayam ditaruh di kandang, tidak dibiarkan berkandang di dahan pepohonan, jadi suara kokoknya tidak semerdu ketika berada di dahan pohon. 

Pekarangan rumahku memang masih lebat dengan pepohonan, sehingga masih ramah untuk para ayam berkandang. Biasanya tempat yang dipilih untuk bersinggah di malam hari adalah dahan pohon cengkeh dan kopi. Tidak mungkin kan kalau pohon kelapa, 😇.


UJIAN KESABARAN: RESEP SEMBUH PENDERITA HIPERTIROID

Oleh: Eka Sutarmi Periksa rutin ke dokter saya lakoni sejak saya mengetahui penyakit tiroid yang menyerang organ tubuh saya. Tepatnya 6 Ju...