Sabtu, 26 November 2016

Akhirnya! Kopdaran Bareng Sahabat Pena Nusantara (SPN)




Bersama peserta kopdar SPN
Sahabat Pena Nusantara (SPN), nama yang memang tidak asing di telinga saya. Seringkali saya membaca catatan teman-teman di blog, status FB, dan surat kabar tentang komunitas ini. Misalnya catatan teman-teman tentang kesannya ketika bisa menulis buku antologi bersama SPN, cerita sesaat mengikuti kopdar , perasaan senang bisa berkumpul dengan master penulis, dll. Membaca catatan tersebut, sungguh membuatku iri saja. Bermula dari situlah saya semakin penasaran saja untuk bisa bergabung di dalamnya.

Penghujung tahun 2016 kiranya menjadi sebuah momen yang cukup berkesan dalam diri saya. Pada 21 November saya berkesempatan mengikuti kopdarnya SPN (Sahabat Pena Nusantara) yang diselenggarakan di Bondowoso, tepatnya di Pondok Pesantren Darul Istiqomah-Pakuniran. Kopdaran ini menjadi pengalaman pertama bagi saya setelah beberapa kali kopdar dilaksanakan di tempat yang berbeda. Saya tidak menyangka bakal bisa hadir ke acara itu. 

Mengingat sebelumnya saya belum pernah ikut dan juga lokasinya yang kurang saya mengerti, sempat membuat niatan saya maju-mundur. Perasaan malu juga sering melintas benak pikir saya ketika telah kubulatkan niat. Namun, rasa penasaran dan keinginan saya untuk belajar dari majlis ini telah menghapus keraguan saya. Pada akhirnya saya tata kembali niat saya, kukumpulkan tekad, dan kuputuskan untuk hadir.

Suatu hari, tanpa sengaja saya melihat sebuah pengumuman tentang SPN mampir dalam beranda FB. Itulah status Pak M. Husnaini beberapa hari sebelum kopdar berlangsung. Beliau memposting brosur dan catatan informasi penting tentang agenda tersebut. “Ingin Ikuutt”, Teriakan dalam hati saya seraya mendorong diri saya untuk ikut. Saya baca baik-baik pengumuman tersebut. Dari situ saya mendapatkan kontak FB  yang bisa dihubungi ketika ingin mendaftarkan diri. 

Sayapun segera berkomunikasi dengan beliau untuk mengetahui teknis pendaftaranya, hingga akhirnya saya menanyakan rute perjalanan menuju ke lokasi, terutama jika ditempuh dengan transportasi umum bus atau kereta api. Sehari sebelum berangkat saya sibuk mencari info lokasi dan jadwal keberangkatan bus dan kereta dari internet. Kiranya lengkap sudah info yang berhasil saya dapatkan. Saya semakin yakin saja kalau esok hari bakalan bisa sampai di lokasi dengan lancar. 

Saya berangkat pada hari Sabtu, 20 November 2016. Bus menjadi sahabat perjalanan saya waktu itu. Saya tempuh perjalanan yang lumayan lama dengan menggunakan bus kota. Informasi yang saya dapatkan bahwa bus jurusan Trengalek-Banyuwangi adalah angkutan yang pas menuju Bondowoso. Di web yang saya buka itu ternyata dicantumkan juga tarif dan jadwal keberangkatanya. 

Saya memilih jam berangkat paling pagi, yaitu jam 06.00 dari terminal Trengggalek. Berarti sekitar pukul 07. 00 sampai di terminal Tulungagung. Karena saya naik dari sana, jam tujuh tepat saya berangkat dengan diantar adik saya menuju stasiun. Tepat sekali, bus sudah mulai melaju. Saya tidak perlu nunggu lama disana. Saya langsung menuju bus dan berangkat sekitar 07. 15. 

Belum banyak penumpang di dalamnya, sehingga saya bisa memilih tempat duduk yang nyaman. Saya duduk di dekat kaca. Perjalanan semakin jauh, penumpangnya semakin bertambah. Udara di luar semakin panas,  rasa panas menyerang. Keringatpun mulai membasahi muka. Dan saya baru sadar ternyata bus ini tidak ber-AC, hanya mengandalkan AC jendela bagian atas. 

Udara di bus bertambah panas saat bus terjebak lampu merah. Serasa tidak ada semilir angin yang berhembus dari jendela yang terbuka dikala bus tengah berhenti. Dari satu terminal ke terminal lainya berhasil saya lalui. Perjalanan yang terlalu kunikmati membuat saya lupa akan panas dan sesak di bus itu. 

Setelah keluar dari kota Malang, hujanpun turun. Jika tidak salah ingat ketika perjalanan sudah sampai di Kota Probolinggo. Udara panas sedikit berkurang. Saya tidak berani tidur selama perjalanan itu, karena takut kalau waktunya turun saya tidak turun, alias tertidur. Karena jalanan sudah  tidak terlalu berkelok-kelok, saya mengeluarkan buku novel saya dari dalam tas untuk dibaca. Memang sangaja saya siapkan untuk dinikmati di perjalanan, meskipun hanya bisa saya baca beberapa bagian saja. 

Sampai di terminal bus Bayu Angga Probolinggo, yang ke Jember kami diminta untuk ganti bus jurusan Jember. Tentu tanpa harus membayar lagi. Tinggal menunjukkan karcisnya saja. Meskipun bus tanpa AC lagi, terasa cukup nyaman karena penumpangnya tidak terlalu sesak. Hari sudah semakin sore. Sekitar pukul 03. 30 bus berangkat dari Probolingo menuju Jember. Sampai di terminal Tawang Alun Jember tepat pada saat maghrib.

 “Jember!! Jember!! Jember terakhir” kata si kondektur ke arah semua penumpang bus. Lalu kami pun bersiap-siap untuk turun.

Sampai di terminal Jember, salah seorang ustadz dari pon pes Darul Istiqomah menghubungi saya, yaitu ustadz Fajar. Beliau tengah menunggu di masjid dekat terminal bersama Ibu Rita. Setelah tanya lokasi masjid ke beberapa orang, akhirnya saya menemukanya. Rencana awal, saya akan naik angkot dari terminal tersebut, namun karena ternyata dijemput, perjalanan ke Pesantren Daris di tempuh dengan mobil. 

Awalnya saya kira Ibu Rita adalah istri beliau, namun ternyata perkiraanku salah.  Ibu Rita adalah peserta kopdar juga. Beliau datang dari Malaysia, sungguh perjuangan yang luar biasa. Senang sekali bisa dipertemukan dengan beliau. Ini adalah kali kedua beliau mengikuti kopdar SPN. Setelah Sholat Maghrib, kami melanjutkan  perjalanan. Sekitar 45 menitan perjalanan yang kami tempuh dari terminal menuju lokasi.

Tiba di lokasi kami disambut dengan sangat baik oleh Pak KH Masruri berserta Ibu Nyai, dan juga beberapa anggota SPN yang sudah tiba disana, ada Pak Husnaini, Pak Didi Junaedi, Pak Adit, dan Pak Nurroziqi. Kami berbincang-bincang sebentar, sedikit bercerita tentang perjalanan kami. Suasana malam semakin ramai karena kedatangan Pak Emcho beserta kedua mahasiswanya. 

Sambil menikmati minuman hangat dan sajian spesial yang dihidangkan oleh beberapa santi Daris yang sangat ramah, kami berbincang bersama di teras belakang dalem. Sangat gayeng. Apalagi ditambah lelucon ala Pak Emcho yang  sesekali beliau lontarkan. Ternyata beliau punya selera humor yang sangat tinggi.

Karena waktu sudah hampir larut malam, kami mengakhiri  perbincangan itu. Kami menuju ke ruang istirahat masing-masing yang telah dipersiapkan oleh pihak pesantren. Saya bersama Ibu Rita menjadi satu kamar. Kami menikmati waktu istirahat dengan penuh suka cita.

Pare, 23-24 November 2016                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    

Sahabat Pena Nusantara: Rumah Ramah Belajar Menulis



Saya diliputi syukur tak terkira dalam kesempatan ini bisa belajar bersama para guru bersahaja. Menjadi anugerah yang perlu saya syukuri tentunya berada ditengah-tengah orang-orang hebat sekelas mereka. Meski sudah menjadi orang hebat, mereka masih saja  haus ilmu. Sikap yang patut ditiru! Ungkapan “Semakin berisi semakin merunduk,” terpancar nyata pada wajah para orang-orang hebat ini. Saya mengaca pada ketulusan dan semangat berbagi mereka. Tak lain saya jumpai momen ini dalam kopdar Sahabat Pena Nusantara (SPN) di Bondowoso satu pekan lalu (21/11).

Pagi datang. Inilah hari dimana acara kopdar berlangsung. Saya akan mencoba menikmati setiap jalannya waktu di tempat yang sangat luar biasa ini. Sebelum subuh saya dan Ibu Rita sudah mandi. Setelah Sholat Subuh, kami berdua keluar kamar dan bersiap menikmati surganya pagi di pesantren Darul Istiqomah Bondowoso. Sungguh pagi yang sangat menakjubkan. 

Pesantren Daris menawarkan pesona alam yang sangat indah dan kiranya pemandangan ini tidak bisa kita nikmati di semua pesantren. Banyak macam pepohonan besar tumbuh disini; ada pohon jati, palm, mangga, kelapa, dan banyak jenis pohon lainnya. Selain itu hamparan luas rerumputan hijau menghiasi sudut pesantren, ditambah dengan berbagai macam jenis bunga di dalamnya. Gazebo berjajar indah di sekeiling pesantren. Bak tinggal di sebuah villa. 

Sebelum acara dimulai kami berkumpul di dalem, sarapan dan juga melakukan bincang gayeng pagi bersama para tokoh SPN yang telah hadir saat itu sambil menunggu masuknya waktu acara. 


 
Nimbrung bincang gayeng bersama para tokoh SPN sesaat sebelum acara dimulai

Tepat pukul 08.30 kami berangkat menuju aula, tempat dimana serangkaian kegiatan kopdar dilaksanakan. Peserta kopdar satu per satu mulai memasuki ruangan. Tidak hanya anggota SPN saja yang menjadi peserta kopdar, namun juga dihadiri oleh santri pesantren daris dan juga para ustadz-ustadzah. Aula yang cukup luas dan terkesan simple ini berubah menghangat karena kobaran api semangat belajar para peserta kopdar. 

Suasana aula pesantren yang dipenuhi para peserta kopdar

Berbagai tema kepenulisan dibahas secara santai di kopdar yang selalu dinantikan ini. Pematerinya pun adalah para master penulis SPN yang luar biasa, ada Pak Didi Junaedi, Pak Prof. Muhammad Chirzin, dan Pak Emcho. 

Pak Adit selaku MC membuka acara dan memandu setiap rangkaian kegiatan. Sebelum menginjak sesi penyampaian materi literasi oleh beberapa narasumber, beliau mempersilahkan Pak M.Husnaini selaku ketua umum SPN dan KH. Masruri Abd Muhit Lc selaku tuan rumah dan juga pengasuh PP. Darul Istiqomah untuk menyampaikan sambutanya.  Baru setelah itu dilanjutkan sesi pemaparan materi oleh ketiga narasumber.

Kesempatan pertama diberikan kepada Pak Didi Junaedi dengan dipandu  oleh moderator Pak Dr. Arfan Mu’ammar.  Tema yang beliau sampaikan adalah “Menyiapkan dan mengemas tulisan menjadi naskah buku.” Awalnya tema ini akan disampaikan oleh Pak Dr. Ngainun Naim. Namun, karena pada waktu itu beliau berhalangan hadir, jadi Pak Didi yang menggantikan beliau. Pak Didi sangat renyah menyampaikan pengalamanya dalam menulis.

 Sesi penyampaian materi oleh Pak Didi Junaedi, dengan moderator Pak Dr. Arfan Mu'ammar

Pak Didi mengawali pembicaraanya dengan bercerita tentang perjalananya dari Cirebon ke Bondowoso yang ditempuh dalam waktu yang sangat lama. Beliau datang semata-mata karena cinta. “Semua karena cinta,” Tegasnya. Meskipun jaraknya jauh, rinai hujan sempat turun di tengah perjalan, namun berkah cinta semua berubah sekita menjadi harmoni keindahan. Bisa berjumpa langsung dari yang semula hanya diskusi lewat media sosial adalah salah satu berkah dari kekuatan cinta. 

Life is never flat,” terang beliau ketika membuka cerita pengalamnya tentang dunia menulis yang kini ditekuni. Meskipun sekarang beliau telah menerbitkan buku dalam jumlah yang banyak, namun jalan berliku tetap beliau hadapi saat memulai proses menulis. Karena berkat niatnya yang selalu tertata serta punya komitmen yang kuat untuk selalu istiqomah, akhirnya semua rintangan tersebut bisa diperangi. Pecah telur yang pertama kali ketika Pak Didi telah menuliskan artikelnya yang ke lima puluh lebih. Beliau tidak malah putus asa ketika artikelnya di tolak media yang kesekian kalinya, namun malah menjadi tantangan tersendiri untuk terus menulis. Begitu juga ketika beliau menceritakan perjalanan beberapa karyanya hingga ke penerbit. 

Selanjutnya Pak Didi menguraikan bagaimana kunci agar tetap produktif. Yang pertama harus punya niat atau iman. Kita harus menumbuhkan niat itu dari dalam diri, selanjutnya bekali dengan ilmu. Segala sesuatu apa yang kita lakukan perlu ilmu, begitu juga dengan menulis. Lalu, penuhi dengan amal dan hiasi dengan istiqomah. 

Ketika menulis hanya mengandalkan mood, hasilnya tidak akan maksimal dan seringkali keinginan menulis terhambat akibat mood itu. Jadi, kita harus mengabaikanya. Kata beliau memerangi mood memang awalnya harus dengan paksaan. Syukur-syukur kalau kita punya target yang harus diselesaikan, misalnya satu hari satu tulisan, satu hari satu halaman, atau yang lain. Begitulah paparan beliau agar istiqomah itu tetap terjaga.  “Sebaik-baik perbuatan kita harus dilakukan secara kontinyu, meskipun kecil,” Jelasnya. Jadi harus tetap menulis apapun kondisinya. Kalau kita sudah bisa menciptakan kebiasan itu, maka kebiasaanlah yang akan mengatur diri kita. 

Menurut beliau tulisan adalah cermin diri, yang akan diketahui seiring kita membiasakan diri untuk menulis. Semakin membiasakan diri menulis, peta pikiran kita semakin teratur dan gaya tulisan kita akan diketahui dengan sendirinya. 

Sebelum dilanjutnya sesi berikutnya, ada launching buku anggota SPN berjudul Quantum Belajar. Pak Prof. Dr.  Muhammad Chirzin secara simbolis menyerahkan buku tersebut kepada Mas Syaiful Rahman. Setelah buku karya anggota SPN resmi dilaunching, diringi tepuk tangan sangat meriah oleh peserta kopdar.

 Launching buku Quantum Belajar, karya SPN

Kesempatan berikutnya diberikan oleh Pak Dr. Taufiqi. Beliau diminta untuk menghibur para peserta kopdar agar semuanya kembali bersemangat meskipun suasana sudah semakin siang. Beliau adalah master trainer hpnoteaching dan hypnotherapy. Dengan sosoknya yang sangat enerjik, beliau mampu mengubah suasana dalam ruangan itu menjadi ceria kembali. Berbagai macam tepuk  penyemangat dan penyegar pikiran diajarkan oleh beliau. Semua peserta kopdar dengan kompak menirukan apa yang beliau ajarkan. Seru dan lucu!

 

Pak Taufiqi menghibur para peserta kopdar

Setelah kembali bersemangat, kemudian dilanjutkan sesi berikutnya. Sesi ini diisi oleh Prof. Dr. Muhammad Chirzin dengan moderator Pak Adzi JW. Beliau memperkenalkan kepada peserta kopdar mengenai dunia penerbitan, bagaimana berkomunikasi dengan penerbit, dan juga pengalaman beliau dalam menerbitkan buku. Penjelasan beliau disampaikan dengan sangat gamblang. Penyampaiannya tidak terlalu cepat, Bahasanya mengalir dan mudah dipahami, sehingga apa yang beliau sampaikan sangat mudah diterima. Saya sangat salut dengan pembawaan beliau yang sangat ramah dan inspiratif. 

Berbicara tentang dunia penerbitan, beliau memaparkan hal-hal penting yang harus diperhatikan ketika ingin berkomunikasi dengan penerbit. Setiap penerbit itu punya visi dan misi, serta lini penerbitan tersendiri. Ketika kita ingin mengirimkan naskah ke penerbit, kita harus bisa menyesuaikan diri. Cocok apa tidak naskah kita dengan penerbit tersebut. Maka agar naskah punya peluang diterima penerbit, berarti kita harus bisa menyesuikan dengan selera penerbit itu. Kita juga bisa mengetahui selera penerbit yang ingin kita tuju dengan membaca buku-buku penerbit yang bersangkutan.

Ketika beliau menerbitkan naskah pertamanya, sempat berpindah hingga enam penerbit. Ditolak penerbit bukan berarti tidak bagus, namun kemungkinan besar memang dipengaruhi oleh selera editor. Naskah itu tidak cocok dengan selera penerbit. 

Penerbit juga memiliki mekanisme seleksi naskah tersendiri. Dalam menjelaskan tentang poin ini, Prof. Muhammad Chirzin berkisah tentang pengalaman beliau saat mendapatkan tawaran penerbit Grammedia untuk menuliskan naskah buku tafsir Al-Fatihah dan Jus ‘Amma. Setelah naskah tersebut jadi lengkap dengan judul buku dan animasi gambar didalamnya, beliau kirimkan kepada penerbit. Memang naskah buku itu untuk anak-anak, sehingga isinya disesuikan, ada gambar dan juga dibuat berwarna. Tapi, ketika setelah sampai di penerbit, ada perubahan judul buku. Naskah buku tersebut kurang cocok ternyata kalau dibaca oleh anak-anak yang berusia dibawah 12 tahun. Akhirnya penerbit mengubah judul buku menjadi “Tafsir Al-Fatihah dan Jus ‘Amma – untuk 12 tahun ke atas”, disesuikan dengan isinya. 

Menulis untuk tujuan dipublikasikan ternyata juga harus memperhatikan era atau trend, karena hal itu akan berpengaruh terhadap pemasaran. Penting juga untuk melakukan pendekatan atau jejaring dengan penerbit ketika ingin mengirimkan naskahnya ke penerbit yang bersangkutan. Sederet nama-nama penerbit diperkenalkan oleh beliau lengkap dengan jenis-jenis karya yang pernah dimuat oleh penerbit yang bersangkutan, lengkap dengan no HP yang bisa dihubungi, dan alamat email redaksi.

Hubungan penerbit dan penulis, sama halnya dengan pedagang dan pembeli. Prof menjelaskan bahwa penulis memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap dunia penerbitan. “Tanpa penulis tak akan ada penerbitan,” Jelasnya.

Prof. Muh. Chirzin memaparkan materi dengan didampingi moderator Pak Adzi JW

Selain memaparkan topik tentang dunia penerbitan, beliau juga menjelaskan cara menggali topik tulisan untuk dijadikan sebuah judul tulisan. Karena beliau adalah seorang guru besar tafsir Al-Qur’an, sehingga yang dibuat contohnya adalah seputar topik yang bisa digali dari ayat-ayat Al-Qur’an. Beliau sering membagikan inspirasi judul tulisan kepada mahasiswanya untuk dikembangkan menjadi tulisan atau bahkan karya ilmiah. Kata beliau, “inspirasi itu bagaikan sumber mata air yang harus terus-menerus dialirkan agar tetapa jernih, begitu juga dengan ide.”
 Sungguh ilmu yang sangat luar biasa dan sayang sekali kiranya jika dilewatkan begitu saja. Prof. Muhammad Chirzin mengakhiri penjelasanya dengan membacakan puisi yang dibuatnya ketika perjalanan menuju Bondowoso. 

Setelah jeda kurang lebih satu jam untuk sholat dan makan, kemudian dilanjutkan oleh Pak Much. Khoiri (Pak Emcho) yang berbagi pengalamanya tentang jurus praktis mempromosikan dan menjual buku karya sendiri, dengan dipandu oleh moderator Pak Azis tatapangarsa. Penulis buku “SOS (Sopo Ora Sibuk)-Menulis dalam kesibukan” dan dosen UNESA ini berbagi ilmu dengan ciri khasnya, tak lain adalah leluconya yang sesekali beliau selipkan dalam ceramah. Gaya Pak Emcho ketika berceramah juga komunikatif sekali. Peserta kopdar dibuat terkesima olehnya. 

Pak Emcho mengawali pembicaraanya dengan membacakan puisi karyanya berjudul merindu hujan. Sangat pas, karena hujan memang sempat turun di waktu itu. Peserta kopdar dibuatnya hanyut dalam untaian kata-kata indah dalam puisi itu. Tepuk tangan meriah berkali-kali kami serukan. 

 Pak Emcho sedang membacakan puisinya

Secara detail Pak Emcho menjelaskan mengenai madzhab yang bisa di tempuh ketika ingin menerbitkan buku. Beliau menguraikan dua macam cara menerbitkan buku, yitu dengan diterbitkan dengan penerbit mayor dan indie. Informasi yang berhasil saya pahami kalau ingin menerbitkan buku di penerbit mayor keseluruhan proses terbit buku merupakan tanggung jawab penerbit.  Dari seleksi naskah  hingga buku sampai ke tangan pembaca. Namun berbeda dengan self-publishing. Penerbitan jenis ini menuntut keikutsertaan penulis dalam mengurusi segala aspek untuk terbitnya buku, termasuk distribusi, promosi, dan marketing.

Bayak cara yang beliau jelaskan ketika ingin memasarkan buku karya sendiri, diantaranya bisa memarkannya dengan kupon, kompetisi, pemasaran langsung atau dengan media daring (online), dengan membuat resensi lalu dimuat di media, launching buku, atau bisa juga dari forum ke forum, misalnya saat seminar, diskusi, dll.

Kata Pak Emcho istilah marketing atau pemasaran lebih cocok digunakan dalam dunia perbukuan dibandingan menggunakan istilah selling atau penjualan. Berbicara tentang pemasaran buku, Pak Emcho adalah jagonya. Kata beliau kita harus punya “rahi gedhek” atau yang berarti tidak tahu malu. Misi yang beliau pakai adalah “hargai penulis dengan membeli karyanya” dan “Semuanya ada di SOS”. He he. Mungkin juga karena joke renyahnya.

“Semuanya ada di buku SOS” ketika menyinggung soal menulis. Ungkapan itu berkali-kali beliau lontarkan yang secara spontan membuat gelak tawa para peserta kopdar. Sayapun pada akhirnya kepencut juga untuk membeli buku karya beliau ini. Sepertinya memang ada jurus sakti kepenulisan dalam buku tersebut. Salam SOS Pak Emcho :)

 Bersama Pak Emcho dan buku SOS
 
Di sesi terakhir adalah sesi diskusi refleksi tentang SPN oleh para anggota. Para santri diminta beristirahat selama kurang lebih satu jam menunggu diskusi selesai. Baru setelah pukul 04. 00, mereka diminta untuk kembali ke aula karena masih ada presentasi dari Pak. Dr. Taifiqi. Diskusi refleksi SPN ini dipandu langsung oleh Pak M. Husnaini selaku ketua umum. 

Ada banyak hal yang beliau sampaikan, diantaranya memperkenalkan SPN kepada anggota baru, mengenalkan tokoh-tokoh penulis hebat di SPN, diskusi tentang buku-buku SPN yang akan diterbitkan, peraturan dan tanggung jawab ketika bergabung di SPN – termasuk mau dipaksa menulis rutin satu bulan sekali sesuai dengan tema yang telah disepakati. Yang menarik adalah hasil dari konsistensi menulis bersama itu akan berbuah buku yang dilaunching setiap kopdar berlangsung. 

Pukul 16. 00 diskusi refleksi diakhiri, inilah momen yang di tunggu-tunggu. Di sesi terakhir ini, saatnya merelaksasi diri bersama master trainer hypnoteaching dan hypnoteraphy, Pak Dr. Taufiqi. Yang sangat terkesan dalam sesi ini yaitu ketika beliau bisa menguasai alam bawah sadar peserta kopdar. Karena hal ini belum pernah saya jumpai secara langsung, menjadi sesuatu yang menarik sekali tentunya. 

Dengan diringi alunan musik relaksasi, semua peserta kopdar mencoba konsentrasi untuk mengikuti segala yang beliau perintahkan. Hal itu dimaksudkan agar kami semua bisa segar kembali. Puncak acara yang juga mengundang perhatian peserta kopdar saat salah satu teman kami berhasil terhipnotis. Ia hanya bisa melakukan sesuatu yang Mr. Viqi perintahkan. Bahkan dengan hanya duduk dan tertidur, ia sudah bisa melalang buana hingga ke tempat wisata yang diinginkan. Dan masih banyak lagi kelucuan terjadi pada sesi ini. 

  Suasana hypnoteraphy bersama Mr. Viqi
Syukurlah, semua rangkaian acara dalam acara kopdar SPN berhasil kuikuti. Senang sekali dalam kesempatan ini bisa bertemu dengan orang-orang beken dan dapat ilmu dari beliau semua. Yang juga membuat saya terkesan mengikuti acara ini adalah karena acaranya dikemas dengan sangat santai. Jadi, walaupun banyak master tidak ada istilah pem-bullying-an, mereka semua kominikatif, ramah, dan menyenangkan. Seru, deh pokoknya! Santai dan Seru! Finally, jazakumullah khairul katsiran atas semuanya, bahagia sekali akhirnya bisa bergabung dalam grup menulis ini. Semoga semangatku jadi kian terpacu untuk belajar menulis. 

Tokoh literasi luar biasa, dari kiri (Pak. Husnaini, Kyai Masruri, Prof. Muh. Chirzin, Ibu Rita Audriyanti, dan Pak Emcho

 Bersama KH. Masruri Abd muhit Lc (kiri) dan Prof. Dr. Muhammad Chirzin (kanan)


  Bersama para peserta kopdar SPN ke-3

Pare, 24-27 November 2016

UJIAN KESABARAN: RESEP SEMBUH PENDERITA HIPERTIROID

Oleh: Eka Sutarmi Periksa rutin ke dokter saya lakoni sejak saya mengetahui penyakit tiroid yang menyerang organ tubuh saya. Tepatnya 6 Ju...