Sabtu, 26 November 2016

Akhirnya! Kopdaran Bareng Sahabat Pena Nusantara (SPN)




Bersama peserta kopdar SPN
Sahabat Pena Nusantara (SPN), nama yang memang tidak asing di telinga saya. Seringkali saya membaca catatan teman-teman di blog, status FB, dan surat kabar tentang komunitas ini. Misalnya catatan teman-teman tentang kesannya ketika bisa menulis buku antologi bersama SPN, cerita sesaat mengikuti kopdar , perasaan senang bisa berkumpul dengan master penulis, dll. Membaca catatan tersebut, sungguh membuatku iri saja. Bermula dari situlah saya semakin penasaran saja untuk bisa bergabung di dalamnya.

Penghujung tahun 2016 kiranya menjadi sebuah momen yang cukup berkesan dalam diri saya. Pada 21 November saya berkesempatan mengikuti kopdarnya SPN (Sahabat Pena Nusantara) yang diselenggarakan di Bondowoso, tepatnya di Pondok Pesantren Darul Istiqomah-Pakuniran. Kopdaran ini menjadi pengalaman pertama bagi saya setelah beberapa kali kopdar dilaksanakan di tempat yang berbeda. Saya tidak menyangka bakal bisa hadir ke acara itu. 

Mengingat sebelumnya saya belum pernah ikut dan juga lokasinya yang kurang saya mengerti, sempat membuat niatan saya maju-mundur. Perasaan malu juga sering melintas benak pikir saya ketika telah kubulatkan niat. Namun, rasa penasaran dan keinginan saya untuk belajar dari majlis ini telah menghapus keraguan saya. Pada akhirnya saya tata kembali niat saya, kukumpulkan tekad, dan kuputuskan untuk hadir.

Suatu hari, tanpa sengaja saya melihat sebuah pengumuman tentang SPN mampir dalam beranda FB. Itulah status Pak M. Husnaini beberapa hari sebelum kopdar berlangsung. Beliau memposting brosur dan catatan informasi penting tentang agenda tersebut. “Ingin Ikuutt”, Teriakan dalam hati saya seraya mendorong diri saya untuk ikut. Saya baca baik-baik pengumuman tersebut. Dari situ saya mendapatkan kontak FB  yang bisa dihubungi ketika ingin mendaftarkan diri. 

Sayapun segera berkomunikasi dengan beliau untuk mengetahui teknis pendaftaranya, hingga akhirnya saya menanyakan rute perjalanan menuju ke lokasi, terutama jika ditempuh dengan transportasi umum bus atau kereta api. Sehari sebelum berangkat saya sibuk mencari info lokasi dan jadwal keberangkatan bus dan kereta dari internet. Kiranya lengkap sudah info yang berhasil saya dapatkan. Saya semakin yakin saja kalau esok hari bakalan bisa sampai di lokasi dengan lancar. 

Saya berangkat pada hari Sabtu, 20 November 2016. Bus menjadi sahabat perjalanan saya waktu itu. Saya tempuh perjalanan yang lumayan lama dengan menggunakan bus kota. Informasi yang saya dapatkan bahwa bus jurusan Trengalek-Banyuwangi adalah angkutan yang pas menuju Bondowoso. Di web yang saya buka itu ternyata dicantumkan juga tarif dan jadwal keberangkatanya. 

Saya memilih jam berangkat paling pagi, yaitu jam 06.00 dari terminal Trengggalek. Berarti sekitar pukul 07. 00 sampai di terminal Tulungagung. Karena saya naik dari sana, jam tujuh tepat saya berangkat dengan diantar adik saya menuju stasiun. Tepat sekali, bus sudah mulai melaju. Saya tidak perlu nunggu lama disana. Saya langsung menuju bus dan berangkat sekitar 07. 15. 

Belum banyak penumpang di dalamnya, sehingga saya bisa memilih tempat duduk yang nyaman. Saya duduk di dekat kaca. Perjalanan semakin jauh, penumpangnya semakin bertambah. Udara di luar semakin panas,  rasa panas menyerang. Keringatpun mulai membasahi muka. Dan saya baru sadar ternyata bus ini tidak ber-AC, hanya mengandalkan AC jendela bagian atas. 

Udara di bus bertambah panas saat bus terjebak lampu merah. Serasa tidak ada semilir angin yang berhembus dari jendela yang terbuka dikala bus tengah berhenti. Dari satu terminal ke terminal lainya berhasil saya lalui. Perjalanan yang terlalu kunikmati membuat saya lupa akan panas dan sesak di bus itu. 

Setelah keluar dari kota Malang, hujanpun turun. Jika tidak salah ingat ketika perjalanan sudah sampai di Kota Probolinggo. Udara panas sedikit berkurang. Saya tidak berani tidur selama perjalanan itu, karena takut kalau waktunya turun saya tidak turun, alias tertidur. Karena jalanan sudah  tidak terlalu berkelok-kelok, saya mengeluarkan buku novel saya dari dalam tas untuk dibaca. Memang sangaja saya siapkan untuk dinikmati di perjalanan, meskipun hanya bisa saya baca beberapa bagian saja. 

Sampai di terminal bus Bayu Angga Probolinggo, yang ke Jember kami diminta untuk ganti bus jurusan Jember. Tentu tanpa harus membayar lagi. Tinggal menunjukkan karcisnya saja. Meskipun bus tanpa AC lagi, terasa cukup nyaman karena penumpangnya tidak terlalu sesak. Hari sudah semakin sore. Sekitar pukul 03. 30 bus berangkat dari Probolingo menuju Jember. Sampai di terminal Tawang Alun Jember tepat pada saat maghrib.

 “Jember!! Jember!! Jember terakhir” kata si kondektur ke arah semua penumpang bus. Lalu kami pun bersiap-siap untuk turun.

Sampai di terminal Jember, salah seorang ustadz dari pon pes Darul Istiqomah menghubungi saya, yaitu ustadz Fajar. Beliau tengah menunggu di masjid dekat terminal bersama Ibu Rita. Setelah tanya lokasi masjid ke beberapa orang, akhirnya saya menemukanya. Rencana awal, saya akan naik angkot dari terminal tersebut, namun karena ternyata dijemput, perjalanan ke Pesantren Daris di tempuh dengan mobil. 

Awalnya saya kira Ibu Rita adalah istri beliau, namun ternyata perkiraanku salah.  Ibu Rita adalah peserta kopdar juga. Beliau datang dari Malaysia, sungguh perjuangan yang luar biasa. Senang sekali bisa dipertemukan dengan beliau. Ini adalah kali kedua beliau mengikuti kopdar SPN. Setelah Sholat Maghrib, kami melanjutkan  perjalanan. Sekitar 45 menitan perjalanan yang kami tempuh dari terminal menuju lokasi.

Tiba di lokasi kami disambut dengan sangat baik oleh Pak KH Masruri berserta Ibu Nyai, dan juga beberapa anggota SPN yang sudah tiba disana, ada Pak Husnaini, Pak Didi Junaedi, Pak Adit, dan Pak Nurroziqi. Kami berbincang-bincang sebentar, sedikit bercerita tentang perjalanan kami. Suasana malam semakin ramai karena kedatangan Pak Emcho beserta kedua mahasiswanya. 

Sambil menikmati minuman hangat dan sajian spesial yang dihidangkan oleh beberapa santi Daris yang sangat ramah, kami berbincang bersama di teras belakang dalem. Sangat gayeng. Apalagi ditambah lelucon ala Pak Emcho yang  sesekali beliau lontarkan. Ternyata beliau punya selera humor yang sangat tinggi.

Karena waktu sudah hampir larut malam, kami mengakhiri  perbincangan itu. Kami menuju ke ruang istirahat masing-masing yang telah dipersiapkan oleh pihak pesantren. Saya bersama Ibu Rita menjadi satu kamar. Kami menikmati waktu istirahat dengan penuh suka cita.

Pare, 23-24 November 2016                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

UJIAN KESABARAN: RESEP SEMBUH PENDERITA HIPERTIROID

Oleh: Eka Sutarmi Periksa rutin ke dokter saya lakoni sejak saya mengetahui penyakit tiroid yang menyerang organ tubuh saya. Tepatnya 6 Ju...