Selasa, 21 Juli 2015

Sudah Kuliah Kok Masih Mulai Belajar (Membaca dan Menulis)

          Dalam buku geliat literasi ada banyak teman-teman yang telah menceritakan tentang kisahnya dalam menulis, sangat variatif ceritannya. Mereka tak enggan untuk menuliskan pengalaman menulisnya, dan sebagian dari mereka membagikan pengetahuan tentang hal ikhwal dunia literasi yang tentunya sangat bermanfa’at.  Ketika membaca satu per satu dari tulisan yang mereka tulis dalam buku tersebut, entah kenapa tangan saya begitu keri gatal juga untuk segera pencet-pencet tombol keyboard  menuliskan cerita dibalik kemauan saya belajar membaca & menulis. Waktu menulis essay tentang geliat literasi kemarin sebenarnya saya juga ingin menuliskan tentang kisah saya dalam menulis , tapi entah kenapa rasa malu membuat saya enggan untuk menuliskannya, masak sudah kuliah masih baru memulai belajar membaca dan menulis, malu donk …
          Sama halnya seperti apa yang di tuliskan oleh beberapa teman di buku geliat literasi bahwa motivasi-motivasi tentang dunia baca-tulis yang telah ia peroleh ketika di ajar oleh Pak. Ngainun Naim  telah menjadi faktor pemicu munculnya greget dia untuk belajar membaca & menulis. Saya juga memberanikan untuk mau belajar literasi ini karena berkat motivasi dan inspirasi dari beliau. Mantrannya begitu ampuh, mampu menghipnotis sang pemalas ini menjadi semangat untuk belajar membaca & menulis. Saya yang notabene orang yang tidak menyukai literasi, terasa menjadi berkah yang luar biasa ketika selama satu semester bisa diajar beliau.
Memang selama menempuh jenjang pendidikan, membaca dan menulis tidak lagi menjadi sesuatu yang asing bagi saya, keduannya telah menjadi aktivitas wajib yang harus kami lakukan agar proses belajar bisa berjalan lancar, berarti sudah lama donk saya bergelut di dunia ini?... lantas kenapa hal ini tidak mampu menambah kecintaan saya terhadap dunia mambaca dan menulis ?.
Alkisah, ketika selama mengenyam pendidikan, mulai dari SD, SMP, dan SMA, membaca dan menulis bukanlah kegiatan yang menghibur dan menyenangkan seperti apa telah saya rasakan saat ini, tetapi sebaliknya. Berkaitan dengan membaca, dalam buku “The Power of Reading” ada beberapa yang menjadi peyebab tidak menariknya minat membaca, salah satunya adalah mitos. Saya begitu menikmati ketika membaca yang bagian mitos ini, ada 4 mitos tentang membaca yang penulis sebutkan, diantaranya membaca itu hanya milik orang yang berpendidikan tinggi, membaca itu bikin sumpek, membaca hanya membuang-buang waktu dan tenaga, dan membaca itu membikin ngantuk. Mitos-mitos ini memang yang sempat hinggap dalam relung jiwa saya ketika di hadapkan dengan aktivitas membaca sehingga saat di hadapkan dengan kegiatan membaca yang ada hanyalah beban berat, karena dilakukan bukan karena kesadaran.
 Saya sangat setuju juga ketika dalam bukunya,  Pak. Ngainun Naim mengutip dari salah satu buku tentang membaca bahwa rendah atau tidak adannya minat baca itu ada beberapa penyebabnya, yang pertama adalah kondisi warisan dari orang tua. Penyebab yang satu ini berpeluang besar menjadikan saya memiliki kemauan untuk membaca yang rendah. Kedua orang tua saya bukan orang yang berlatang belakang suka dengan membaca, jadi wajar kirannya jika mereka tidak mengenal buku lebih jauh, seperti halnya berlangganan Koran atau majalah, membeli buku-buku atau yang lain.
Salah satu cita-cita mulia kedua orang tua adalah menginginkan anak-anaknya bisa menganyam pendidikan tinggi, tidak seperti orang tuannya, sehingga semampunya selalu memberikan support kepada saya, terutama yang berkaitan dengan sekolah saya, salah satunya adalah menyuruh untuk membaca. Meskipun mereka bukanlah orang yang suka membaca, tapi kiranya kegiatan membaca bukanlah sesuatu yang tabu bagi mereka.  Namun sayangnya, mereka memandang bahwa membaca itu adalah belajar terhadap pelajaran yang diajarkan di sekolah dengan cara membaca, tidak lebih. Mereka belum tahu selangkah lebih jauh jika membaca buku selain pelajaran juga bisa memberikan manfa’at yang besar. Ingat sekali ketika saya masih SD, orang tua, terutama bapak selalu telaten mengingatkan saya untuk belajar dengan menyuruhku untuk membaca. Apalagi saat mau ulangan semester, membaca dan menghafal adalah kegiatan wajib yang harus saya lakukan, tak jarang ia mengetest kemampuan saya dengan membacakan soal-soal yang ada di buku, sementara saya harus menjawabnya. Sudah jelas, membaca yang telah saya lakukan tersebut adalah sebuah tuntutan, sehingga dengan terpaksa membaca harus saya lakoni untuk tujuan tertentu. Karena dilakukan dengan terpaksa, membaca jelas bahwa bukanlah sesuatu yang meyenangkan, malah mitos-mitos membaca diatas yang tumbuh dalam pikiran saya. Itu tadi sedikit pembeberan mengenai faktor penyebab rendahnya minat baca yang pertama yaitu kondisi warisan dari orang tua (Determinisme Genetis). Karena dari orang tua yang tidak suka membaca, dan juga tidak tahu menahu tentang perbukuan , maka saya maklumi jika mereka tidak mewarisi kebiasaan membaca kepada saya.
Faktor yang kedua adalah tidak senang membaca karena memang sejak kecil di besarkan oleh orang tua yang tidak pernah mendekatkan dirinya pada bacaan. Faktor ini juga sesuai dengan keadaan saya. Karena keterbatasan mereka terhadap dunia perbukuan membuat mereka jarang menyuguhkan bahan bacaan pada saya, sehingga membaca saya hanya sebatas pada buku pelajaran yang telah di berikan dari sekolah. Itupun akan saya baca dengan baik manakala berkaitan dengan pelajaran yang saya suka, kalau tidak suka ya malas membacanya. Bukan hanya orang tua saja yang tidak meyuguhkan bahan bacaan, ketika saya SD, waktu itu sekolah juga tidak menyediakan perpustakaan, sehingga selama sekolah 6 tahun di bangku SD, sama sekali belum bersentuhan dengan buku bacaan non-pengetahuan. Buku pengetahuan saja seingat saya masih minim, sekolah belum menyediakan buka penunjang yang memadai. Pernah suatu hanya saya sangat pengen punya buka pedoman seperti yang guru saya punya, yaitu buku matematika, kalau tidak salah saya sudah kelas 5. Setiap hari beliau mengajarkan matematika dengan menggunakan buku itu, pengen sekali buku tersebut saya bawa pulang, pengen saya baca di rumah. Karena saya tahu bukunya di tinggal di laci meja meja guru, saya ambil buku tersebut tanpa sepengetahuannya. Esok harinya, saat mengajar ternyata beliau masih punya buku yang sama, berarti aman, bukunya tidak di cari. Buku paket matematika itu selalu saya baca untuk saya pelajari. Jarang buku itu saya bawa ke sekolah karena takut ketahuan. Ma’afkan saya pak, he e, tidak sia-sia kok pak bukunya saya ambil, karena di rumah saya baca.
    Ketika menginjak bangku SMP dan SMA aktivitas membaca saya masih saja sebatas agar bisa menguasai pelajaran yang di ajarkan oleh bapak-ibu guru. Sekolah sebenarnya sudah meyediakan perpustakaan, tapi sayangnya hanya kami gunakan untuk sebatas mencari referensi dari tugas yang guru berikan, tidak lebih.  Masih saja dalam mindset saya sampai saat itu membaca adalah proses belajar agar bisa menguasai dengan baik pelajaran yang diajarkan di sekolah, buku selain pelajaran yang diajarkan di sekolah tidaklah penting. Akhirnya enggan untuk membaca buku-buku selain pengetahuan.
 Tidak seperti di SD, di SMP dan SMA buku penunjang mata pelajaran sudah mendukung, sehendaknya bahan bacaan semakin bertambah. Tapi perannya masih sama, jika pelajaran saya suka membaca buku-buku yang terkait dengan pelajaran itu menjadi sebuah keharusan bagi saya, tapi kalau di hadapkan dengan bacaan-bacaan pada mata pelajaran yang saya kurang menyukainya, mambaca hanyalah menjadi sebuah beban. Sampai detik ini, kiranya jelas kalau minat membaca saya masih sangat rendah.
Di bangku kuliah, saya begitu kaget karena buku-buku yang tersedia di perpustakaan tidak sesuai dengan nama mata kuliah yang di pelajaran, jadi jika ingin mencari referensi, harus mencari buku-buku yang isinya relevan dengan topic yang di bahas. Sebenarnya ini telah memberikan peluang untuk membaca dengan baik, tapi karena berkaitan dengan tuntutan, tetap saja membaca bukanlah kegiatan yang menyenangkan dan menghibur. Sebenarnya, berbagai jenis buku pengetahuan dan non-pengetahuan telah tersedia lengkap di perpustakaan, tinggal memilih buku mana saja yang ingin dibaca. Karena pikiran sudah terbebani saat di hadapkan dengan bacaan, maka buku-buku tersebut tidak berpengaruh terhadap minat baca saya.
Pada saat semester 2, saya ingat sekali bahwa salah satu dosen reading saya memberikan treatment tentang membaca yang cukup amazing. Meningkatkan kebiasaan membaca kami dengan meminta kami merutinkan membaca selama 21 hari, namanya adalah “21-day program to build the reading habit”. Sebagai bukti kita benar-benar membaca atau tidak, beliau memberikan format laporannya kepada kami (reading log), jadi setiap hari selama 21 hari itu harus menuliskan laporannya terhadap bacaan yang telah di baca. Kami bebas memilih bacaan-nya, sesuka hati. Setelah membaca, saya harus menuliskan laporan membaca saya, mulai dari tanggal membaca, bacaan yang dibaca, hasil membaca, dan kata-kata sulit. Sebagai orang yang tidak hobi membaca, tugas seperti ini terasa sangat berat. Karena lagi-lagi berkeinginan untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam mata kuliah ini, membaca selama 20 menit sampai 30 menit tetap saya lakukan. Waktu tersebut  tidak lah lama, karena selain membaca, saya juga harus memahami bacaan tersebut, misalnya dengan cara menterjemahkan kata-kata sulit. 21 hari bukanlah waktu yang singkat untuk melatih kebiasaan membaca. Memang selama 21 hari tersebut, saya sangat antusias untuk mencari bahan bacaan yang akan saya baca, tapi setelah tugas ini selesai rasanya lega, karena sudah tak ada beban untuk membaca lagi. Entah apa yang menjadi penyebabnya, saya masih belum juga sadar akan kebiasaan membaca, sehingga setelah tugas ini selesai masih saja kegiatan membaca masih berat untuk saya lakoni setiap harinya.
Faktor penyebab rendahnya minat baca yang terakhir adalah determinisme lingkungan, seseorang tidak senang membaca karena atasan atau bawahan, teman-teman, dan guru atau dosen tidak senang membaca. Saya sangat yakin jika banyak guru-guru saya mulai SD hingga di bangku kuliah yang suka membaca. Mereka adalah orang-orang yang hebat, sehingga sepertinya buku-buku menjadi andalan setiap harinya. Sayangnya kami jarang mendapatkan menu yang special berkaitan dengan membaca dari mereka. Jarang sekali mareka mengemas kegiatan membaca itu sebagai kegiatan yang menarik dan menyenangkan, jarang bahkan tidak ada dari mereka yang memberikan inspirasi dan motivasi secara khusus. Sehingga kami pun hanya tertarik dengan membaca pada saat tertentu saja, misalnya untuk mengerjakan tugas, mau ujian, dll.
Berdasarkan cerita tersebut, bisa di simpulkan bahwa selama ini membaca, saya lakukan dengan terpaksa. Meminjam istilah salah satu dosen bahasa inggris saya yang telah menulis di buku geliat literasi, beliau menamai membaca jenis ini sebagai “membaca darurat”, sebuah keadaan dimana seseorang harus membaca karena terpaksa atau dipaksa untuk membaca, bukan karena kebutuhan, keinginan, atau ketertarikan.
Semangat membaca saya muncul ketika salah seorang dosen saya yang penuh inspiratif menyuguhkan menu membaca ini dengan sesuatu yang menarik, sehingga sayapun tertarik untuk mencobannya. Inspirasi dan motivasinnya membuat saya terinspirasi untuk mengikutinya. Sampai saat ini saya masih berusaha memaksakan diri saya untuk meningkatkan kebiasaan membaca saya. Buku-buku yang sekirannya menarik minat saya untuk dibaca, langsung saja saya beli, meskipun belum tentu juga saya baca. Tapi jika sudah ada bukunnya, setidaknya kemauan untuk membaca sudah ada.
Huh, menghela nafas sejenak sebelum cerita saya berlanjut mengenai menulis. Berkaitan dengan menulis, sudah bisa di tebak. Membaca yang hanya duduk sambil memegang buku saya, saya anggap menjadi sebuah beban dan paksaan, apalagi menulis yang membutuhkan proses berfikir untuk menghasilkan ide dan menuangkannya dalam sebuah tulisan. Saya tidak suka menulis karena selain tidak hobi, juga karena menulis itu membikin bingung dan stress. Yang saya kenal menulis itu adalah seperti kegiatan memindahkan catatan, mengarang, menulis tugas sekolah, dan sejenisnya, sehingga kesannya tak ada asyik-asyiknya. Ketertarikan saya dengan dunia menulis, juga berawal dari motivasi dan inspirasi tentang dunia menulis yang selalu Pak. Naim serukan. Sebagai seorang yang sangat hobi dengan dunia menulis, kelihatannya dengan menulis akan terasa indah segala sesuatunya. Selain karena motivasi dan cerita inspiratifnya berkaitan dengan menulis, juga karena konsistennya dalam menulis. Setiap hari catatannya membuat diri saya tergugah untuk ikut juga menulis.
Blog telah menjadi media favorit saya untuk menulis. Entah kenapa ada rasa kepuasan tersendiri saat saya bisa memposting tulisan yang telah saya buat. Pernah suatu ketika saya iseng dengan menulis di pencarian google dengan kata kunci yang sesuai dengan tulisan saya, dan saat itu munculah tulisan saya, rasanya senang sekali … semoga ada orang yang tertarik dan penasaran untuk membukannya sehingga bisa bermanfaat bagi mereka, he e e meskipun saya akui masih jauh dari tulisan yang sebenarnya. Meskipun kadang keraguan untuk memposting tulisan masih sering saya rasakan, tapi tak apalah, kan masih belajar, tidak merugikan orang lain juga…. Yang penting kan nulis.
Meskipun belajar membaca dan menulis baru saja saya mulai dari bangku kuliah, bukan persoalan. Yang terpenting ada kemauan untuk belajar, kirannya belum terlambat. Wise man mengakatakan bahwa tanpa belajar tak kan ada perubahan, tanpa perubahan berarti mati. Untuk itu, sebelum terlambat, saya harus belajar (membaca dan menulis).
Happy Writing on Wednesday Morning

     T. Agung, 22 Juli 2015



         


Catatan Ramadhan #24: Buka Bersama Temen-Temen SMA



Lama tidak bertemu, kangen rasanya. Akhirnya hari ini kita bisa berkumpul bersama. Dua hari sebelumnya, ada salah satu teman sekelas waktu SMA menginformasikan bahwa akan ada buka bersama untuk alumni SMA kelas IPA 3. Buka bersama ini di laksanakan pada malam terakhir bulan ramadhan atau saat malam takbiran, tepatnya tanggal 16 Juli. Setelah mengetahui info ini, tanpa berpikir panjang  langsung saja saya meng-iyakan ajakan teman tersebut, dan tidak lupa meminta ijin ke orang tua untuk ikut. Awalnya orang tua tidak memperbolehkan, karena selain tempatnya yang jauh, mereka juga kasihan kalau saya harus pulang malam sendirian. Sore, pada tanggal itu juga saudara saya mau datang ke rumah, ingin menunaikan sholat ied di desa, jadinya di rumah juga akan ada buka bersama keluarga. Setelah saya ngomong baik-baik, memberikan pengertian, akhirnya saya di perboleh kan untuk ikut.
            Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, kami mengadakan buka bersamanya di sekolah dengan memesan nasi kotak dan minum lalu di makan bersama-sama di kelas. Tapi kali ini, teman-teman untuk memutuskan buka bersamanya di salah satu dan satu-satunnya tempat yang strategis di kota panggul, yaitu Quick Chicken. Selain di situ tempatnya nyaman untuk berkumpul bersama, juga harganya yang pas sesuai dengan kantong.
Setelah mandi, memakai pakaian, dan semuanya lengkap. Oke, tinggal bersiap-siap untuk berangkat. Dari rumah pukul 4. 05 menit agar sampai di tempat waktunya bisa pas, mendekati waktu berbuka. Karena tempatnya yang cukup jauh dari rumah, membuat saya harus berangkat lebih awal. Setelah kami sampai di tempat acara, ternyata disana sudah ada beberapa teman saya yang sudah menunggu. Kemudian saya langsung menuju meja yang sudah dipesan. Teman-teman yang lain pun pada berdatangan, semuanya mengambil posisi duduknya masing-masing. Terhitung ada 17 orang yang ikut dalam acara ini, yang sebagian karena ada kesibukan yang lain sehingga tidak bisa ikut. 
Sambil menunggu waktu berbuka tiba, bermacam-macam cerita pun di lontarkan. Ada yang sudah mau di wisuda, ada yang punya pacar baru, ada yang sudah mau menikah, dan masih banyak lagi ceritannya. Bertemu teman-teman lama itu rasanya seneng sekali. Acara buka bersama ini telah menjadi ajang kita untuk bertemu dan bersilaturrahim dengan teman-teman.
Karena waktu bedug sudah hampir tiba, sang petugas pun segera menyiapkan hidangannya. Berdo’a lalu menyantap menu buka puasa hari ini. Yummy … kebersamaan selalu mengisahkan kesan yang berbeda, lebih eksotik pastinya. 
Selesai berbuka, kami semua saling berfoto untuk jadi kenang-kenangan. Selesai membayar makanan, kami berencana untuk pergi keluar bersama. Namun, karena rumah saya yang jauh, saya mengurungkan niat saya untuk pulang terlebih dahulu. Satu jam kemudian, setelah sampai di rumah langsung ganti pakaian, kemudian, saya menuju kamar untuk mengambil laptop dan menuliskan kejadian hari ini. Sungguh pengalaman yang seru. Buber kulaui dengan hati senang. Kenikmatan yang sangat besar bisa buber bersama teman-teman. Tahun depan buber apa lagi yap?
            
Terbis, 16 Juli 2015

Senin, 20 Juli 2015

Catatan Ramadhan #23: Kesempatan Emas yang Terlewatkan

          Sebagai seseorang yang mulai menggandrungi dunia literasi, maka jika ada sesuatu yang berhubungan dengan membaca dan menulis bagi saya itu adalah kesempatan emas, entah itu tentang buku, event, atau yang lain. Pagi-pagi sekali kemarin saya pergi ke Tulungagung, niat saya salah satunnya adalah untuk nge-post catatan-catatan ramadhan yang sudah beberapa hari belum saya masukkan ke blog. Selain membuka blog, kurang lengkap rasannya jika belum melihat kabar facebook saya yang sudah berminggu-minggu tidak saya buka. Tidak adannya akses internet di rumah membuat saya sangat rindu dengan aktifitas teman-teman di media sosial, terutama para teman-teman di media sosial yang aktif menge-post karyannya. Satu per satu notifikasi di dinding fb saya buka lalu saya baca. Ada yang special dari notifikasi fb saya tersebut, karena salah satunya memberitahukan bahwa Pak. Ngainun Naim menandai saya dalam statusnya. Beliau memberitahukan kepada kami (yang ditandai dalam statusnya) bahwa buku geliat literasi yang telah launching beberapa hari yang lalu akan di bedah di Trenggalek. Mulannya saya tidak tahu jika bedah buku ini sudah di laksanakan pada dua hari yang lalu, tepatnya pada hari minggu tanggal 12, sehingga saya sangat senang ketika mengetahui hal ini. Saya tidak sadar jika kegiatan ini sudah berlangsung. Tanpa pandang bulu, langsung saya SMS teman, saya minta untuk menemani ke Trenggalek,  tidak boleh terlewatkan kesempatan ini. 

Karena sudah beberapa hari tidak membaca statusnya Pak. Naim, maka saya membuka wall-nya untuk membaca catatan-catan dari beliau. Saya begitu kaget saat ada beberapa dari statusnya menggunggah foto kegiatan tersebut. Ternyata kesempatan emas ini sudah dilaksanakan pada dua hari yang lalu. Saat mengetahui hal ini, langsung saya batalkan janjian sama teman saya. Sangat kecewa saya melewatkan kegiatan ini. Sangat berharap, di lain waktu kesempatan emas ini bisa hadir lagi, dan saya bisa mengikutinya.

Panggul, 15 Juli 2014

Catatan Ramadhan #22: Islam, Iman, & Ihsan



            Dalam rangka menyambut lailatul qodar, setelah sholat tarawih, kami diminta untuk tidak pulang terlebih dahulu karena akan ada siraman rohani. Malam ini, masjid tempat kami sholat tarawih di datangi oleh Kyai. Mansur, pengasuh salah satu pondok pesantren di kota panggul. Setiap bulan ramadhan, menjadi kegiatan rutin beliau untuk menyampaikan tausiahnya dari satu masjid ke masjid yang lain. Beliau namai kegiatan ini sebagai safari ramadhan. Sangat bermanfa’at sekali bagi kami karena ngaji bersama beliau bisa menambah pengetahuan tentang agama.
            Saya sangat menyesal karena tidak membawa kertas dan pena untuk mencatat hal-hal yang beliau sampaikan, padahal banyak sekali yang beliau sampaikan saat itu. Hanya ada sedikit poin saja yang masih saya ingat. Agar poin yang saya ingat itu tidak keburu hilang, langsung saja setelah pulang sholat tarawih, saya buka laptop saya untuk segera memindahkannya dari ingatan.
            Yang paling menancap dalam ingatan saya ketika beliau menyampaikan tentang “ Islam, Iman, dan Ihsan”. Tidak begitu muluk-muluk beliau dalam menyampaikan dakwahnya, sehingga semua jama’ah bisa memahami dengan mudah, cukup di jelaskan sedikit dan disertai dengan contoh-contoh yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
            Antara Islam, Iman, dan Ihsan itu ternyata memiliki keterkaitan, ketigannya adalah hal dasar yang harus di lakukan setiap umat muslim. Yang pertama adalah Islam. Kita di lahirkan dari keluarga Islam, sehingga secara otomatis Islam sudah melekat dalam diri kita sejak kecil (Fitratul Islam). Yang kedua adalah iman. Belum sempurna predikat islam kita, jika kita tidak punya iman. Berbicara tentang iman, berarti kta harus menjalankan perintah Allah dan meninggalkan segala laranganya. Untuk memahamkan para jama’ah tentang iman ini,  contoh-contoh sederhana  yang di berikan, seperti saat adzan sholat Jum’at berkumandang, maka bagi mareka, khususnya kaum adam yang ber-iman akan meninggalkan segala aktivitasnya untuk bersiap menunaikan sholat Jum’at. Begitu juga saat adzan sholat fardhu berkumandang, sesegera mungkin kita di anjurkan untuk segera pergi ke masjid dan menunaikan sholat, begitu juga dalam menjalankan kewajiban-kewajiban yang lain. Kalau kita bisa melakukannya berarti selain memiliki predikat orang islam, kita juga menyandang orang yang ber-iman. Dan ternyata tidak hanya Islam, dan iman saja, tanpa Ihsan ibadah kita masih belum sempurna, sehingga antara Islam, Iman, dan Ihsan ini satu kesatuan yang salah satunnya tidak bisa di pisahkan. Ihsan ini berkaitan dengan kekhusukan kita dalam beribadah kepada Allah.  Tak jarang saat kita menjalankan sholat (misalnya), seringkali memikirkan hal yang macam-macam di kala sholat, sehingga membuat tidak sempurnannya ibadah kita. Jika belum bisa menghadirkan Allah di setiap ibadah kita, setidaknya kita bisa merasakan bahwa saat beribadah itu, kita sedang dilihat oleh Allah, sedang berkomunikasi dengan Allah, sehingga ketidak khusukan bisa diminimalisir.
Sebanarnya masih banyak pembahasan lain yang disampaikan. Karena tidak di catat, jadinya hanya ingat segelintir saja.

Panggul, 14 Juli 2015

UJIAN KESABARAN: RESEP SEMBUH PENDERITA HIPERTIROID

Oleh: Eka Sutarmi Periksa rutin ke dokter saya lakoni sejak saya mengetahui penyakit tiroid yang menyerang organ tubuh saya. Tepatnya 6 Ju...