Senin, 13 Juli 2015

Catatan Ramadhan #17: Memaknai Membaca-1 (Quote This Night)



             Buku inspiratif ini sering saya baca ketika istirahat sambil menunggu waktu sholat tarawih. Ada beberapa point yang saya garis bawahi ketika membaca bab awal dari buku the power of reading. Di bagian potret buram membaca yakni membahas tentang budaya baca yang masih rendah dibalik pentingnya membaca, sehingga menimbulkan berbagai macam persoalan. 

1.       Lewat membaca, disadari atau tidak, orang dapat meningkatkan mutu kualitas hidupnya. (Pg. 1)
2.       Hernowo, dalam bukunya menyerukan kepada semua orang agar dalam kondisi bagaimana pun, sebagai pembaca yang baik, selalu menyempatkan diri untuk membaca. Membaca seharusnya menjadi bagian yang sudah sedemikian lekat dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Membaca tidak harus dalam waktu yang lama. Lima menit pun jika mampu dimanfa’atkan untuk membaca sudah memberikan manfa’at yang nyata. Apalagi jika membaca itu dilakukan secara rutin setiap hari. (Pg 2-3)
3.       Membaca bukan sekedar aktivitas menelusuri deretan huruf yang tercetak rapi di atas kertas saja, tetapi lebih dari itu, membaca sesusungguhnya juga dapat dijadikan sebagai salah satu tolok ukur yang menentukan kualitas dan kemajuan hidup. (Pg. 3)
4.       Membaca dapat dijadikan sebagai titik pijak untuk meraih hidup yang lebih bermutu (Pg. 3)
5.       Kalau anda ingin maju, syarat mendasarnya memang harus membaca, terutama membaca buku-buku yang bermutu, akan menjadi “amunisi” penting untuk membangun dan mengembangkan berbagai potensi dalam diri. (Pg. 3)
6.       Membaca juga akan memperkaya jiwa dan memberikan kepada kita kekayaan kata-kata. (Pg. 3)
7.       Menetahui manfa’at membaca saja tidak cukup. Dibutuhkan kesadaran dan kemauan yang keras untuk mewujudkan membaca sebagai sebuah aktivitas rutin. (Pg. 3)
8.       Persoalan yang selalu mengemuka berkaitan dengan rendahnya minat membaca masyarakat Indonesia adalah persoalan bagaimana minat membaca dapat ditumbuhkembangkan secara lebih luas kepada masyarakat. Minat membaca bukan hanya berkaitan dengan harapan dan kampanye, tetapi bagaimana membaca dapat tumbuh menjadi budaya yang mengakar kuat. (Pg. 5)
9.       Idealnya, siapapun orangnya, apaupn profesinnya memiliki tradisi membaca. Tidak peduli apakah itu pejabat, pekerja, wiraswasta, ibu rumah tangga, pelajar, mahasiswa, dan semua profesi lainnya seyognyanya berkontribusi positif untuk membangun budaya membaca. (Pg. 6)
10. Guru memiliki budaya baca rendah àGuru semacam ini tentu tidak akan mampu memberikan wawasan luas dan mendalam kepada muridnya. Selain itu, guru senacam ini juga tidak mungkin menginspirasi dan mencarehkan. Apa yang disampaikan adalah hal-hal yang standard normative. Oleh karena itu, guru yang baik akan terus membaca untuk memperbarui dan menambah wawasan dan pengetahuannya. (Pg. 7)
11. Dosen memiliki budaya baca rendah à Nurudin ( Dunia dosen adalah dunia yang berkubang dengan ilmu. Maka, dalam aktivitasnya, ia tidak akan lepas dari ilmu yang digelutinnya untk diajarkan kepada mahasiswa. Karena ilmu pengetahuan terus berubah setiap waktu, mengakses informasi baru tidak bisa di hindarkan. Itulah sebabnya, membaca buku wajib hukumnya bagi dosen. (Pg. 7)
12. Dosen memiliki budaya baca rendah à rendahnya karya tulis yang dihasilkan yang merupakan akumulasi wawasan dan pengetahuannya yang disebarkan kapada para mahasiswa. (Pg. 7)
13. Mahasiswa à Jika berkaitan dengan aktivitas membaca, banyak yang menghindarinya. Sekolah atau kuliah hanya diisi dengan aktivitas mengikuti pelajaran dan mengerjakan tugas. Sementara membaca dalam dalam maknanya yang luas jarang dilakukan. Mereka lebih suka  menghabiskan uangnya untuk memenuhi gaya hidup. (Pg. 8)
14. Persoalan minat membaca hanya bisa diselesaikan dengan membangun berbagai sarana dan usaha yang dapat semakin mendorong tumbuhnya budaya membaca secara subur. Persoalan minat membaca tidak bisa berubah jika hanya menjadi wacana dan perdebatan di kalangan para pemerhati dunia membaca-menulis semata, sementara bagaimana usaha intensif untuk membangun budaya baru ini kurang memperoleh perhatian yang memadai. (Pg. 9)
15. Penulis mengutip bukunya Suherman, Membacalah! Menghidupkan Kembali Semangat Membaca Para Mahaguru Peradaban (2010) yang menyatakan bahwa ada 3 faktor yang menjadi penyebab rendah atau tidak adannya minat baca.
·        Pertama, Determinisme genetis (Tidak senang membaca karena kondisi warisan dari orang tua yang memang mereka tidak mewarisi kecintaannya pada membaca)
·        Pertama, Determinisme psikis (Tidak senang membaca karena memang sejak kecil dibesarkan oleh oleh orang tua yang tidak pernah mendekatkan dirinnya pada bacaan. Pengasuhan dan pengalaman masa kanak-kanaknya pada dasarnya membentuk kecenderungan pribadi dan susunan karakter)
·        Pertama, Determinisme lingkungan (Tidak senang membaca karena  memang atasan atau bawahan, teman, guru tidak senang membaca. Seseorang atau sesuatu yang ada di lingkungan bertanggungjawabatas tidak adannya minat membaca pada diri seseorang)  (Pg. 10)
16. Dengan dukungan tradisi membaca yang kokoh, kualitas pekerjaan yang dijalankan akan menjadi lebih bermutu dan berkkualitas (Pg. 11)
17. Kunci penting yang mendasari kemajuan adalah budaya membaca. Kata Joseph Brodsky bahwa ada beberapa kejahatan yang lebih daripada membakar buku. Salah satunnya adalah tidak membaca buku. (Pg. 11)
18. Ada beberapa hal yang mendasari akan pentingnya membaca buku: Pertama, arus globalisasi; kedua, jumlah buku yang berkembang pesat (akan mubadzir jika buku yang terus-menerus terbit setiap waktu jika tidak di baca dengan baik); ketiga, internet; keempat, koran. (Pg 11-12)
19. Pendapat Suherman, “Tragedi kemiskinan dan kemelut pendidikan di Indonesia sekarang ini di sebabkan karena rendahnya kesadaran dan minat membaca. PENDIDIKAN TANPA MEMBACA BAGAIKAN RAGA TANPA RUH.” (Pg. 13)
20. Ulama besar Ibn Jauzi yang menggilai membaca: “Jalan kesempurnaan dalam menuntut ilmu ialah suka menelaah kitab-kitab yang sarat dengan ilmu.” (Aku ingin memeberitahukan tentang keadaanku sendiri bahwa aku tidak merasa kenyang untuk membaca kitab. Setiap kali melihat sebuah kitab yang belum pernah aku lihat, aku seakan-akan berada di sebuah gudang penyimpanan harta. Selama menuntut ilmu, aku telah membaca kitab sebanyak dua puluh ribu jilid. Dengan rajin membaca kitab, aku bisa mengetahui sejarah para ulama salaf, cita-cita mereka yang tinggi, hafalan mereka yang luar biasa, ketekunan ibadah mereka, dan ilmu-ilmu mereka yang aneh-aneh. Semua itu jelas tidak diketahui oleh orang yang malas membaca). (Pg. 13-14)
21. Budaya membaca juga memiliki implikasi sosial yang lebih luas. Rasa tanggung jawab. disiplin, dan sikap-sikap kemajuan selalu mewarnai perilaku masyarakat yang tradisi membacannya tumbuh dengan kuat, sebab membaca sesungguhnya memiliki relasi timbal balik dengan karakteristik dan perilaku masyarakat. Membaca yang telah tumbuh dan mendarahdaging akan menjadikan seseorang sebagai insan yang sarat dengan nila-nilai dan mentalitas positif. (Pg. 15)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

UJIAN KESABARAN: RESEP SEMBUH PENDERITA HIPERTIROID

Oleh: Eka Sutarmi Periksa rutin ke dokter saya lakoni sejak saya mengetahui penyakit tiroid yang menyerang organ tubuh saya. Tepatnya 6 Ju...