Buku
inspiratif ini sering saya baca ketika istirahat sambil menunggu waktu sholat
tarawih. Ada beberapa point yang saya garis bawahi ketika membaca bab awal dari
buku the power of reading. Di bagian potret buram membaca yakni membahas
tentang budaya baca yang masih rendah dibalik pentingnya membaca, sehingga
menimbulkan berbagai macam persoalan.
1. Lewat membaca, disadari atau
tidak, orang dapat meningkatkan mutu kualitas hidupnya. (Pg. 1)
2. Hernowo, dalam bukunya
menyerukan kepada semua orang agar dalam kondisi bagaimana pun, sebagai pembaca
yang baik, selalu menyempatkan diri untuk membaca. Membaca seharusnya menjadi
bagian yang sudah sedemikian lekat dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan
sehari-hari. Membaca tidak harus dalam waktu yang lama. Lima menit pun jika
mampu dimanfa’atkan untuk membaca sudah memberikan manfa’at yang nyata. Apalagi
jika membaca itu dilakukan secara rutin setiap hari. (Pg 2-3)
3. Membaca bukan sekedar
aktivitas menelusuri deretan huruf yang tercetak rapi di atas kertas saja,
tetapi lebih dari itu, membaca sesusungguhnya juga dapat dijadikan sebagai
salah satu tolok ukur yang menentukan kualitas dan kemajuan hidup. (Pg. 3)
4. Membaca dapat dijadikan
sebagai titik pijak untuk meraih hidup yang lebih bermutu (Pg. 3)
5. Kalau anda ingin
maju, syarat mendasarnya memang harus membaca, terutama membaca buku-buku yang
bermutu, akan menjadi “amunisi” penting untuk membangun dan mengembangkan
berbagai potensi dalam diri. (Pg. 3)
6. Membaca juga akan memperkaya
jiwa dan memberikan kepada kita kekayaan kata-kata. (Pg. 3)
7. Menetahui manfa’at membaca
saja tidak cukup. Dibutuhkan kesadaran dan kemauan yang keras untuk mewujudkan
membaca sebagai sebuah aktivitas rutin. (Pg. 3)
8. Persoalan yang selalu
mengemuka berkaitan dengan rendahnya minat membaca masyarakat Indonesia adalah
persoalan bagaimana minat membaca dapat ditumbuhkembangkan secara lebih luas
kepada masyarakat. Minat membaca bukan hanya berkaitan dengan harapan dan
kampanye, tetapi bagaimana membaca dapat tumbuh menjadi budaya yang mengakar
kuat. (Pg. 5)
9. Idealnya, siapapun orangnya,
apaupn profesinnya memiliki tradisi membaca. Tidak peduli apakah itu pejabat,
pekerja, wiraswasta, ibu rumah tangga, pelajar, mahasiswa, dan semua profesi
lainnya seyognyanya berkontribusi positif untuk membangun budaya membaca. (Pg.
6)
10. Guru memiliki budaya baca
rendah àGuru semacam ini tentu tidak
akan mampu memberikan wawasan luas dan mendalam kepada muridnya. Selain itu,
guru senacam ini juga tidak mungkin menginspirasi dan mencarehkan. Apa yang
disampaikan adalah hal-hal yang standard normative. Oleh karena itu, guru yang
baik akan terus membaca untuk memperbarui dan menambah wawasan dan
pengetahuannya. (Pg. 7)
11. Dosen memiliki budaya baca
rendah à Nurudin ( Dunia dosen adalah
dunia yang berkubang dengan ilmu. Maka, dalam aktivitasnya, ia tidak akan lepas
dari ilmu yang digelutinnya untk diajarkan kepada mahasiswa. Karena ilmu
pengetahuan terus berubah setiap waktu, mengakses informasi baru tidak bisa di
hindarkan. Itulah sebabnya, membaca buku wajib hukumnya bagi dosen. (Pg. 7)
12. Dosen memiliki budaya baca
rendah à rendahnya karya tulis yang
dihasilkan yang merupakan akumulasi wawasan dan pengetahuannya yang disebarkan
kapada para mahasiswa. (Pg. 7)
13. Mahasiswa à Jika berkaitan dengan
aktivitas membaca, banyak yang menghindarinya. Sekolah atau kuliah hanya diisi
dengan aktivitas mengikuti pelajaran dan mengerjakan tugas. Sementara membaca
dalam dalam maknanya yang luas jarang dilakukan. Mereka lebih suka menghabiskan uangnya untuk memenuhi gaya
hidup. (Pg. 8)
14. Persoalan minat membaca hanya
bisa diselesaikan dengan membangun berbagai sarana dan usaha yang dapat semakin
mendorong tumbuhnya budaya membaca secara subur. Persoalan minat membaca tidak
bisa berubah jika hanya menjadi wacana dan perdebatan di kalangan para
pemerhati dunia membaca-menulis semata, sementara bagaimana usaha intensif
untuk membangun budaya baru ini kurang memperoleh perhatian yang memadai. (Pg.
9)
15. Penulis mengutip bukunya
Suherman, Membacalah! Menghidupkan Kembali Semangat Membaca Para Mahaguru
Peradaban (2010) yang menyatakan bahwa ada 3 faktor yang menjadi penyebab
rendah atau tidak adannya minat baca.
·
Pertama, Determinisme genetis (Tidak
senang membaca karena kondisi warisan dari orang tua yang memang mereka tidak
mewarisi kecintaannya pada membaca)
·
Pertama, Determinisme psikis (Tidak
senang membaca karena memang sejak kecil dibesarkan oleh oleh orang tua yang
tidak pernah mendekatkan dirinnya pada bacaan. Pengasuhan dan pengalaman masa
kanak-kanaknya pada dasarnya membentuk kecenderungan pribadi dan susunan
karakter)
·
Pertama, Determinisme lingkungan (Tidak
senang membaca karena memang atasan atau
bawahan, teman, guru tidak senang membaca. Seseorang atau sesuatu yang ada di
lingkungan bertanggungjawabatas tidak adannya minat membaca pada diri
seseorang) (Pg. 10)
16. Dengan dukungan tradisi
membaca yang kokoh, kualitas pekerjaan yang dijalankan akan menjadi lebih
bermutu dan berkkualitas (Pg. 11)
17. Kunci penting yang mendasari
kemajuan adalah budaya membaca. Kata Joseph Brodsky bahwa ada beberapa
kejahatan yang lebih daripada membakar buku. Salah satunnya adalah tidak
membaca buku. (Pg. 11)
18. Ada beberapa hal yang
mendasari akan pentingnya membaca buku: Pertama, arus globalisasi; kedua,
jumlah buku yang berkembang pesat (akan mubadzir jika buku yang terus-menerus
terbit setiap waktu jika tidak di baca dengan baik); ketiga, internet; keempat,
koran. (Pg 11-12)
19. Pendapat Suherman, “Tragedi
kemiskinan dan kemelut pendidikan di Indonesia sekarang ini di sebabkan karena
rendahnya kesadaran dan minat membaca. PENDIDIKAN TANPA MEMBACA BAGAIKAN RAGA
TANPA RUH.” (Pg. 13)
20. Ulama besar Ibn Jauzi yang
menggilai membaca: “Jalan kesempurnaan dalam menuntut ilmu ialah suka menelaah
kitab-kitab yang sarat dengan ilmu.” (Aku ingin memeberitahukan tentang
keadaanku sendiri bahwa aku tidak merasa kenyang untuk membaca kitab. Setiap
kali melihat sebuah kitab yang belum pernah aku lihat, aku seakan-akan berada
di sebuah gudang penyimpanan harta. Selama menuntut ilmu, aku telah membaca
kitab sebanyak dua puluh ribu jilid. Dengan rajin membaca kitab, aku bisa
mengetahui sejarah para ulama salaf, cita-cita mereka yang tinggi, hafalan
mereka yang luar biasa, ketekunan ibadah mereka, dan ilmu-ilmu mereka yang
aneh-aneh. Semua itu jelas tidak diketahui oleh orang yang malas membaca). (Pg.
13-14)
21. Budaya membaca juga memiliki
implikasi sosial yang lebih luas. Rasa tanggung jawab. disiplin, dan
sikap-sikap kemajuan selalu mewarnai perilaku masyarakat yang tradisi
membacannya tumbuh dengan kuat, sebab membaca sesungguhnya memiliki relasi
timbal balik dengan karakteristik dan perilaku masyarakat. Membaca yang telah
tumbuh dan mendarahdaging akan menjadikan seseorang sebagai insan yang sarat
dengan nila-nilai dan mentalitas positif. (Pg. 15)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar