Sebagai seseorang yang masih berlatih untuk menulis,
saya begitu senang jika saya bisa menuliskan apa-apa yang telah mampir dalam
benak saya. Entahlah tulisan yang bagaimana itu . Saya belum terlalu peduli
bagaimana dengan kualitas tulisan yang telah saya tulis, berbobot atau tidak,
yang terpenting saya menulis. Konon menulis apapun itu diperbolehkan. Menulis
apa saja bisa menjadi sarana untuk belajar menulis.
Coba kita simak ungkapan yang saya ambil dari buku
The Power of Writing karya Pak. Ngainun Naim.
“Salah satu syarat
menulis adalah memiliki kemauan untuk terus menulis. Ya,
menulis tentang apa saja, dimana saja, kapan saja, dan tidak boleh patah
semangat. Jangan pedulikan soal kualitas, karena kualitas akan meningkat
seiring dengan seringnya menulis.” Kata-kata seperti ini selalu memberikan energi
tersendiri dalam diri saya untuk terus dan terus berlatih menulis, tanpa harus
kawatir dengan kualitas tulisan saya.
Tulisan saya masih jauh dari kata baik,
sehingga seringkali saya merasa tidak PD dengan ide yang akan saya tuliskan.
Ide-ide kecil yang muncul kadang saya abaikan karena saya pikir ide tersebut
tidaklah pantas untuk saya tulis.
”Menulislah setiap hari,
dan buktikan apa yang terjadi”. Saya yakin pernyataan tersebut
tidak asing bagi para penulis. Pernyataan ini sepertinya lahir dari seseorang yang sangat produktif
menulis sekaligus guru ngeblog, yaitu Bapak. Wijaya Kusuma dengan sapaan
akrabnya Om. Jay. Saya juga belum tahu betul siapa beliau ini, hanya
mengetahuinya dari facebook dan juga sering mengkuti blog yang dikelolanya.
Saya terinspirasi betul dengan pernyataan yang lahir dari seorang penulis mahir
ini. Dibalik menulis, ada keajaiban yang tersimpan, dengan syarat harus menulis
setiap hari. Berarti untuk menjemput keajaiban itu, terlebih dahulu saya harus
mampu untuk menulis setiap hari. Motivasi-motivasi sejenis ini-lah yang membuatku
ingin terus menulis.
Benih literasi saya
tumbuh belum lama ini. Sebelum itu menulis hanyalah sebuah beban yang menjadikan saya enggan untuk melakukannya,
kecuali jika terpaksa ada tugas sekolah. Menulis sama sekali tidak pernah
menjadi hobi saya, tapi pada 12 Maret 2015 saya telah menobatkan menulis itu
sebagai hobi saya, thuk thuk thuk (ketok palu), baca: Hobiku.
Berkat seorang dosen saya, Pak. Ngainun Naim yang
selalu menyelipkan virus literasinya setiap mengajar, saya sedikit demi sedikit
mau belajar menulis. Cerita tentang literasi yang beliau sampaikan selalu
menarik, yang akhirnya saya termotivasi untuk mengikuti apa yang telah beliau sampaikan.
Salah satunya agar selalu konsisten untuk membaca dan menulis.
Jika membaca header di blog saya, mungkin
terkesan bombastis, “Melestarikan Budaya Menulis”. Memangnya saya sudah mampu melakukan hal itu?, saya masih belajar dan
berlatih untuk menuju kesitu. Header dalam blog saya itu saya peroleh dari
beliau juga. Suatu hari Pak. Ngainun Naim menyampaikan menjelaskan tentang
pentingnya komunikasi tertulis dari sebuah tema mata kuliah yang diampunya,
yaitu komunikasi pendidikan.
Saat ini rang-orang yang menggeluti dunia tulis-menulis minim
sekali, jadi kita semua diajak melestarikan budaya yang sangat urgent ini agar
kebiasaan baik tumbuh dalam diri kita. Dari sinilah header
blog ku “Melestarikan Budaya Menulis” muncul, dengan harapan saya bisa
membiasakan diri saya untuk menulis dengan media blog sederhana ini. Tulisan
yang ada di blog-ku juga bermula waktu itu juga. Beliau menganjurkan kepada
kami untuk membuat blog dan mengisinya secara rutin. Selengkapnya tentang cerita nge-blog saya bisa dibaca: Secuil Kisahku di Dunia Blogging.
Belajar menulis
sungguh asyik…kalau belum tahu, silahkan mencobanya ya? Saya sudah merasakan asyiknya menulis lho. Untuk membuat diri saya
mau menggerakkan jari saya untuk menulis memang masih perlu dipaksa dan juga dilandasi
dengan niat, tetapi saat ide saya bisa tertuangkan kedalam tulisan rasanya
ploong. Seperti halnya kita terbebaskan dari beban yang begitu berat yang telah
mengganggu.
Jika ide sedang muncul, inginya cepat-cepat menuliskannya, bahkan
tidak tenang melakukan kegiatan yang lain kalau ide belum berhasil dituliskan. Makan
ingat menulis, mengajar ingat menulis, bahkan kadang-kadang sholat ingat
menulis juga, wkwkwk. Inilah keasyikan yang sudah saya rasakan.
Yaaa…Sebatas itu
saya belajar menulis, menuangkan ide-ide yang mampir dalam benakku, kadang menuliskan
apa yang telah saya baca, apa yang telah saya lihat, saya dengarkan, saya
pikirkan, dan juga saya alami.
Tidak selalu ide dalam
pikiran saya mengalir deras menjadi sebuah tulisan, karena kadang antara otak
dan gerakan jemari ini tidak sinkron saat menulis, sudah ada ide, tetapi masih
juga bingung dengan apa yang mau dituliskan. Sebenarnya menulis setiap hari itu
benar-benar ada manfa’atnya untuk terapi orang yang sedang belajar menulis,
bisa dengan tanggap menangkap ide yang sliweran. Selain itu juga bisa merasakan
kenikmatan menulis, ingin menulis lagi dan lagi.
Istiqomah untuk terus
menulis begitu sulit saya lakukan. Pernah saya menarget diri saya untuk terus
menulis dalam jangka waktu tertentu, tapi gagal juga di tengah jalan. Malas
masih saja menggangguku. Kalau sudah sehari malas menulis, sangat mudah saya
larut dalam kemalasan.
Malas menulis berarti saya malas untuk berpikir dan
tidak mau berusaha untuk menulis. Enak juga tidak menulis, tidak pernuh
berpikir, lalu melakukan aktivitas lain selain menulis. Tapi saya berusaha
untuk menghindarkan diri saya larut dalam nikmat kemalasan yang berkepanjangan.
Berlatih menulis harus saya dibiasakan, akan lebih baik jika saya bisa belajar
menulis setiap hari. Jangan sampai malas menulis berkelanjutan, bisa berbahaya,
he e e.
Ide inilah yang saat
ini mampir dalam benak saya, sesegera saya tuliskan agar tidak keburu hilang.
Semoga dengan menuliskan ide ini, bisa memberikan nasehat kepada diri saya khususnya
untuk bisa belajar menulis secara istiqomah. Bisa karena terbiasa. Saya akan
bisa menulis dengan baik jika saya sudah membiasakan diri untuk menulis.
Bismillah.
Kepada Bapak. Ngainun Naim, saya begitu terima kasih karena telah memberikan benih literasi dan juga motivasi-motivasinya terkait dunia literasi, baik di kelas, lewat buku, status di FB, dan juga lewat catatan yang Bapak tulis di blog.
Songkhla, South
Thailand
07-01-15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar