Kegiatan saya
malam minggu ini adalah menghadiri Haflah akhirussanah di Madrasah diniah miftahul
huda yang letaknya tidak jauh dari tempat saya tinggal. Kegiatan ini
dilaksanakan secara rutin setiap tahunnya sebagai bentuk pelepasan atau wisuda
para santri yang sudah selesai belajar di madrasah tersebut. Setiap madrasah
atau pondok pesantren saya yakin kegiatan ini juga biasa dilakukan setiap
tahunnya, jadi kemungkinan besar sudah banyak orang yang tahu tentang acara
seperti ini. Hmm, tidak susprise donk berarti tulisan saya kali ini. Meskipun
sepertinnya biasa, tapi dengan direkam
menjadi sebuah tulisan maka berharap
bisa menjadi lebih dari biasa atau mungkin malah luar biasa, he e.
Setiap tahunnya
kegiatan Haflah Akhirussanah dilaksanakan menjelang bulan ramadhan setelah
sebelumnya anak-anak melaksanakan tamrinan atau ujian pada tanggal 17-23 Mei.
Karena pelaksanaannya Haflah ini bertepatan pada saat menjelang Bulan ramadhan,
maka kami bersepakat untuk menambahkan acara “megengan” atau mengagungkan
datangnya bulan Ramadhan. Jadi temannya acara kami malam ini yaitu Megengan
Massal dan Haflah Akhirussanah Madrasah Miftahul Huda. Alkhamdulillah semua
rangkaian acarannya berjalan dengan lancar.
Acara malam ini
dibuka dengan rangkaian pra-acara, mulai penampilan sholawat, menghafal nadhom,
qosidah, pidato, hafalan yasin, tahlil qosor, dan yang terakhir yaitu pelepasan
para wisudawan-wisudawati yang diikuti dengan pemberian pengahargaan kepada 3
santri berprestasi. Untuk mengisi rangkaian kegiatan di pra-acara ini
sebenarnya ada satu penampilan lagi yang masih kurang, yaitu pembacaan Asma’ul
Husna. Saya sangat menyesal sekali mereka tidak jadi tampil.
Ceritannya panjang, Sudah dari jauh hari sebenarnya acara ini direncanakan karena sudah menjadi program kerja
kami selama satu tahun. Setelah waktu semakin dekat, kepanitiaan untuk acara
ini di bentuk, masing-masing dari kami sudah punya job masing-masing. Sedangkan
saya kebagian job untuk menyusun kegiatan di pengisi pra-acara, apa yang harus
di pentaskan. Dua usulan saya diterima yaitu hafalan nadhom dan asma’ul husna.
Pikir saya pasti nanti akan berkesan jika anak-anak yang masih kecil bisa hafal
dan tampil di acara itu. Karena saya yang punya usul, segala persiapan diserahkan
pada saya. Tidak apa-apa, saya mengiyakannya karena masih punya waktu yang
cukup lama untuk latihan. Masih ada waktu juga untuk saya hafalan, he e, karena
saya juga belum hafal betul. Semakin kesini saya semakin tidak yakin bisa
melakunnya, karena dibarengi dengan tugas kuliah yang menumpuk, fainal project,
ujian, dan lain-lain. Saya tidak maksimal melatih mereka. Yang menghafal nadhom
minta bantuan ke teman untuk mempersiapkannya, alkhamdulillah mau. Saya tinggal
mempersiapkan yang Asma’ul Husna saja. Mulannya saya antusias, untuk
mepersiapkan yang satu ini, tapi pada akhirnya tetep saja tdak bisa maksimal.
Hanya beberapa kali saja sempat latihan. Sehingga daripada hasilnya tidak bisa
sesuai harapan, sayapun mundur secara halus. Jika saja saya melatih mereka dengan
maksimal, pasti mereka senang bisa tampil mengisi acara juga. Agak kecewa, sayang
sekali.
Setelah pra-acara selesai, kemudian beranjut ke acara inti yaitu
pembacaan ayat Al-Qur’a,n, sambutan dan mauidhoh hasanah. Oh, iya sebelum itu,
karena juga bersamaan dengan acara megengan masal, jadi kami semua termasuk
para tamu yang hadir dibagikan nasi kotak dan dimakan bersama-sama. Setelah
selesai, rangkaian acara demi acara inti berlanjut hingga memasuki acara yang
kita tunggu-tunggu yaitu mauidhoh hasanah. Penceramahya yaitu KH. Widodo dari
Kediri. Sebelum menyampaikan ceramahnya, beliau berpesan jika kami tidak boleh
bubar terlebih dahulu sebelum ditutup dengan do’a. Dimulai dari jam 10 dan
berakhir jam 12 malam, para tamu undangan juga anak-anak begitu antusias mendengarkan
ceramah dari beliau. Topik yang beliau sampaikan sederhana, mudah dipahami oleh
anak-anak juga orang tua, dan itu sangat penting. Dalam penyampaiannya juga
diselingi dengan lelucon, sehingga mampu
menghidupkan suasana di waktu yang sudah menjelang larut malam. Anak-anak pun
sangat antusias terlihat dalam mendengarkan ceramahnya.
Karena kesempatan ini juga akan saya jadikan ide menulis, jadi
rasannya tidak lengkap jika sambil mendengarkan ceramah, tidak membawa tempat
coret-coret. Selembar kertas dan pensil saya bawa, tapi karena saya tengok
kanan kiri saya, mereka cuman mendengarkan tidak sambil coret-coret sayapun
enggan melakukannya, entah kenapa. Jadi apa yang sekirannya penting, saya ketik
di hp. Beberapa hari saya tidak menulis karena akhir-akhir ini waktu menulis
sering kecolongan untuk fokus di final project dan UAS, dan rasannya kesempatan
ini menjadi sangat berharga bagi saya karena ide sudah ada tinggal
mengembangkan saja, tidak perlu berpikir untuk menuangkan ide tentang apa yang
harus saya tuliskan.
Dalam ceramahnya beliau, KH. widodo menyampaikan akan pentingnya
pendidikan agama bagi anak. Memasukkan anak ke madrasah ini menjadi penting
untuk mendidik mereka menjadi anak yang
ta’at pada agama. Beliau juga menyampaikan tentang golongan manusia berdasarkan
keta’atan kita pada Allah, yaitu muttaqin, munafiqqin, dan kafirrin. Untuk
menjadi golongan yang pertama ternyata banyak sekali hal yang sederhana yang
masih perlu diperbaiki. Pertama berbakti kapada kedua orang tua, masih banyak
dari kita yang belum mampu bertutur kata bagus kepada orang tua atau (boso). Beliau
memberikan contoh yang bisa dijadikan refleksi, kepada penjual pentol cilot
atau penjual sayur saja bahasa yang digunakan begitu halus, tapi bagaimana saat
berbicara dengan orang tua, apa bahasa yang kita gunakan sehalus dan sebagus
saat berbicara dengan penjual pentol cilot atau penjual sayur keliling (ethek).
Persoalan yang kedua tentang kepekaan terhadap waktu sholat 5 lima waktu.
Seringkali kita mengabaikan ketika adzan berkumandang, tidak langsung segera
menjalankan sholat. Aktifitas-aktifitas yang lain pun sering membuat kita
mengabaikan jika waktu sholat telah tiba, seperti menonton TV, facebookan, dan
lain-lain. Perlu kirannya kita memperbaikinnya agar bisa masuk golongan
orang-orang yang bertaqwa. Yang ketiga makmum sholat jama’ah yang semakin hari
semakin sedikit. Sudah melakukan pujian hingga setengah jam, belum juga ada
makmum yang datang. Begitulah gambaran yang disampaikan. Yang terakhir yaitu
ajaran agama yang semakin kesini semakin diabaikan, contohnya yaitu antusias
orang tua ketika anaknya tidak bisa matematika, bahasa inggris, fisika, kimia,
dll , berapapun biaya yang dikeluarkan kirannya akan oke oke saja, tapi giliran
anaknya belum bisa mengaji dicuekin, saat anaknya ikut madrasah dan harus
membayar jariyah yang bisa terbilang murah malah sayang. Itulah setidaknya yang
minimal perlu kita pebaiki terlebih dahulu agar bisa menjadi golongan muttaqin.
Sebenarnya banyak sekali petuah-petuah yang beliau sampaikan, tapi hanya ini
saja yang sempat terekam. Semoga bisa bermanfa’at.
Kesempatan kali ini mungkin akan menjadi kali terakhir saya
mengabdikan diri saya di madrasah tersebut. Menginjak semester tua, kirannya setelah
hari raya nanti untuk melanjutkan lagi membuat saya harus berfikir dua kali. Banyak
sekali pelajaran dan pengalaman yang telah dapatkan selama saya mengabdikan
diri saya di tempat itu, barokallah.
Spirit minggu pagi,,
T. Agung, 7-6-2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar