Senin, 05 September 2016

KEBUNKU

“Lihat kebunku penuh dengan bunga
ada yang putih dan ada yang merah,
setiap hari kusiram semua,
Mawar, Melati semuanya indah."

Lirik lagu masa kecil berjudul lihat kebunku yang diciptakan oleh Ibu Sud sepertinya cukup jelas untuk menggambarkan suasana sebuah kebun, yang mana penuh dengan bunga warna-warni. Sepertinya banyak yang setuju akan hal itu. Memang kalau diartikan secara istilahi kebun bermakna seperti itu, mungkin lebih condong ke taman. Sengaja pemilik rumah membuatkan kebun atau taman tersebut dipekarangan rumah untuk membuat rumahnya menjadi asri dan indah.

Bagaimana dengan kebunku? Cukup bingung saya menamainya. Kalau saya sebut kebun kesannya terlalu indah, karena dalam kebunku itu hanya ada pepohonan dan tetumbuhan, kalau saja ada bunganya itu bunga yang tumbuh liar. 

Sebenarnya kebunku itu lebih mirip hutan, namun kalau saya sebut hutan terkesan ekstrem, he he. Pokoknya kebunku yang saya maksud itu berada di tengah-tengah antara kebun dan hutan. Orang-orang tidak biasa menyebut kebun atau hutan, namun lebih umum dipanggil alas atau dalam Bahasa Jawa "wono". Begitulah. Meskipun itu berada di pekarangan rumah biasa disebutnya alas atau wono. Karena pada umumnya pekarangan rumah warga di desa kami tidak ditumbuhi warna-warni bunga, namun kebanyakan macam pepohonan dan tetumbuhan.

Sambil menunggu panggilan kerja dari beberapa instansi yang saya masuki yang belum kunjung datang, saya habiskan waktu di rumah. Bersih-bersih rumah, membantu memasak, baca cerita, nulis cerita, dan ke kebun menjadi aktivitas yang sering saya lakoni saat di rumah. Nulis ceritapun tidak bisa langsung saya masukkan di blog, karena saat di rumah terpaksa harus puasa gadget. Sinyal telepon di tempat saya masih lemah, hanya di tempat-tempat tertentu saja yang bisa dijangkau sinyal, apalagi kalau mau dipakai internetan. Jadi kalau lagi keluar, baru saya bisa post. Ikut orang tua ke sawah, mencari rumput, memanen hasil kebun adalah aktivitas yang sangat menyenangkan ketika dirumah. Meskipun puasa gadget, jadi tetap betah saja. 

Karena orangtuaku pekerjaanya sebagai petani, maka beberapa lahan diolah, ada yang berada di dekat rumah dan ada yang jauh dari rumah. Saya sangat senang kalau pergi ke kebun yang jaraknya jauh dari rumah. Saya selalu membawa bekal. Dimakan disana nikmatnya luar biasa. 

Kalau pergi ke kebun, kami selalu berjalan kaki. Untuk menuju ke kebun, jalannya tidak bisa dijangkau kendaraan, hanya setapak saja. Air minum tidak boleh ketinggalan untuk penghilang lelah dan dahaga karena menempuh perjalanan yang cukup jauh. 

Beberapa hari yang lalu baru saja saya mengajak simbok ke kebun yang jauh dari rumah. Sekitar setengah jam untuk menempuh perjalanan menuju kesana. Kami berangkat pagi hari agar matahari tidak terlau menyengat. Turuni lembah, naiki bukit, asyeeek. Belum juga sampai, keringat sudah bercucuran. Air minum sudah kutenggak hingga berkali-kali. Terlihat simbok saya biasa-biasa saja. 

Sampai di tempat, simbok langsung beraksi, memainkan arit yang dibawanya dengan tangkas. Selain mencari rumput, kalau ke kebun simbok selalu membersihkan  tumbuhan-tumbuhan yang mengganggu pepohonan atau tanaman yang ditanamnya. Ada saja yang dilakukan. Saya jadi mati gaya. Sementara saya tidak langsung beraksi, menghela nafas dulu. Benar-benar lelah.

Seperti yang ditugaskan simbok kepada saya sebelum berangkat, yaitu memetik cabe yang sudah tua. Memanen cabe bukan berarti saya sedang berada di kebun cabe, yang hanya dipenuhi cabe. Namun cabe hanya tumbuhan selingan saja. Ditanam di tempat yang terpisah, di sela-sela pepohonan yang ada. Jadi saya harus mencarinya terlebih dahulu.

Simbok yang disana, semantara saya disini. Saya lumayan takut. Kalau sudah di tempat yang berjauhan, saya memanggil simbok untuk memastikan saja kalau ia masih berada di tempat yang tidak terlalu jauh. Selain memetik cabe, saya juga diminta untuk memetik daun singkong muda dan daun papaya muda. Sayur untuk dimasak di rumah. Kebanyakan memang sayur yang biasa dimasak di rumah langsung dari kebun, tidak perlu membeli.  

Medan kebunku yang sulit, membutuhkan waktu selama berjam-jam untuk menyelesaikan tugas saya, yaitu memanen cabe dan mencari sayur. Setelah selesai, tibalah waktunya menikmati bekal yang saya bawa. Kami menikmatinya berdua di gubuk. Sengaja bapak saya membuatkan gubuk di masing-masing kebun yang diolah. Di gubuk kecil yang hanya diberi atap dan alas itu sekedar tempat untuk melepas lelah atau meletakkan barang-barang, salah satunya makanan. 

Selesai makan, simbok malanjutkan mencari pakan kambing. Saya mengikuti saja, karena takut kalau berjauhan. Ikut mencari rumput sebentar, lalu istirahat lagi, he he. Setelah dapat banyak, simbok menata rumputnya. Dijadikan dua, saya diminta menggendong sebagian dan simbok juga menggendong yang sebagian. Tetap saja barang bawaanya masih berat simbok, karena masih ditambah oleh-oleh dari kebun yang ditaruh dalam keranjang. 

Seperti menemukan harta karun saja. Dalam kesempatan saya ke kebun ini, di tengah mencari rumputnya simbok menemukan beberapa buah kelapa muda yang jatuh. Dilihat masih aman, tidak busuk. Langsung saja, kelapa muda itu saya buka dan dinikmati berdua. Lumayan buat stamina perjalanan pulang. 

Dipastikan sebelum pulang, semua barang bawaan tidak ada yang tertinggal. Saya bersiap menata rumput yang akan saya gendong. Ditata senyaman mungkin, agar saat dipakai jalan tidak terasa sakit di bahu. Meskipun selama di perjalanan berhenti hingga berkali-kali, tetapi perjalanan sukses hingga rumah. 

Itulah sekelumit ceritaku yang telah saya tuliskan selepas pergi ke kebun beberapa hari yang lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

UJIAN KESABARAN: RESEP SEMBUH PENDERITA HIPERTIROID

Oleh: Eka Sutarmi Periksa rutin ke dokter saya lakoni sejak saya mengetahui penyakit tiroid yang menyerang organ tubuh saya. Tepatnya 6 Ju...