Kamis, 08 September 2016

Bersama Pak Guru dalam Sarasehan Buku "Mendidik Pemenang Bukan Pecundang"





 Foto bersama penulis, Pak J. Sumardianta

Sarasehan Buku "Mendidik Pemenang Bukan Pecundang Karya Pak Guru J. Sumardianta", itulah tema acara yang beberapa hari yang lalu digelar di aula Balai Benih Ikan Trenggalek. Setelah mengetahui info ini sebelumnya, tanpa basa-basi saya langsung segera menghubungi nomor yang ada di brosur untuk mendaftarkan diri. Entah, pada saat hari H saya bisa datang atau tidak. Info seperti ini tidak tahu mengapa cukup menggiurkan adanya.


Dua hari sebelum acara, saya minta tolong Adik saya yang ada di Tulungagung untuk pergi ke toga mas mencarikan buku yang saya maksudkan, yaitu buku karya Pak J. Sumardianta yang mau dibahas itu. Sekitar satu bulan yang lalu ketika kesana saya masih melihat buku tersebut bertengger di rak new release. Namun, waktu itu saya belum tertarik untuk membelinya. Ternyata ia bilang bukunya sudah habis. Setelah itu, saya menanyakan kepada narahubung yang  untuk bertanya lagi, kalau mau membeli bukunya disediakan apa tidak. Katanya ada. Syukurlah. Akan mengikuti acara sejenis ini memang serasa ada yang kurang kalau belum tahu wujud bukunya.


Saya janjian bersama beberapa teman saya untuk hadir disana. Ternyata ada guru-guru SMP dan SMA saya juga hadir, diantaranya Pak Sri, Pak Fauzan, Pak Agus, Bu Bintar, Bu Agil, dan Pak Ion. Saya bertegur sapa, senyum salam dengan mereka. Senang sekali bisa bertemu di acara ini. 


Sesuai di brosur acara, saya catat acara dimulai jam 8. Saya mengantisipasi untuk berangkat lebih awal, agar tidak terlambat menyaksikan serangkaian acaranya. Kurang lebih hampir tiga  jam lebih perjalanan saya lalui. Sebenarnya tiga jam mestinya sudah sampai, namun beberapa kali saya sempat berhenti karena menunggu hujan reda. Di tengah-tengah perjalanan hujan turun lumayan deras pagi itu. Sudah berhenti cukup lama dan hujan tidak juga reda, akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Tepat sekali, sampai disana acara belum dimulai. 


Sampai disana saya langsung mengisi daftar hadir, menerima makalah dan snack. Sebelum masuk saya menanyakan buku yang akan dibahas. Buku masih belum siap dan diminta untuk menunggu. Lalu saya masuk bersama kedua teman saya dan mencari tempat duduk yang agak depan. Waktu itu memang masih banyak kursi yang belum terisi. 


Sebelum pemateri datang, ketua pelaksana membagikan beberapa buku secara cuma-cuma kepada orang yang beruntung. Saya tidak termasuk di dalamnya. Orang yang beruntung adalah mereka yang memiliki pulsa paling sedikit dan satu orang yang duduk paling depan yang tetiba ditunjuk karena memiliki senyuman  yang tulus ikhlas😆


Sambil menunggu, saya juga baca-baca makalah yang diberikan. Makalah itu disusun oleh salah satu narasumber acara ini yaitu Pak Saiful Mustofa, berisikan tentang ulasan penting mengenai buku mendidik pemenang bukan pecundang karya Pak J. Sumardianta. Saya cukup menikmati isi di dalamnya.


Setelah ketiga narasumber datang, acara langsung dimulai. Acara dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, sambutan ketua panitia, lalu doa. Untuk selanjutnya baru masuk sesi pemaparan materi yang disampaikan oleh ketiga narasumber.


Dengan dipandu moderator, Bapak Priyo Suroso acara inti dimulai. Pak Saiful Mustofa diberikan kesempatan  pertama. Beliau menyampaikan garis besar dari isi buku Mendidik Pemenang Bukan Pecundang. Lewat paparan yang beliau sampaikan, saya menjadi penasaran dan semakin kuat saja keinginan saya untuk membaca isi buku ini.  


Lalu, dilanjutkan dengan perkenalan sosok Pak Guru J. Sumardianta. Beliau yang interaktif, rendah hati, ramah, bijaksana membuat kami sangat menikmati apa yang beliau sampaikan. Jujur, saya baru mengetahui beliau yang pertama ini. Namun, entah kenapa saya langsung kagum dan terkesan dengan sosoknya. Dalam pengenalan profilnya, Pak Guru memutar video yang katanya warisan dari dua muridnya yang mengidolakan beliau dan dibuatnya sebagai kenang-kenangan sebelum pindah ke Jerman. Video yang berdurasi beberapa menit itu berisi pesan dan kesannya menjadi seorang guru yang piawai dalam membangun karakter murid-muridnya. 


Dalam video itu diceritakan pengalaman beliau saat mengajar PKN, yang membuat pelajaran yang membosankan ini dikemas menjadi pelajaran yang membuat siswa terkesan saat mempelajarinya. Bahkan sampai ada siswa yang menangis, tersentuh hatinya ketika tengah memperesentasikan tugas yang beliau berikan. Ya, memang ada beberapa prinsip yang luar biasa yang beliau terapkan saat mengajar. 


Kata Pak Guru proses belajar dimulai ketika hati anak itu sudah diletakkan, ketika pelajaran itu sudah bisa menyentuh hati seseorang. Seperti contohnya pada saat pelajaran PKN berlangsung ini. Beliau juga berpinsip bahwa mengajar baginya adalah cara terbaik untuk belajar. Murid dijadikan sebagai guru pribadinya. Di era gawai ini, menurut beliau murid lebih membutuhkan kearifan dibandingkan pengetahuan. Pengetahuan bisa didapatkan dimana saja, bisa dengan baca buku, di internet, dll, namun kearifan perlu keteladanan. 


Pada sesi perkenalan ini, saya juga terkesima pada saat beliau berbagi bercerita mengenai kisah perjalanannya mengelilingi wilayah mataraman. Bahkan beliau sudah berkali-kali ke kota Trenggalek. Pak Guru sangat suka mengunjungi kota ini, karena konon kotanya yang sangat indah. Menariknya lagi, Pak J memperlihatkan kepada kami hasil penulisan dari jelajah dusun di wilayah mataraman (di Dusun Prambanan) yang diterbitkan di koran Tempo. Secara tidak langsung, Pak J ini mengajak kita untuk mencintai kampung halaman, salah satunya dengan jalan menuliskanya, lalu dikirim ke media atau penerbit untuk dijadikan buku. 


Begitulah sekilas tentang perkenalan Pak Guru J. Sumardianta, sosok guru yang luar biasa. Setelah perkenalan beliau diakhiri, kemudian giliran Pak Nurani Soyomukti untuk menyampaikan penjelasanya. 


Di kesempatan ini, Pak Nur  menyinggung sekilas metode pendidikan yang diterapkan di sekolah tempat Pak J mengajar, yaitu SMA Kolese De Britto Yogjakarta yang luar biasa lewat immersion program-nya. Sesuai dengan situasi dan kondisi para siswa di kota, program ini cocok diterapkan. Berbeda dengan di Trenggalek, yang mayoritas masyarakatnya berasal dari kalangan menengah ke bawah. Problem sosial banyak terjadi, salah satunya banyak anak yang putus sekolah. Karena lingkungan sosial yang tidak mendukung, Pak Nur berpendapat bahwa program ini kurang sesuai jika diterapkan di kota ini, konteksnya sudah berbeda. 


Seperti yang dikatakan oleh Pak Guru pada saat perkenalan bahwa di era gawai atau multimedia ini siswa lebih memerlukan kearifan dibandingkan pengetahuan. Pak Nur seperti setuju akan hal ini, bahwa pendidikan nilai itu sangat penting diterapkan. Media yang sudah sangat terbuka bagi siswa, membuat mereka sering bosan jika diajar dengan metode yang monoton dan ketinggalan zaman. Kalau murid bosan, emosi guru akan meningkat. Sebagai akibatnya, banyak kasus murid atau orang tua mengkriminalkan guru. Salah satu sebabnya terjadi karena metode usang masih dipakai di masa kini. Maka, disinilah tantanganya menjadi guru di abad ke-21 ini, guru harus bisa mengimbangi perubahan yang terjadi. 


Lewat persoalan-persoalan tersebut, kiranya menjadi sangat tepat buku “Mendiidk Pemenang Bukan Pencundang” ini hadir di tengah-tengah kita. 


Sesi berikutnya adalah kesempatan Pak Guru J. Sumardianta untuk berbagi pengalamanya. Saya masih dengan semangat untuk menikmati sajian pembicaraan beliau yang luar biasa. Dalam kesempatan ini, beliau lebih banyak berbagi pengalamnya tentang immersion program yang diterapkan di SMA Kolese De Britto Yogjakarta. Bagaimana anak yang punya perasaan jijik, lalu dikirim program immersion di panti jompo Pasar Senen, Jakarta. Pak Guru juga banyak berbagi cerita tentang pengalamnya saat mengajar dikelas, mulai dari pembuatan modul hingga evaluasi yang digunakan. Menariknya lagi, beliau juga bercerita tentang kisah pertemuanya dengan Ditta Puti Sarasvati (putri Rizal Ramli) yang yang akhirnya bekerja sama untuk menyusun buku ini. Tidak ketinggalan, Pak J juga memberikan motivasi menulisnya. 


Waktu berikutnya diberikan kepada penanya. Karena waktu dibatasi, jadi hanya penanya yang beruntung saja yang mendapatkan kesempatan itu. Hampir satu jam lebih waktu yang dipakai untuk tanya jawab. Saya masih dengan semangat mnedengarkannya dan mencatat informasi-informasi penting dari ketiga narasumber yang dihadirkan. 


Di penghujung acara, diisi dengan foto bersama dan meminta tanda tangan untuk mendapatkan buku edisi tanda tangan penulis. Saya dan teman-temanpun tidak ingin melawatkan momen ini. 

 Buku edisi tanda tangan penulis



Panggul/Trenggalek, 08-09 September 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

UJIAN KESABARAN: RESEP SEMBUH PENDERITA HIPERTIROID

Oleh: Eka Sutarmi Periksa rutin ke dokter saya lakoni sejak saya mengetahui penyakit tiroid yang menyerang organ tubuh saya. Tepatnya 6 Ju...