Rabu, 27 April 2016

Transaksi di Tempat Penukaran Uang Asing


Hari ini saya bersama salah satu teman saya janjian untuk menukarkan uang baht yang kami miliki di kios penukaran uang asing yang berada tak jauh dari kampus. Kebetulan sepulang dari Thailand kemarin masih ada uang baht (ada sebagian ringgit) yang tersisa dan kami sepertinya juga butuh, akhirnya uang tersebut berencana kami tukarkan. 

Jarak rumah teman saya dengan tempat penukaran uang asing lebih jauh daripada tempat tinggal saya. Sehingga saya minta teman saya untuk berangkat dulu, ketika sudah sampai di tempat, saya langsung menysusulnya. 

Ada beberapa tempat yang kami datangi. Karena, antara kios dengan kios yang lainnya menawarkan besaran kurs mata uang yang berbeda, ada yang nilainya tinggi dan ada yang rendah. Untuk itu, kami mendatangi beberapa kios penukaran uang asing untuk mendapatkan tawaran nilai kurs yang lebih tinggi.
Saya baru tahu pertama kali ini, kalau ternyata  tawar menawar harga juga berlaku saat ingin menukarkan mata uang asing. Teman saya  ini paham betul apa yang harus dilakukan saat berhadapan dengan petugas, yaitu harus pintar-pintarnya melakukan transaksi. Kalau tidak, maka saat petugas menawarkan harga yang tidak sesuai, kita tidak bisa mengetahuinya.    

Sesaat setelah kami masuk, petugas mempersilahkan untuk duduk, lalu menanyakan maksud kedatangan kami. Teman saya yang mengawali pembicaraan dengan petugas.

Satu per satu kios yang menjadi target kali ini, kami datangi. Setelah duduk dan ditanya keperluan kedatangan kami, teman saya tidak langsung memberitahu kalau akan menukarkan uang dari Baht ke Rupiah. Terlebih dahulu bertanya tentang kurs jualnya (Rupiah-Baht). Kami awalnya diberitahu bahwa saat itu nilai Rupiah terhadap Baht  Rp. 450,-, ada juga kios yang menawarkan Rp. 425,-, bahkan ada juga yang sampai memberinya harga Rp. 480,-. Teman saya meminta saya untuk mencatat setiap harga Rupiah terhadap Baht yang ditawarkan tersebut. Sayapun mengeluarkan HP saku saya dan mencatatnya di menu kakulator.

Setelah mengetahui informasi tersebut, teman saya baru menayakan nilai tukar uang Baht dengan Rupiah. Dari beberapa kios yang kami datangi rata-rata harga awal yang ditawarkan oleh petugas adalah Rp. 325,-. Seperti halnya kita melakukan transaksi layaknya sedang jual beli di pasar tradisional, jika tidak cocok dengan harga yang ditawarkan, kita bisa nego. Transaksi dimulai …. Kami tidak setuju dengan harga yang ditawarkan karena  selisihnya sangat jauh.
 “Mbak, selisihnya jauh sekali ya antara nilai tukar dari Rupiah ke Baht dan Baht ke Rupiah?” 
“Dimana-mana juga begini Mbk, kursnya tidak sama antara nilai jual dan nilai belinya.”
“Tapi ini banyak sekali selisihnya, kemarin saja waktu tukar masih sekitar 400 harganya.” Teman saya melontarkan alasan untuk menunjukkan kalau memang nilai beli kurs Baht terhadap Rupiah yang ditawarkan itu terlalu rendah. 
“Kapan itu Mbk?”
Ehmmm, sekitar satu minggu yang lalu?” 
“Benar saja Mbak, satu hari saja nilai tukar itu bisa berubah, bahkan dalam hitungan jampun bisa berubah, apalagi satu minggu.”
“Bagimana, Rp. 400,- boleh tidak Mbk?”
 
“Halo, ini Mbk-nya minta 400, bagaimana?” Setiap tawaran harga yang kami ajukan, maka petugas akan menelpon seseorang (mungkin pusat informasi tentang besaran kurs). Dalam hal ini petugas yang menjaga kios tidak berhak menyetujui ataupun menolak transaksi kami sebelum mendapatkan informasi dari seseorang tersebut. 
“Tidak boleh Mbk, tidak berani kami, Rp. 350 gimana,-?”
“Ga mau Mbk, Rp. 380,- sudah pol?” 
(Lalu, petugasnya menelpon seseorang lagi untuk menanyakan apa harga segitu diterima atau tidak)
“Dikurangi sedikit Mbk?” 
“Ya, sudah Mbk kalau tidak boleh tidak apa-apa, lain waktu saja, terima kasih.”
(Kami pun segera bergegas keluar. Namun petugas sempat menahan kepergian kami sambil menawari harga).
“Mbak, Mbak, tunggu dulu, Rp. 375,- apa mau?”

Ternyata teman saya ngotot tidak mau. Teman saya mengajak untuk mendatangi beberapa kios lainnya, siapa tahu bisa ditawar harga yang lebih mahal lagi. Sayangnya dari beberaa kios yang kami datangi dan setelah melalui proses yang hampir sama, yaitu tawar-menawar, harga tertinggi dimenangkan oleh kios yang pertama kami datangi, yaitu Rp. 375,-. Kalau menurut saya sich sudah lumayan tinggi, karena teman saya pernah tukar uang Bath ke Rupiah senilai Rp.350,-. Kata teman saya masih sayang dengan harga segitu. Ya sudah, akhirnya kami tidak jadi tukar uang.

Namun berkat saya diajak teman, akhirnya saya punya pengalaman ketika berada di tempat penukaran mata uang asing. Yang perlu diperhatikan adalah, sebelum menukarkan uang di kios penukaran uang asing (mungkin menukarkan mata uang asing di Bank akan lebih aman), kita harus tahu terlebih dahulu berapa kurs jual dan kurs belinya, agar tidak terjebak dengan nilai yang tidak standard. Penjual mana yang tidak mau untung banyak coba?..Akan tetapi jika ambil untungya terlalu berlebihan juga akan membuat resah si-pembeli. Dan hal itu telah kami rasakan ketika berada di tempat penukaran uang asing.

 Uang Baht untuk kenangan, Beberapa keping koin beserta dua lembar uang kertas

            Tulungagung, 27-04-2016           

1 komentar:

  1. wah, ada tawar menawar ya...setauku gak bisa ditawar...aku punya teman kerja di penjualan valuta asing, dia kok ga cerita kalau ada tawar menawar

    BalasHapus

UJIAN KESABARAN: RESEP SEMBUH PENDERITA HIPERTIROID

Oleh: Eka Sutarmi Periksa rutin ke dokter saya lakoni sejak saya mengetahui penyakit tiroid yang menyerang organ tubuh saya. Tepatnya 6 Ju...