11
Agustus 2015 saya beserta keempat temanku berniat untuk mengurus pembuatan
paspor di kantor imigrasi Kediri. Karena waktu untuk berangkat kami yang
mengikuti KKL terpadu di Thailand semakin dekat, maka bagi yang belum memegang
paspor diminta untuk segera mengurusnya. Dan hari tersebut sepertinya
menjadi waktu yang tepat untuk kami
berempat berangkat ke Kediri. Agar kami berempat bisa berangkat bersama-sama,
kami bertemu di perempatan Jepun Tulungagung. Sepertinya sudah siap untuk berangkat
karena semuanya sudah berkumpul, perjalananpun dimulai, yaitu sekitar pukul 7.
30. Berdasarkan informasi yang diberikan oleh teman-teman yang sudah kesana,
kantornya buka sampai jam sebelas. Jika perjalanan untuk sampai disana memakan
waktu sekitar satu jam, maka berangkat jam segitu sampai di tempat tidak
terlalu siang.
Sudah
lama saya tidak menginjakkan kakiku di kota Kediri ini. Saya tanyakan ke
teman-teman saat sebelum berangkat, mereka juga jarang pergi ke sana. Untuk
itu, agar perjalanan kami bisa berjalanan lancar, salah satu dari teman kami
meminta Mbak. Ulfa untuk menunggu kami di pasar Kras. Mbak Ulfa adalah teman
kami yang rumahnya Kediri, sebulan yang lalu ia juga sudah membuat paspor
terlebih dahulu. Selain kami minta untuk mengantar sampai tujuan, Mbak. Ulfa
juga yang akan memberi tahu kami nanti alur pembuatan paspornya.
Setelah
kami sampai di Pasar Kras, kami berangkat berlima, saya, mbak. Inay, mbak.
Fitri, Mbak. Diah, dan Mbak. Ulfa. Karena Mbak. Ulfa sebagai penunjuk jalan,
maka ia di bagian paling depan, sedangkan saya ada dibarisan paling belakang.
Sempat takut saya, karena mereka mengajak jalan agak cepat, Waduh ini…kecepatan
50 km/jam bagi saya sudah cepat sekali. Karena saya mengikuti teman-teman,
sayapun berusaha untuk menyesuaikan kecepatanya, rata-rata 60-70 km/jam. Ayat
kursi, sholawat selama di perjalanan selalu saya ucapkan dengan harapan semoga
kami bisa sampai di tempat tujuan dengan selamat. Teman-teman ku sangat ahli
dalam salip-menyalip, sedangkan saya tidak terbiasa, jadinya saya juga harus
berusaha seperti mereka agar tidak kehilangan jejak.
Selama
di perjalanan saya lihat kanan kiri mancari penanda jalan yang mudah saya ingat
untuk sampai kantor imigrasi, akhirnya beberapa clue untuk sampai di
kantor imigrasi berhasil saya ingat. Setelah hampir satu jam lebih di
perjalanan, akhirnya sampai juga. Sepeda
motor kami parkirkan lalu mengambil nomor antrian.
Teman-teman
saya yang bernama Mbak. Diah sudah berjalan menuju meja pengambilan antrian
terlebih dahulu, setelah mendapat nomor antrian, ia langsung masuk ke ruangan.
Sekarang giliran saya, “Permisi, Pak mau minta nomor antrian?” begitulah pintaku kepada
petugas, “Ma’af mbak, nomor antrian-nya sudah habis, sehari cuma dibatasi 40
orang saja.” Kesal sudah pasti, karena sudah perjalanan jauh, tapi sampai di
tempat sudah tidak dapat nomor antrian. Ternyata setelah saya bertanya kepada
petugas tersebut, sebelum kantornya dibuka, tempat pengambilan nomor antriannya
itu sudah dibuka terlebih dahulu, tidak harus menunggu jam 8. Bagi yang datang
pagi, akan dapat nomor antrian lebih awal. Oh, begitu....
Kami
tidak langsung pulang, kami juga ikut masuk ke ruangan untuk melihat alur
pembuatan paspor ini. Karena kami berangkat bersama-sama, pulang juga harus
bersama. Kami pun menunggu satu teman saya yang dapat nomor antrian itu hingga
selesai. Semakin cepat, semakin baik, maka besuknya kami akan kesini lagi,
dengan waktu yang lebih pagi lagi.
To
be continued in the next story….
In Happy writing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar