Kamis, 08 Oktober 2015

Karena Kami sedang “PANIK”

Karena panik membuat pikiran seseorang menjadi blank. Pikiran menjadi tidak tenang, tidak bisa konsentrasi. Antara bingung, takut, dan sedih bercampur menjadi satu. Seperti apa yang telah dialami oleh tetangga kos saya kemarin malam. Mendekati waktu maghrib, tiba-tiba ia datang ke kos , dan meminta tolong kepada saya. Dengan kondisi panik ia menjelaskan kepada saya tentang apa yang harus saya lakukan untuk membantunya. Suaminya mendadak sakit, kolestrolnya naik. Mengeluarkan keringat dingin dan lemas. Ia seorang diri harus segera membawanya suaminya itu ke dokter. Saya begitu kasihan melihat ibuknya sedang panik.

Seharusnya suaminya tersebut jam. 4 harus menjemput kedua anaknya yang sedang sekolah. Kedua anaknya itu sekolah di SD plus, sehingga dari jam 2 sampai jam 4 harus mengikuti kegiatan ekstra, seperti mengaji. Karena tiba-tiba bapaknya nge-drop, kolestrolnya naik, istrinya memintaku untuk menjemput kedua anaknya itu. Selain istrinya panik karena suaminya yang tiba-tiba sakit itu, juga khawatir dengan nasib kedua naknya tersebut. Seharusnya jam 4 sudah pulang, tapi hingga mendekati maghrib belum juga dijemput.

Saya mengiyakan tawaran ibu itu untuk menjemput kedua anaknya di sekolah. Dengan sedikit panik juga saya segera berangkat untuk menjemputnya. Saya ingin berniat baik untuk menolong, menjemput kedua anaknya itu, Oza dan Hilda.

Dengan sedikit terbata-bata, karena panik, Ibu  itu menjelaskan kepada saya dimana saya harus menjemputnya. Ibu itu memberitahu jika saya harus menjemput anaknya di SD Tawangsari. Ia tidak banyak bicara karena harus segera membawa suaminya ke Dokter, keadaanya sudah garurat jika tidak harus segera di bawa ke dokter. Karena saling panik, kami ada miskomunikasi. 

Ceritannya begini, di Tulunggaung ada nama desa yaitu “Tawangsari” dan “Mangunsari”. Kedua desa ini saling berdekatan. Kerana panik, saya lupa saat itu jika antara desa “Tawangsari” dan “Mangunsari” itu berbeda. Dalam benak saya saat itu jika Desa Tawangsari ada di Mangunsari. 

“Sama masjid agung menara sebelah mana bu?” yang saya tahu dari desa Mangunsari ini adalah masjid menaranya. Dengan spontan ibu itu menjawab jika ya di masjid itulah anaknya sedang mengaji. Saya sebenarnya sedikit bingung karena di masjid itu tidak ada sekolahnya, hanya pondok pesantren. Meskipun sedikit bingung, tetapi saya PEDE saja jika memang Oza dan Hilda belajar di masjid itu. Ibuknya sudah memberitahu saya dengan informasi seperti itu. Saya pun percaya. 

Paniklah yang membuat informasi yang disampaikan menjadi salah kaprah. Setelah saya sampai di masjid Mangunsari itu tidak ada orang. Saya bingung, harus menjemputnya dimana. Saya menyalahkan diri saya sendiri, kenapa saya tidak menanyakan dengan jelas nama dan alamat sekolahnya. Tidak kepikiran saat itu karena saya juga ikut panik. Saya coba hubungi ibuknya berkali-kali nomornya tidak aktif, tidak biasa nomor ibuknya tidak aktif. Sayapun akhirnya, bertanya kepada salah seorang yang lewat di sekitar masjid itu. Saya menanyakan apakah ada SD di sekitar sini. Sedikit lega, karena ibu tersebut mengarahkan kapada saya untuk menuju SD Attahiriyah, disitu SD-nya bergabung dengan pondok pesantren. Saya yakin jika mereka sekolah disitu. Sampai disitu saya meminta salah satu santri untuk mencarikan anak-anak namanya, Oza dan Hilda. Hampir setengah jam saya menunggu, ternyata hasilnya membuatku semakin panik, tidak ada nak yang namanya Oza dan Hilda. 

Selanjutnya saya harus menuju kemana, semakin panik….Saya hubungi lagi ibuknya belum aktif juga. Kebetulan saya punya nomor telphon saudaranya, saya menephonnya dan senang sekali karena ia tahu dimana sekolahnya. Allah memberikan kemudahan. Ia memberitahu bahwa mereka sekolah di SD tawangsari. Dan ternyata sekolahnya itu memang berada tepat di depan masjid agung Tawangsari. Pelaksanakan mengajinya ya di masjid itu. Wajar saja jika terjadi miskomunikasi diantara kami. Antara desa Tawangsari dan Desa Mangunsari itu sama-sama punya masjid besar.

Mulai jam lima hingga hampir pukul setengah tujuh, saya belum juga pulang. Feeling saya benar, jika ibu mereka akan semakin panik karena sudah jam segitu belum sampai rumah juga. Sampai di masjid Tawangsari sudah tidak ada anak-anak, saya tanyakan ke rumah terdekat. Dan apa yang terjadi? Oza dan Hilda baru saja di jemput ibuknya, belum ada lima menit ibuknya menjemputnya. Begitulah intinya jawaban yang dilontarkan kepada saya. Saya merasa sungkan sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi…
Ternyata kami tidak ada yang salah, tapi kami telah menyadari kesalahan kami masing-masing. Setelah sampai rumah, ibuknya datang untuk bercerita panjang lebar tentang apa yang terjadi. Saya pun juga bercerita tentang apa yang baru saja saya alami. Karena panik, Ibuknya tidak memberikan informasi yang lengkap kepada saya, karena panik juga Ibuknya jadi lupa untuk membawa Handphone-nya. Sayapun juga ikutan panik. Karena panik, saya tidak menanyakan dengan jelas informasi yang saya butuhkan. 
                                                              The End

T. Agung, 8-10-2015





1 komentar:

UJIAN KESABARAN: RESEP SEMBUH PENDERITA HIPERTIROID

Oleh: Eka Sutarmi Periksa rutin ke dokter saya lakoni sejak saya mengetahui penyakit tiroid yang menyerang organ tubuh saya. Tepatnya 6 Ju...