Karena panik membuat pikiran
seseorang menjadi blank. Pikiran menjadi tidak tenang, tidak bisa konsentrasi.
Antara bingung, takut, dan sedih bercampur menjadi satu. Seperti apa yang telah
dialami oleh tetangga kos saya kemarin malam. Mendekati waktu maghrib, tiba-tiba
ia datang ke kos , dan meminta tolong kepada saya. Dengan kondisi panik ia
menjelaskan kepada saya tentang apa yang harus saya lakukan untuk membantunya.
Suaminya mendadak sakit, kolestrolnya naik. Mengeluarkan keringat dingin dan
lemas. Ia seorang diri harus segera membawanya suaminya itu ke dokter. Saya
begitu kasihan melihat ibuknya sedang panik.
Seharusnya suaminya tersebut jam. 4
harus menjemput kedua anaknya yang sedang sekolah. Kedua anaknya itu sekolah di
SD plus, sehingga dari jam 2 sampai jam 4 harus mengikuti kegiatan ekstra,
seperti mengaji. Karena tiba-tiba bapaknya nge-drop, kolestrolnya naik,
istrinya memintaku untuk menjemput kedua anaknya itu. Selain istrinya panik
karena suaminya yang tiba-tiba sakit itu, juga khawatir dengan nasib kedua
naknya tersebut. Seharusnya jam 4 sudah pulang, tapi hingga mendekati maghrib
belum juga dijemput.
Saya mengiyakan tawaran ibu itu untuk
menjemput kedua anaknya di sekolah. Dengan sedikit panik juga saya segera
berangkat untuk menjemputnya. Saya ingin berniat baik untuk menolong, menjemput
kedua anaknya itu, Oza dan Hilda.
Dengan sedikit terbata-bata, karena panik,
Ibu itu menjelaskan kepada saya dimana
saya harus menjemputnya. Ibu itu memberitahu jika saya harus menjemput anaknya
di SD Tawangsari. Ia tidak banyak bicara karena harus segera membawa suaminya
ke Dokter, keadaanya sudah garurat jika tidak harus segera di bawa ke dokter. Karena
saling panik, kami ada miskomunikasi.
Ceritannya begini, di Tulunggaung ada
nama desa yaitu “Tawangsari” dan “Mangunsari”. Kedua desa ini saling
berdekatan. Kerana panik, saya lupa saat itu jika antara desa “Tawangsari” dan “Mangunsari”
itu berbeda. Dalam benak saya saat itu jika Desa Tawangsari ada di Mangunsari.
“Sama masjid agung menara sebelah
mana bu?” yang saya tahu dari desa Mangunsari ini adalah masjid menaranya.
Dengan spontan ibu itu menjawab jika ya di masjid itulah anaknya sedang mengaji.
Saya sebenarnya sedikit bingung karena di masjid itu tidak ada sekolahnya,
hanya pondok pesantren. Meskipun sedikit bingung, tetapi saya PEDE saja jika
memang Oza dan Hilda belajar di masjid itu. Ibuknya sudah memberitahu saya
dengan informasi seperti itu. Saya pun percaya.
Paniklah yang membuat informasi yang
disampaikan menjadi salah kaprah. Setelah saya sampai di masjid Mangunsari itu
tidak ada orang. Saya bingung, harus menjemputnya dimana. Saya menyalahkan diri
saya sendiri, kenapa saya tidak menanyakan dengan jelas nama dan alamat
sekolahnya. Tidak kepikiran saat itu karena saya juga ikut panik. Saya coba
hubungi ibuknya berkali-kali nomornya tidak aktif, tidak biasa nomor ibuknya
tidak aktif. Sayapun akhirnya, bertanya kepada salah seorang yang lewat di
sekitar masjid itu. Saya menanyakan apakah ada SD di sekitar sini. Sedikit
lega, karena ibu tersebut mengarahkan kapada saya untuk menuju SD Attahiriyah,
disitu SD-nya bergabung dengan pondok pesantren. Saya yakin jika mereka sekolah
disitu. Sampai disitu saya meminta salah satu santri untuk mencarikan anak-anak
namanya, Oza dan Hilda. Hampir setengah jam saya menunggu, ternyata hasilnya
membuatku semakin panik, tidak ada nak yang namanya Oza dan Hilda.
Selanjutnya saya harus menuju kemana,
semakin panik….Saya hubungi lagi ibuknya belum aktif juga. Kebetulan saya punya
nomor telphon saudaranya, saya menephonnya dan senang sekali karena ia tahu
dimana sekolahnya. Allah memberikan kemudahan. Ia memberitahu bahwa mereka sekolah
di SD tawangsari. Dan ternyata sekolahnya itu memang berada tepat di depan
masjid agung Tawangsari. Pelaksanakan mengajinya ya di masjid itu. Wajar saja
jika terjadi miskomunikasi diantara kami. Antara desa Tawangsari dan Desa
Mangunsari itu sama-sama punya masjid besar.
Mulai jam lima hingga hampir pukul
setengah tujuh, saya belum juga pulang. Feeling saya benar, jika ibu mereka
akan semakin panik karena sudah jam segitu belum sampai rumah juga. Sampai di
masjid Tawangsari sudah tidak ada anak-anak, saya tanyakan ke rumah terdekat.
Dan apa yang terjadi? Oza dan Hilda baru saja di jemput ibuknya, belum ada lima
menit ibuknya menjemputnya. Begitulah intinya jawaban yang dilontarkan kepada
saya. Saya merasa sungkan sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi…
Ternyata kami tidak ada yang salah,
tapi kami telah menyadari kesalahan kami masing-masing. Setelah sampai rumah,
ibuknya datang untuk bercerita panjang lebar tentang apa yang terjadi. Saya pun
juga bercerita tentang apa yang baru saja saya alami. Karena panik, Ibuknya
tidak memberikan informasi yang lengkap kepada saya, karena panik juga Ibuknya
jadi lupa untuk membawa Handphone-nya. Sayapun juga ikutan panik. Karena panik,
saya tidak menanyakan dengan jelas informasi yang saya butuhkan.
The End
T. Agung, 8-10-2015
tenang. jangan ikutan panik, hehe
BalasHapus