Selasa, 14 Februari 2017

Bebaskan Kegalauan Menulis dengan “Free Writing”



Catatan ini adalah catatan lanjutan dari ukiran kata dari kota Reog  (1). Kali ini yang ingin saya tulisan adalah mengenai apa yang telah saya dapatkan dari sekolah literasi gratis (SLG) yang digelar di STKIP Ponorogo pada hari Minggu (12/02). Meskipun perjalanan yang cukup mengerikan itu saya lalui, khususnya waktu perjalanan pulang yang  sempat dihadang longsor dan banjir, namun semuanya terbayarkan berkat ilmu dan wawasan kepenulisan yang saya dapatkan dari guru literasi yang sangat berwibawa. 

Dalam kesempatan ikut SLG tersebut, saya bersyukur bisa berjumpa dengan Bapak Hernowo dan bisa mendapatkan ilmu menulis dari beliau .


Saya sangat menyimak dengan baik, apa yang beliau sampaikan mulai dari awal hingga akhir acara. Dengan media power point yang eye catching, presentasi beliau menjadi daya tarik tersendiri bagi para peserta SLG. Saya pun menikmati slide demi slide yang beliau sajikan. Mulai dari perkenalan, pengalaman menulis, hingga pengenalan buku karyanya di dukung dengan gambar-gambar menarik. Tidak terlalu banyak tulisan, itulah sedikit gambarannya. 


Dengan gaya penyampaian dan penuturan beliau yang sangat komunikatif, bahasa yang tidak bertele-tele, jelas, dan tidak terlalu cepat, semua yang beliau sampaikan sangat mudah dipahami. Pembawaan beliau di usia yang sudah menginjak tidak muda lagi juga jauh dari bayangan awal saya. Beliau masih terlihat muda dan dan enerjik. Sepertinya ini karena gaya hidup beliau yang selalu mengalir.


Pak Hernowo dalam kesempatan ini salah satunya mengajak kami untuk bisa praktik menulis secara mengalir bebas atau istilah lainya free writing sebagai sebuah upaya berlatih menulis. Dengan berlatih menulis menggunakan strategi ini bisa menyegarkan. “Kesegaran yang bisa dirasakan layaknya air jernih yang ditetesi lemon dan diminum di siang hari,” begitulah tegas beliau. Kita bisa merasakan kesegaran dalam menulis.               
                                                

Pak Hernowo telah belajar banyak akan strategi menulis free writing ini. Salah satu guru yang beliau tunjukkan untuk belajar free writing adalah Peter Elbow lewat bukunya yang berjudul Writing without Teachers. Yang selama ini menulis adalah sesuatu yang membuat kita galau, takut, tidak PD, penuh tekanan, serta berbagai hambatan yang lain, beliau menjamin bahwa kegiatan menulis dengan praktik menulis mengalir bebas bisa menjebol segala hambatan menulis tersebut.

Memang, tidak hanya perlu sekali dua kali untuk mempraktikannya. Hingga kini Pak Hernowo telah menjalankan kegiatan ini secara rutin. Beliau menegaskan bahwa semua perlu waktu dan proses, tidak instan.


Langkah demi langkah menulis bebas ini beliau jelaskan dengan sangat gamblang. Mulai menyetel alarm hingga memberikan contoh langsung kepada kami bagaimana praktiknya. Sejauh yang saya pahami dalam praktiknya praktik free writing dipacu dengan waktu. Jadi, kita dituntut untuk menulis dalam periode waktu tertentu, misalnya 5, 10, atau 15 menit dan dalam waktu tersebut kita akan menulis secara terus-menerus tanpa henti tentang apa saja yang ada dalam pikiran.


Yang ditekankan dalam praktik menulis mengalir bebas ini, kata Pak Hernowo, bukan hasil, tapi lebih kepada prosesnya. Dalam menulis bebas, para pelaku diminta untuk melupakan aturan, melupakan kesalahan. Segala sesuatu yang menjadi beban dalam menulis kita abaikan atau buang, seperti halnya ide, tanda baca, ejaan, dll. Misalnya, selama ini enggan menulis karena tidak punya ide yang bagus, free writing mencoba menganjurkan untuk tidak memikirkan soal ide. Ide tidak ada, tulisan tidak berbentuk, bahkan berantakan tidak jadi soal. 


Kalau selama latihan menulis kita sering sibuk dengan mengatur ejaan dan tanda baca, strategi ini juga memberikan keringanan akan hal itu. Jadi, menulis mengalir bebas ini untuk menyingkirkan keraguan ketika menulis dan juga bisa membebaskan pikiran kita. Soal kualitas adalah urutan yang menjadi nomor sekian. Karena semuanya dijalani dengan spontan, maka dalam strategi ini logika tidak memberdayakan. Kita dituntut untuk menulis tanpa melibatkan otak kiri yang cara berpikirnya cenderung penuh dengan logika dan keteraturan.


Saatnya latihan mengalirkan ide.

Ketika Pak Hernowo mempraktikkan langsung cara menulis dengan teknik free writing

Pak Hernowo mendemonstrasikan langsung praktik free writing ini. Dengan alarm yang disetting selama dua menit, beliau dengan spontan langsung menulis. Waktu alarm berbunyi, beliau juga langsung berhenti menulis. Demonstrasi beliau secara langsung ini membuat saya jadi semakin paham akan konsepnya. Awalnya memang saya mengira kalau menulis di blog itu termasuk di free writing. Ternyata tidak. Kata Pak Hernowo menulis bebas itu berbeda dengan menulis di blog. Dalam menulis bebas, kita melakukannya di ruang pribadi. Kita tidak dituntut untuk berpikir mau menulis apa. Latihan menulis ini lebih untuk diri sendiri, tidak untuk dipublikasikan. 


Begitu waktu dimulai, langsung mengetik saja. Abaikan hasilnya, tidak perlu usaha untuk mengoreksinya atau memperbaiki yang sudah ditulis. Yang penting, rasakanlah prosesnya. Apakah nyaman atau masih tegang (kemrungsung)? Kata Pak Hernowo merasakan kenyamanan, kelegaan (plong), kesenangan setelah menulis jauh lebih penting dibandingkan hasil. Terlihat dari hasil menulis bebas Pak Hernowo, ada kesalahan ejaan dan kekurangan huruf. Sekali lagi, karena yang ditekankan bukan hasil tetapi proses, jadi tidak masalah. Meskipun begitu, tampak sekali tulisan Pak Hernowo mengalir bagaikan air ketika dibaca secara lantang. Ini karena Pak Hernowo merasakan sekali kenyamanan dalam menuliskannya: santai, tidak kemrungsung, dan bebas dari segala tekanan.

Setelah selesai menulis mengalir bebas, Pak Hernowo membacakan tulisanya secara lantang dan memberikan penjelasan 



Pak Hernowo sempat berbagi pengalaman juga tentang manfaat menulis bebas. Strategi menulis bebas ini juga bisa dimanfaatkan untuk mengeluarkan energi (emosi) negatif. Beliau mengajarkan kepada kami akan pentingnya pengendalian diri terhadap emosi negatif lewat tulisan. Seperti contohnya saat sakit hati karena dimaki-maki orang. Dalam kondisi ini, kita perlu mengendalikan diri untuk tidak mendendam dan sakit hati tersebut. Oleh karena itu, diperlukan pengendalian diri dan solusinya adalah dengan cara meluapkan amarah dalam bentuk tulisan.


Ketika kita bisa mempraktikan menulis mengalir bebas dengan rutin setiap harinya, hal ini niscaya akan bisa meningkatkan ketrampilan kita dalam membuka pikiran, serta merangkai dan mengalirkan ide menulis. Namun, kesabaran, konsistensi, ketekunan, dan kedisiplinan menjadi poin penting yang juga tidak boleh terpisahkan. 

Menjadi sebuah kesempatan yang bermanfaat kiranya, saya bisa hadir di SLG kali ini. Terimakasih atas ilmunya Pak Hernowo, telah mencurahkan segala inspirasinya untuk kami semua. Perlahan tentu saya akan mempraktekannya. Bismillah.

Salam literasi bersama Pak Hernowo

2 komentar:

  1. Beruntunglah engkau bisa ikut kelas Pak Hernowo....

    BalasHapus
  2. Nggih Bund, beruntung sekali bisa berkesempatan mendapat santapan ilmu bergizi langsung dari beliau

    BalasHapus

UJIAN KESABARAN: RESEP SEMBUH PENDERITA HIPERTIROID

Oleh: Eka Sutarmi Periksa rutin ke dokter saya lakoni sejak saya mengetahui penyakit tiroid yang menyerang organ tubuh saya. Tepatnya 6 Ju...