Kamis, 09 Juni 2016

Shalat Tarawih Ketigaku

Malam Senin kemarin sebenarnya menjadi kali pertama menunaikan sholat tarawih di bulan Ramadhan 1437 ini. Sayangnya kesempatan sholat tarawih yang pertama itu belum bisa dikerjakan, utamanya bagi orang-orang di kampungku. Sepertinya setiap kali saya mudik awal Bulan Ramadhan, mushola kampung yang biasanya dipakai untuk sholat Tarawih secara serempak di hari pertama itu tidak ada jama’ah yang datang. 

Lantas kenapa? Karena, sibuk dengan kenduri megengan. Adzan ‘isya dari mushola tidak juga terdengar. Di rumah saya megengan sudah dilaksanakan beberapa hari sebelum Ramadhan tiba. Namun, banyak warga kampungku masih banyak yang fanatik untuk melaksanakan megengan sehari menjelang Puasa Ramadhan. 

Akibatnya, jadwal sholat tarawih terganggu karena para jama’ah (laki-laki), utamanya imam sholat tarawih pada malam itu sibuk mendatangi undangan dari rumah ke rumah para tetangga untuk kenduri megengan. Jama’ah perempuan otomatis juga menyiapkan segala macam keperluan untuk megengan tersebut, sehingga di malam itu banyak yang tidak bisa datang. Padahal saya di rumah sudah mengharapkan sekali untuk bisa sholat tarawih di hari pertama. 

Baru, shalat tarawih pertama kami laksanakan pada Senin malam. Jama’ahnya lumayan banyak, dibandingkan saat sebelum puasa, bahkan sampai teras. Begitu juga pada hari selanjutnya. Sumringah orang-orang kampung untuk menunaikan sholat tarawih masih terlihat. Berangkat bersama-sama dengan keluarga dan tetangga menuju mushola kampung menjadi pemandangan khas saat Bulan Ramadhan, berjalan kaki sambil membawa senter, karena suasana desa yang gelap tanpa lampu penerang jalan. 

Tepatnya hari Rabu sore, setelah beberapa hari di rumah, aku memutuskan untuk kembali lagi ke Tulungagung, kota tempatku menuntut ilmu. Berangkat dari rumah sore hari, agar bisa sampai di kota tujuan tepat waktu sholat tarawih. Untuk bekal berbuka, saya sudah mempersiapkan dari rumah; membawa takjil kolak singkong dan nasi satu bungkus sudah beserta lauk dan sayur. Di jalan mendengar bedug, sesegera mencari tempat yang strategis untuk membuka menu berbuka. Kan, menyegerakan berbuka itu sunnah, he he. Saya pilih mushola SPBU, agar saya bisa sekalian sholat maghrib disana. Selesai berbuka dan sholat maghrib, segera melanjutkan perjalan lagi. 

Kemarin lupa tidak memakai jam tangan, sehingga saya harus melirik rumah di pinggir jalan yang dipasang jam dindingnya untuk memastikan bahwa waktu sholat ‘isya belum masuk. Ya, kurang lebih 18. 45 saya harus sudah berada di Tulungagung. Karena kebetulan jalan lumayan sepi, jadi saya bisa sedikit menambah kecepatan. Ternyata tidak sampai jam 18. 45 saya sudah sampai di Tulungagung. Rupanya saya masih nuntut untuk ikut sholat tarawih. Masjid terdekat dan strategis adalah masjid agung Al-Munawwar yang berada tepat bersebalahan dengan alun-alun. Sayapun meluncur kesana. Syukurlah, sampai disana baru terdengar adzan, artinya jama’ah sholat ‘isya belum dimulai. Sesegera saya mengambil air wudhu dan mencari posisi sholat. 

Niat baik saya gagal untuk saya kerjakan. Setelah masuk tempat sholat, sudah banyak sekali para jamaah di luar dan sholat ‘isya-pun akan dimulai. Semua jama’ah sudah mulai berdiri. Yang menjadi persoalan saya tidak membawa mukena, karena berencana akan memakai mukena yang ada disana. Almari mukena diletakkan di dalam. Bingung juga, bagaimana bisa ambil mukena didalam, sementara saya tidak melewati para jamaah yang tengah sholat ini. Sayapun berjalan kesana-kemari mencari celah untuk mengambil mukena itu, namun rupanya tidak ada cara lain kecuali lewat di depan para jama’ah itu. Oh…tidak sopan sekali, saya kira. 

Belum juga puas, saya bertanya kepada orang yang sedang jaga di masjid itu, apakah ada mukena di luar, ternyata tidak ada. Wahhh…keburu sholat ‘isya-nya selesai, masih saja belum dapat mukena. Pada akhirnya, saya cangklong kembali tas saya, lalu keluar masjid. Cukup malu juga. Jamaah yang lain pada sholat, malah wira-wiri kesana-kemari. Niat saya kan mau cari cara agar saya bisa ambil mukena di dalam dan tidak melewati para jamaah itu. Pada akhirya, rencana sholat tarawih untuk yang ketiga kalinya itu gagal. 

Alhamdulillah, malam ini saya bisa melaksanakan sholat tarawih lagi, berarti (baru) yang ketiga kalinya. Saya bersama beberapa teman melaksanakan sholat tarawih di mushola dekat kos. Hampir iqomah kami sampai di mushola. Cukup penuh jamaah. Sama seperti sholat tarawih di mushola kampung tempat tinggalku, yang penganut tarawih kilat. Setengah jam sudah termasuk sholat isya, tarawih 20 rakaat plus sholat witir. Bisa kilat, karena yang dibaca pada saat sholat tarawih adalah surat-surat pendek, yang dimulai dari surah at-takasur hingga an-nas. Sebagai penggemar tarawih kilat, tentunya lebih suka yang begini, he he
 
Tulungagung, 09.06.2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

UJIAN KESABARAN: RESEP SEMBUH PENDERITA HIPERTIROID

Oleh: Eka Sutarmi Periksa rutin ke dokter saya lakoni sejak saya mengetahui penyakit tiroid yang menyerang organ tubuh saya. Tepatnya 6 Ju...