Mari Bangun
Tradisi Membaca dan Menulis Kita …
(Rajin
Membaca dan Aktif Menulis)
Membaca dan menulis adalah satu kesatuan yang tidak bisa
terpisahkan salah satunya. Keduanya memiliki hubungan timbal balik yang saling
memberikan kesempurnaan. Ibaratnya kedua hal ini sebagai sepasang kekasih yang
sulit untuk dipisahkan seperti itu kiranya. Membaca saja tanpa menulis itu
belum bisa di katakan cukup, karena apa yang yang telah kita baca tersebut
tidak akan bisa terekam dalam memori kita dengan baik jika tidak dengan
menulisnya. Kebanyakan diri kita akan bisa mengingat dengan baik ketika kita
sudah menuliskannya. Hal itu juga akan menghemat waktu dengan membatu kita
menyimpan informasi secara mudah dan mengingatnya kembali jika diperlukan
(Bobbi DePorter & Mike Hernacki, 2011: 146). Maka dari itu dengan menuliskan terhadap apa
yang telah kita baca akan membuat kegiatan membaca tersebut lebih bermakna. Lebih
pentingnya lagi, membaca adalah termasuk salah satu persyaratan wajib untuk
bisa menulis. Dengan demikian, membaca mau tidak mau adalah proses yang harus
dijalani oleh orang yang berkeinginan untuk bisa menulis.
Sama halnya dengan
menulis, menulis saja tanpa membaca itu juga tidak cukup, karena seorang
penulis harus memiliki pengatahuan yang luas untuk menghasilkan kualitas
tulisan yang baik. Sudah saya sebutkan sebelumnya bahwa sebelum menulis proses
membaca sudah harus terlampaui. Mustahil seseorang mampu menulis secara baik
jika tidak pernah membaca (Ngainun Naim, 2015: 41). Jika kita selama ini masih
sangat sulit untuk menulis dan kadang kemacetan masih menghantui diri kita saat
sedang menulis, hal itu berarti salah satu yang menjadi faktor penyebabnya
adalah masih sangat sedikit sekali stok pengetahuan yang kita miliki. Itu fakta
yang sudah terbukti kebenarannya dan tidak bisa diganggu gugat. Sehingga sebagai
solusinya kita harus menambah stok pengetahuan tersebut agar proses menulis kita menjadi lancar, yakni dengan menggiatkan
kebiasaan membaca kita.
Tidak hanya dalam
dunia literasi saja yang memberlakukan ketrampilan membaca. Dalam dunia
kebahasaanpun begitu, ketentuan tersebut juga berlaku. Proses pemerolehan
bahasa (Language Acquisition) seseorang itu yang terakhir adalah
ketrampilan menulis. Secara berturut-turut proses pemerolehan bahasa itu pada
umumnya dimulai dari menyimak (listening), berbicara (speaking),
membaca (reading), dan menulis (writing). Dalam hal ini sudah
jelas bahwa membaca dan menulis adalah konsep dasar yang harus kita kuasai
karena memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan kita.
Pelestarian budaya
menulis seiring budaya membaca mari kita bangun mulai dari saat sekarang. Tapi,
untuk menjalankan aktifitas membaca dan menulis ini juga tidak semudah
membalikkan telapak tangan, hanya sekali jadi, dan juga tidak bisa secara
tiba-tiba melekat dalam diri kita. Supaya membaca dan menulis ini bisa menjadi
tradisi dalam diri kita, ya mau tidak mau hanya diri kitalah yang bisa
mengkondisikannya. Kita harus memaksakan diri kita untuk menjadikan kegiatan
membaca dan menulis ini sebagai rutinitas kita agar lama kelamaan bisa menjadi
sebuah tradisi. Di IAIN Tulungagung, kebanyakan dari kami termasuk saya
pribadi, melaksanakan kedua aktifitas itu adalah pekerjaan yang tidak mudah.
Mengapa? Kalau saya pribadi karena kegiatan itu masih belum menjadi kebiasaan
atau membudaya dalam diri saya. Kasus menulis misalnya, sebenarnya kegiatan
menulis ini sudah sangat familiar dengan kegiatan menulis ini, apalagi kami
yang notabene sudah memasuki ranah perguruan tinggi, pastilah kegiatan menulis ini
sudah menjadi menu utama. Tapi kasusnya kenapa setelah mencoba menulis masih
saja merasa begitu sulit? Saya katakan lagi karena itu masih belum mendarah
daging atau belum menjadi tradisi. Melalui kegiatan-kegiatan seperti ini
belajar menulis, menghadiri seminar yang berkaitan dengan menulis, dan berbagai
bentuk kegiatan lainnya yang diadakan di kampus yang berkaitan dengan menulis
sungguh sangat membantu bagi kami yang masih ingin belajar untuk menghasilkan
karya dan menjadi sarana untuk melatih kebiasaan menulis kami.
Karena menulis itu
menyangkut kebiasaan dan ketrampilan maka kita harus melatihnya dan
membiasakannya dengan terus menulis dan menulis. Dalam hal ini kehadiran buku penuh
inspirasi The Power of Writing sangat membantu sekali bagi kami yang
berkiinginan untuk bisa menulis. Berkali-kali dalam buku tersebut disebutkan
kalau menulis adalah sebuah ketrampilan yang dibutuhkan latihan terus menerus
dan jam terbang yang tinggi untuk bisa sukses dalam hal menulis. Tertera jelas
dalam buku tersebut dibagian hambatan menulis. Semua hambatan, yang khususnya
saya pribadi pernah rasakan tertuang disitu dengan sangat gamblang, mulai rasa
malas, sering mengeluh, tidak ada ide, tulisan sering tidak selesai dan
sebagainnya. Itu semua beliau jelaskan beserta solusinya. Setelah saya amati apa
yang terjadi? Ya … solusi untuk mengatasi hambatan menulis yang sekian banyak
itu intinya semua hanya satu, yaitu rajin berlatih. Misalnya saat malas menyapa
maka kita harus melawannya dengan segera untuk menulis, saat bingung mau
menulis apa cara mengatasinnya cukup dengan banyak latihan, dan seterusnya. Berkaitan
dengan hal tersebut, dalam bukunya Pak Ngainun Naim begitu mewanti-wanti kalau
menulis itu butuh latihan yang terus-menenus, satu hal yang ingin saya
tegaskan adalah menulis itu membutuhkan proses secara terus-menerus. Para
penulis pemula biasannya sulit menghasilkan karya karena minim jam terbang.
Semakin sering berlatih akan semakin mudah menghasilkan karya (Ngainun Naim,
2015: 119). Memang begitu realitasnya. Maka dari itu meskipun ini masih
menjadi beban yang berat untuk kita lakukan, khususnya saya pribadi mari kita
buka semangat kita untuk terus berlatih dan terus belajar agar kegiatan ini
bisa menjadi tradisi baik bagi kita.
Begitu juga dengan
membaca. Meskipun kelihatannya sangat entheng … tapi beratnya juga masyaallah.
Buktinya, waktu yang saya pribadi gunakan untuk membaca itu masih sangat
sedikit. Di waktu kuliah ini saja … kalaupun petugas perpustakaan mengecheck
perorangan kunjungan ke perpustakaan, mungkin saya adalah sudah urutan ke nomor
sekian. Karena sampai semester 6 ini, saya masih sangat ingat berapa kali saya
ke perpustakaan he e agak malu mau saya sebutkan berapa kalinya, yang jelas
sangat jarang. Kadang waktu yang ada malah banyak digunakan untuk nonton film,
lihat TV, facebukan yang gak jelas, dan sebagainnya. Itulah sedikit
gambarannya. Bagi kami, mahasiswa khususnya mumpung belum terlambat, ini adalah
kesempatan yang masih tersisa kita untuk memperbaikinya, menjadikan membaca
juga menjadi tradisi kita. Dan yang harus perlu kita ingat baik-baik lagi
adalah bahwa membaca adalah gizi menulis, begitulah kirannya istilah yang
sempat teringat dalam benak saya. Lewat kebiasaan membaca, bisa me;atih
ketrampilan menulis kita. Kita punya wawasan dan pengetahuan yang akan siap kita
tuliskan.
Untuk memulai dan
menumbuhkan kesadaran akan pentingnya budaya baca-tulis ini harus dimulai dari
dirikita itu sendiri. Sekali lagi, di dunia ini tidak ada yang instan, sehingga
semua butuh proses dan latihan serta belajar secara terus menerus. Jadi tunggu apa lagi?
Mari kita bangun tradisi membaca dan menulis kita mulai
dari sekarang agar kita bisa membuat hidup kita lebih bermakna. Salam literasi
…:):)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar