Selasa, 10 Maret 2015

BELAJAR MENULIS



Mari Bangun Tradisi Membaca dan Menulis Kita …
(Rajin Membaca dan Aktif Menulis)
Membaca dan menulis adalah satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan salah satunya. Keduanya memiliki hubungan timbal balik yang saling memberikan kesempurnaan. Ibaratnya kedua hal ini sebagai sepasang kekasih yang sulit untuk dipisahkan seperti itu kiranya. Membaca saja tanpa menulis itu belum bisa di katakan cukup, karena apa yang yang telah kita baca tersebut tidak akan bisa terekam dalam memori kita dengan baik jika tidak dengan menulisnya. Kebanyakan diri kita akan bisa mengingat dengan baik ketika kita sudah menuliskannya. Hal itu juga akan menghemat waktu dengan membatu kita menyimpan informasi secara mudah dan mengingatnya kembali jika diperlukan (Bobbi DePorter & Mike Hernacki, 2011: 146).  Maka dari itu dengan menuliskan terhadap apa yang telah kita baca akan membuat kegiatan membaca tersebut lebih bermakna. Lebih pentingnya lagi, membaca adalah termasuk salah satu persyaratan wajib untuk bisa menulis. Dengan demikian, membaca mau tidak mau adalah proses yang harus dijalani oleh orang yang berkeinginan untuk bisa menulis.
Sama halnya dengan menulis, menulis saja tanpa membaca itu juga tidak cukup, karena seorang penulis harus memiliki pengatahuan yang luas untuk menghasilkan kualitas tulisan yang baik. Sudah saya sebutkan sebelumnya bahwa sebelum menulis proses membaca sudah harus terlampaui. Mustahil seseorang mampu menulis secara baik jika tidak pernah membaca (Ngainun Naim, 2015: 41). Jika kita selama ini masih sangat sulit untuk menulis dan kadang kemacetan masih menghantui diri kita saat sedang menulis, hal itu berarti salah satu yang menjadi faktor penyebabnya adalah masih sangat sedikit sekali stok pengetahuan yang kita miliki. Itu fakta yang sudah terbukti kebenarannya dan tidak bisa diganggu gugat. Sehingga sebagai solusinya kita harus menambah stok pengetahuan tersebut agar proses menulis  kita menjadi lancar, yakni dengan menggiatkan kebiasaan membaca kita.
Tidak hanya dalam dunia literasi saja yang memberlakukan ketrampilan membaca. Dalam dunia kebahasaanpun begitu, ketentuan tersebut juga berlaku. Proses pemerolehan bahasa (Language Acquisition) seseorang itu yang terakhir adalah ketrampilan menulis. Secara berturut-turut proses pemerolehan bahasa itu pada umumnya dimulai dari menyimak (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing). Dalam hal ini sudah jelas bahwa membaca dan menulis adalah konsep dasar yang harus kita kuasai karena memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan kita.
Pelestarian budaya menulis seiring budaya membaca mari kita bangun mulai dari saat sekarang. Tapi, untuk menjalankan aktifitas membaca dan menulis ini juga tidak semudah membalikkan telapak tangan, hanya sekali jadi, dan juga tidak bisa secara tiba-tiba melekat dalam diri kita. Supaya membaca dan menulis ini bisa menjadi tradisi dalam diri kita, ya mau tidak mau hanya diri kitalah yang bisa mengkondisikannya. Kita harus memaksakan diri kita untuk menjadikan kegiatan membaca dan menulis ini sebagai rutinitas kita agar lama kelamaan bisa menjadi sebuah tradisi. Di IAIN Tulungagung, kebanyakan dari kami termasuk saya pribadi, melaksanakan kedua aktifitas itu adalah pekerjaan yang tidak mudah. Mengapa? Kalau saya pribadi karena kegiatan itu masih belum menjadi kebiasaan atau membudaya dalam diri saya. Kasus menulis misalnya, sebenarnya kegiatan menulis ini sudah sangat familiar dengan kegiatan menulis ini, apalagi kami yang notabene sudah memasuki ranah perguruan tinggi, pastilah kegiatan menulis ini sudah menjadi menu utama. Tapi kasusnya kenapa setelah mencoba menulis masih saja merasa begitu sulit? Saya katakan lagi karena itu masih belum mendarah daging atau belum menjadi tradisi. Melalui kegiatan-kegiatan seperti ini belajar menulis, menghadiri seminar yang berkaitan dengan menulis, dan berbagai bentuk kegiatan lainnya yang diadakan di kampus yang berkaitan dengan menulis sungguh sangat membantu bagi kami yang masih ingin belajar untuk menghasilkan karya dan menjadi sarana untuk melatih kebiasaan menulis kami.
Karena menulis itu menyangkut kebiasaan dan ketrampilan maka kita harus melatihnya dan membiasakannya dengan terus menulis dan menulis. Dalam hal ini kehadiran buku penuh inspirasi The Power of Writing sangat membantu sekali bagi kami yang berkiinginan untuk bisa menulis. Berkali-kali dalam buku tersebut disebutkan kalau menulis adalah sebuah ketrampilan yang dibutuhkan latihan terus menerus dan jam terbang yang tinggi untuk bisa sukses dalam hal menulis. Tertera jelas dalam buku tersebut dibagian hambatan menulis. Semua hambatan, yang khususnya saya pribadi pernah rasakan tertuang disitu dengan sangat gamblang, mulai rasa malas, sering mengeluh, tidak ada ide, tulisan sering tidak selesai dan sebagainnya. Itu semua beliau jelaskan beserta solusinya. Setelah saya amati apa yang terjadi? Ya … solusi untuk mengatasi hambatan menulis yang sekian banyak itu intinya semua hanya satu, yaitu rajin berlatih. Misalnya saat malas menyapa maka kita harus melawannya dengan segera untuk menulis, saat bingung mau menulis apa cara mengatasinnya cukup dengan banyak latihan, dan seterusnya. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam bukunya Pak Ngainun Naim begitu mewanti-wanti kalau menulis itu butuh latihan yang terus-menenus, satu hal yang ingin saya tegaskan adalah menulis itu membutuhkan proses secara terus-menerus. Para penulis pemula biasannya sulit menghasilkan karya karena minim jam terbang. Semakin sering berlatih akan semakin mudah menghasilkan karya (Ngainun Naim, 2015: 119). Memang begitu realitasnya. Maka dari itu meskipun ini masih menjadi beban yang berat untuk kita lakukan, khususnya saya pribadi mari kita buka semangat kita untuk terus berlatih dan terus belajar agar kegiatan ini bisa menjadi tradisi baik bagi kita.
Begitu juga dengan membaca. Meskipun kelihatannya sangat entheng … tapi beratnya juga masyaallah. Buktinya, waktu yang saya pribadi gunakan untuk membaca itu masih sangat sedikit. Di waktu kuliah ini saja … kalaupun petugas perpustakaan mengecheck perorangan kunjungan ke perpustakaan, mungkin saya adalah sudah urutan ke nomor sekian. Karena sampai semester 6 ini, saya masih sangat ingat berapa kali saya ke perpustakaan he e agak malu mau saya sebutkan berapa kalinya, yang jelas sangat jarang. Kadang waktu yang ada malah banyak digunakan untuk nonton film, lihat TV, facebukan yang gak jelas, dan sebagainnya. Itulah sedikit gambarannya. Bagi kami, mahasiswa khususnya mumpung belum terlambat, ini adalah kesempatan yang masih tersisa kita untuk memperbaikinya, menjadikan membaca juga menjadi tradisi kita. Dan yang harus perlu kita ingat baik-baik lagi adalah bahwa membaca adalah gizi menulis, begitulah kirannya istilah yang sempat teringat dalam benak saya. Lewat kebiasaan membaca, bisa me;atih ketrampilan menulis kita. Kita punya wawasan dan pengetahuan yang akan siap kita tuliskan.
Untuk memulai dan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya budaya baca-tulis ini harus dimulai dari dirikita itu sendiri. Sekali lagi, di dunia ini tidak ada yang instan, sehingga semua butuh proses dan latihan serta belajar secara terus menerus. Jadi tunggu apa lagi?
Mari kita bangun tradisi membaca dan menulis kita mulai dari sekarang agar kita bisa membuat hidup kita lebih bermakna. Salam literasi …:):)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

UJIAN KESABARAN: RESEP SEMBUH PENDERITA HIPERTIROID

Oleh: Eka Sutarmi Periksa rutin ke dokter saya lakoni sejak saya mengetahui penyakit tiroid yang menyerang organ tubuh saya. Tepatnya 6 Ju...