Selasa, 05 Desember 2017

PENGEMIS DI KAMPUNG INGGRIS


Tiba-tiba aku ingin menulis tentang judul tersebut. Bukan tanpa sebab. Aku sering mengamati hal-hal kecil seperti itu dan ternyata membuat diriku tertarik untuk menuliskannya.

Kampung Inggris Pare, Kediri, tempatnya yang sangat ramai, sulit terlepas dari keberadaan pengemis dan juga pengamen. Itu adalah kesempatan emas bagi mereka.

Aku perhatikan, sebenarnya banyak sekali peringatan tentang ngamen gratis atau bebas ngamen yang ditempel-tempel di depan rumah atau warung-warung. Bahkan di gang sebuah jalan kampung Inggris ada spanduk “bebas ngamen” yang ukurannya cukup besar dibentang. Berarti keberadaan para pengamen dan pengemis tersebut sepertinya malah menganggu.

Aku sering mendengarkan cerita beberapa orang di Kampung Inggris tentang pengemis dan pengamen yang datang silih berganti. Ada yang bilang banyaknya pengemis dan pengamen yang mencari dan memanfaatkan kesempatan di tempat ramai seperti Kampung Inggris, punya komunitas dan segala sesuatunya sudah diatur.

Bersama teman-teman aku pernah membeli mie ayam. Lalu, seorang pengamis datang. Ia datang seorang diri berbaju hitam dan berwajah sangar. Pengamen tersebut hanya bermodal kaleng bekas dan menyanyi. Ibu penjual pun memberinya uang receh. Lalu, Ibu penjual bercerita bahwa pengamen tersebut setiap hari selalu datang ke warung dan pernah juga ia marah-marah karena uang yang diberikan terlalu sedikit. Mendengar ceritannya aku sangat geram.

Lokasi Kampung Inggris yang sangat menjajikan bagi para pengamen dan pengemis membuat segala cara dan peran mungkin saja dilakukan. Apalagi bulan Desember ini adalah musim libur. Pengunjung Kampung Inggris pun membludak.

Selama aku tinggal di sini, banyak model pengamen dan pengemis yang kujumpai. Ada pengamen berwajah ramah, pengemis bertampang sangar, pengamen memaksa, dan mungkin mereka banyak yang bersembunyi dibalik peran memelas mereka.

Mereka pun datang dengan berbagai penampilan, misanya dengan menggendong satu anak, membawa dua anak, berjalan menyeret kaki, tak bisa melihat, duduk diam di depan swalayan dan ATM dengan wajah memelas, dll.

Aku beberapa kali dibuat geram dengan pengamen dan pengemis di Kampung Inggris ini. Selain dibuat geram dengan cerita orang tentang tingkah mereka, juga menyaksikan sendiri. Salah satunya ketika pengemis menukar uang di swalayan dan terakhir tadi pagi ketia seorang pengemis sedang sibuk menghitung uang receh untuk ditukar di apotik. Aku benar-benar kaget dan aku masih ingat sekali, karena sering menjumpai saat ia sedang meminta-meminta. Tentu ekspresinya sangatlah berbeda, tidak lagi memelas tapi bungah.

Rezeki sering dikatakan datang secara tidak dinyana. Apakah para pengemis dan pengamen tersebut telah menemukan ladang rezeki? Kalau mereka berniat jadi pengamen dan pengemis di Kampung Inggris khususnya, memang mereka harus belajar terlebih dahulu dengan orang barat atau pengamen di negara maju. Sehendaknya tampak sedikit keren. Aku juga pernah membaca dari yang semula jadi musisi jalanan, baik di Indonesia atau luar negeri, mereka jadi musisi terkenal beneran. Aku akui mereka ini keren.

Ketika belajar tentang budaya Barat, memang salah satu yang membuatku terkesan adalah keberadaan musisi jalanan di luar negeri. Dengan mengamen atau mengemis yang totalitas dengan lagu serta alat musik seakan sedang konser di panggung besar, banyak orang yang malah dengan suka rela menghampiri untuk menyaksikan dan koin pun diberikan dengan sangat ikhlas. Bukankah ini lebih berkah? Daripada yang sudah meminta-minta, menipu lagi, pasti koin-koin atau uang yang dikasihkan pun tidak terlalu ikhlas. 

Pare, Kediri, 05/12/2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

UJIAN KESABARAN: RESEP SEMBUH PENDERITA HIPERTIROID

Oleh: Eka Sutarmi Periksa rutin ke dokter saya lakoni sejak saya mengetahui penyakit tiroid yang menyerang organ tubuh saya. Tepatnya 6 Ju...