Semarak
dalam memeriahkan hari kemerdekaan Indonesia sudah pasti dirasakan setiap
penduduk di penjuru negeri ini. Pun di kampung saya. Peringatan HUT RI ke-71 di
desaku juga cukup ramai. Meskipun tidak seramai di tingkat kecamatan, namun
antusias warga desa dalam memeriahkan hari kemerdekaan ini patut diacungi
jempol.
Hiasan
lingkungan memang tidak begitu tampak, seperti halnya hiasan lampion, kertas
minyak, maupun ornamen lain yang mempercantik kampung. Hanya umbul-umbul yang
dipasang pinggir jalan raya besar dan juga bendera merah putih. Untuk jalan
atau gang menuju kampung tidak ada hiasan sama sekali. Letaknya yang tidak
strategis, jalanya berbukit, naik-turun, terjal rupanya memang menyulitkan jika
dipasang hiasan layaknya di kota-kota. Meskipun tidak ada hiasan meriah, hal
itu tidak mengurangi kecintaan kita kepada tanah air. Menjelang 17 Agustus,
warga di kampung kami serempak memasang bendera setengah tiang di depan rumah.
Perayaan
hari kemerdekaan di tingkat desa diadakan hanya sehari saja, tepatnya
dilaksanakan pada hari Kamis lalu, 29 Agustus 2016. Saya hanya menyaksikan
keramaianya saja, karena tidak ikut berpartisipasi dalam beberapa agenda yang
digelar. Pada malam harinya, remang-remang suara musik sudah terdengar.
Remang-remang saja, karena jarak balai desa dengan rumah cukup jauh. Namun,
kami sepenuhnya yakin kalau keramaian itu berpusat disana.
Saya sudah
berniat berangkat pagi untuk menyaksikan serangkaian acara yang digelar disana.
Namun pada akhirnya, pukul sebelas baru berangkat. Menuju tempat acara kurang
lebih 15 menitan. Sampai disana langsung saya menuju kerumunan orang yang
mengitari sebuah panggung bertemakan “gebyar seni Desa Terbis”. Ternyata
pertujukan kuda lumping atau yang biasa kami sebut seni jaranan ala desa kami
sedang di gelar. Memang sudah lama sekali jaranan berlabel “Kuda Lestari” ini
berdiri. Banyak acara-acara desa tertentu dengan melibatkan kesenian tersebut.
Ya boleh dikatakan kesenian jaranan ini menjadi tontonan favorit di desa kami.
Saya juga suka saat menyaksikanya. Namun kadang juga takut, karena ada
bau-bau mistisnya begitu.
Satu jam
berdiri dalam suasana yang lumayan panas tidak terasa. Waktu dhuhur tiba,
pentas seni jaranan selesai dan selepas bedhug pertunjukan dilanjutkan dengan
lomba panjat pinang. Kerumunan orangpun berpindah. Sorak para pengunjung
menggema untuk menyemangati kelompok yang sedang mendapatkan giliran pertama
untuk berjuang dalam lomba permainan rakyat panjat pinang ini. Ada banyak
hadiah yang ada di lomba tersebut. Hadiah itu akan didapat jika kita berhasil
berjalan diatas sebatang pohon hingga sampai di ujung, kemudian peserta naik ke
atas dan ambil hadiah yang diinginkan. Dalam permainan ini memang membuat gelak
tawa para pengunjung karena aksi para peserta yang cukup konyol.
Tidak sampai
selesai, saya sudah meninggalkan tempat terlebih dahulu karena belum menunaikan
Sholat Dhuhur. Warga desa masih saja ramai hingga siang itu. Terdengar panitia
mengumumkan beberapa agenda lagi yang akan dilaksanakan berikutnya, seperti
halnya pentas tari, pertandingan bola voli, dan masih banyak lagi. Untuk pagi
harinya saya mendapatkan info dari teman-teman dipakai untuk baris-berbaris dan
pawai seni tingkat dusun.
Mungkin
sekian cerita tentang kemeriahan dalam memperingati HUT RI di desaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar