Foto bersama penulis, Pak J. Sumardianta
Sarasehan Buku
"Mendidik Pemenang Bukan Pecundang Karya Pak Guru J. Sumardianta",
itulah tema acara yang beberapa hari yang lalu digelar di aula Balai Benih Ikan
Trenggalek. Setelah mengetahui info ini sebelumnya, tanpa basa-basi saya
langsung segera menghubungi nomor yang ada di brosur untuk mendaftarkan diri.
Entah, pada saat hari H saya bisa datang atau tidak. Info seperti ini tidak
tahu mengapa cukup menggiurkan adanya.
Dua hari sebelum acara,
saya minta tolong Adik saya yang ada di Tulungagung untuk pergi ke toga mas
mencarikan buku yang saya maksudkan, yaitu buku karya Pak J. Sumardianta yang
mau dibahas itu. Sekitar satu bulan yang lalu ketika kesana saya masih melihat
buku tersebut bertengger di rak new
release. Namun, waktu itu saya belum tertarik untuk membelinya. Ternyata ia
bilang bukunya sudah habis. Setelah itu, saya menanyakan kepada narahubung
yang untuk bertanya lagi, kalau mau
membeli bukunya disediakan apa tidak. Katanya ada. Syukurlah. Akan mengikuti
acara sejenis ini memang serasa ada yang kurang kalau belum tahu wujud bukunya.
Saya janjian bersama
beberapa teman saya untuk hadir disana. Ternyata ada guru-guru SMP dan SMA saya
juga hadir, diantaranya Pak Sri, Pak Fauzan, Pak Agus, Bu Bintar, Bu Agil, dan
Pak Ion. Saya bertegur sapa, senyum salam dengan mereka. Senang sekali bisa bertemu
di acara ini.
Sesuai di brosur acara,
saya catat acara dimulai jam 8. Saya mengantisipasi untuk berangkat lebih awal,
agar tidak terlambat menyaksikan serangkaian acaranya. Kurang lebih hampir tiga
jam lebih perjalanan saya lalui.
Sebenarnya tiga jam mestinya sudah sampai, namun beberapa kali saya sempat berhenti
karena menunggu hujan reda. Di tengah-tengah perjalanan hujan turun lumayan
deras pagi itu. Sudah berhenti cukup lama dan hujan tidak juga reda, akhirnya
saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Tepat sekali, sampai disana acara
belum dimulai.
Sampai disana saya
langsung mengisi daftar hadir, menerima makalah dan snack. Sebelum masuk saya
menanyakan buku yang akan dibahas. Buku masih belum siap dan diminta untuk
menunggu. Lalu saya masuk bersama kedua teman saya dan mencari tempat duduk
yang agak depan. Waktu itu memang masih banyak kursi yang belum terisi.
Sebelum pemateri datang,
ketua pelaksana membagikan beberapa buku secara cuma-cuma kepada orang yang
beruntung. Saya tidak termasuk di dalamnya. Orang yang beruntung adalah mereka
yang memiliki pulsa paling sedikit dan satu orang yang duduk paling depan yang
tetiba ditunjuk karena memiliki senyuman
yang tulus ikhlas😆.
Sambil menunggu, saya
juga baca-baca makalah yang diberikan. Makalah itu disusun oleh salah satu
narasumber acara ini yaitu Pak Saiful Mustofa, berisikan tentang ulasan penting
mengenai buku mendidik pemenang bukan pecundang karya Pak J. Sumardianta. Saya
cukup menikmati isi di dalamnya.
Setelah ketiga narasumber
datang, acara langsung dimulai. Acara dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia
Raya, sambutan ketua panitia, lalu doa. Untuk selanjutnya baru masuk sesi
pemaparan materi yang disampaikan oleh ketiga narasumber.
Dengan dipandu moderator,
Bapak Priyo Suroso acara inti dimulai. Pak Saiful Mustofa diberikan kesempatan pertama. Beliau menyampaikan garis besar dari
isi buku Mendidik Pemenang Bukan Pecundang. Lewat paparan yang beliau sampaikan,
saya menjadi penasaran dan semakin kuat saja keinginan saya untuk membaca isi
buku ini.
Lalu, dilanjutkan dengan
perkenalan sosok Pak Guru J. Sumardianta. Beliau yang interaktif, rendah hati, ramah,
bijaksana membuat kami sangat menikmati apa yang beliau sampaikan. Jujur, saya
baru mengetahui beliau yang pertama ini. Namun, entah kenapa saya langsung
kagum dan terkesan dengan sosoknya. Dalam pengenalan profilnya, Pak Guru
memutar video yang katanya warisan dari dua muridnya yang mengidolakan beliau
dan dibuatnya sebagai kenang-kenangan sebelum pindah ke Jerman. Video yang
berdurasi beberapa menit itu berisi pesan dan kesannya menjadi seorang guru
yang piawai dalam membangun karakter murid-muridnya.
Dalam video itu
diceritakan pengalaman beliau saat mengajar PKN, yang membuat pelajaran yang membosankan
ini dikemas menjadi pelajaran yang membuat siswa terkesan saat mempelajarinya.
Bahkan sampai ada siswa yang menangis, tersentuh hatinya ketika tengah
memperesentasikan tugas yang beliau berikan. Ya, memang ada beberapa prinsip
yang luar biasa yang beliau terapkan saat mengajar.
Kata Pak Guru proses
belajar dimulai ketika hati anak itu sudah diletakkan, ketika pelajaran itu
sudah bisa menyentuh hati seseorang. Seperti contohnya pada saat pelajaran PKN
berlangsung ini. Beliau juga berpinsip bahwa mengajar baginya adalah cara
terbaik untuk belajar. Murid dijadikan sebagai guru pribadinya. Di era gawai
ini, menurut beliau murid lebih membutuhkan kearifan dibandingkan pengetahuan.
Pengetahuan bisa didapatkan dimana saja, bisa dengan baca buku, di internet,
dll, namun kearifan perlu keteladanan.
Pada sesi
perkenalan ini, saya juga terkesima pada saat beliau berbagi bercerita mengenai
kisah perjalanannya mengelilingi wilayah mataraman. Bahkan beliau sudah berkali-kali
ke kota Trenggalek. Pak Guru sangat suka mengunjungi kota ini, karena konon
kotanya yang sangat indah. Menariknya lagi, Pak J memperlihatkan kepada kami hasil
penulisan dari jelajah dusun di wilayah mataraman (di Dusun Prambanan) yang
diterbitkan di koran Tempo. Secara tidak langsung, Pak J ini mengajak kita
untuk mencintai kampung halaman, salah satunya dengan jalan menuliskanya, lalu
dikirim ke media atau penerbit untuk dijadikan buku.
Begitulah sekilas tentang
perkenalan Pak Guru J. Sumardianta, sosok guru yang luar biasa. Setelah
perkenalan beliau diakhiri, kemudian giliran Pak Nurani Soyomukti untuk menyampaikan
penjelasanya.
Di kesempatan ini, Pak
Nur menyinggung sekilas metode
pendidikan yang diterapkan di sekolah tempat Pak J mengajar, yaitu SMA Kolese
De Britto Yogjakarta yang luar biasa lewat immersion
program-nya. Sesuai dengan situasi dan kondisi para siswa di kota, program
ini cocok diterapkan. Berbeda dengan di Trenggalek, yang mayoritas
masyarakatnya berasal dari kalangan menengah ke bawah. Problem sosial banyak
terjadi, salah satunya banyak anak yang putus sekolah. Karena lingkungan sosial
yang tidak mendukung, Pak Nur berpendapat bahwa program ini kurang sesuai jika
diterapkan di kota ini, konteksnya
sudah berbeda.
Seperti yang dikatakan
oleh Pak Guru pada saat perkenalan bahwa di era gawai atau multimedia ini siswa
lebih memerlukan kearifan dibandingkan pengetahuan. Pak Nur seperti setuju akan
hal ini, bahwa pendidikan nilai itu sangat penting diterapkan. Media yang sudah
sangat terbuka bagi siswa, membuat mereka sering bosan jika diajar dengan
metode yang monoton dan ketinggalan zaman. Kalau murid bosan, emosi guru akan
meningkat. Sebagai akibatnya, banyak kasus murid atau orang tua mengkriminalkan
guru. Salah satu sebabnya terjadi karena metode usang masih dipakai di masa
kini. Maka, disinilah tantanganya menjadi guru di abad ke-21 ini, guru harus
bisa mengimbangi perubahan yang terjadi.
Lewat persoalan-persoalan
tersebut, kiranya menjadi sangat tepat buku “Mendiidk Pemenang Bukan Pencundang”
ini hadir di tengah-tengah kita.
Sesi berikutnya adalah
kesempatan Pak Guru J. Sumardianta untuk berbagi pengalamanya. Saya masih
dengan semangat untuk menikmati sajian pembicaraan beliau yang luar biasa.
Dalam kesempatan ini, beliau lebih banyak berbagi pengalamnya tentang immersion program yang diterapkan di SMA
Kolese De Britto Yogjakarta. Bagaimana anak yang punya perasaan jijik, lalu
dikirim program
immersion di panti jompo Pasar Senen, Jakarta. Pak Guru juga banyak berbagi
cerita tentang pengalamnya saat mengajar dikelas, mulai dari pembuatan modul
hingga evaluasi yang digunakan. Menariknya lagi, beliau juga bercerita tentang
kisah pertemuanya dengan Ditta Puti Sarasvati (putri Rizal Ramli) yang yang
akhirnya bekerja sama untuk menyusun buku ini. Tidak ketinggalan, Pak J juga
memberikan motivasi menulisnya.
Waktu berikutnya
diberikan kepada penanya. Karena waktu dibatasi, jadi
hanya penanya yang beruntung saja yang mendapatkan kesempatan itu. Hampir satu
jam lebih waktu yang dipakai untuk tanya jawab. Saya masih dengan semangat
mnedengarkannya dan mencatat informasi-informasi penting dari ketiga narasumber
yang dihadirkan.
Di penghujung acara, diisi dengan foto bersama dan meminta
tanda tangan untuk mendapatkan buku edisi tanda tangan penulis. Saya dan
teman-temanpun tidak ingin melawatkan momen ini.
Buku edisi tanda tangan penulis
Panggul/Trenggalek, 08-09 September 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar