Hari Sabtu kemarin, saya
senang sekali karena bisa berkesempatan untuk menghadiri sebuah acara yang
sangat menarik dan insya’allah berkah, yaitu talkshow kepenulisan, yang
diselenggarakan oleh FAM (Forum Aktif Menulis) Indonesia di STAIN Kediri. Saya
mengetahui informasi ini dari halaman facebook. Karena saya baca info tersebut, aksesnya cukup mudah, akhirnya saya berniat untuk ikut.
Sebenarnya tidak hanya
talkshow kepenulisan saja, namun ada dua acara yang lainnya, yaitu Launching
program FAM goes to School/Campus dan Lomba baca Puisi se-Kabupaten Kediri.
Saya kurang tahu persis penyusunan ketiga jenis acara ini bagaimana, karena
memang tidak disebutkan dalam brosur pengumumannya. Untuk memperjelas acara tersebut
saya menghubungi CePe, tetapi hanya hal-hal umum saja yang saya tanyakan, tidak
sampai pada susunan acara.
Sehari sebelumnya, saya
mengajak Adik saya, ternyata ia ada janjian dengan temannya untuk belajar
kelompok. Setelah saya tawarkan kepada teman satu kamar kos saya, ia mau. Saya akan
berangkat bersamanya dan esok pagi kita berangkat.
Tertulis di brosur bahwa acara dimulai pukul 08. 00.
Pagi itu hari cukup terang.
Semburat cahaya pagi menemani keberangkatan kami ke Kediri. Perjalanan memakan
waktu satu jam lebih. Sebenarnya satu jam saja sudah sampai. Tetapi, saya sempat
lupa arah menuju ke Kampus STAIN Kediri. Setelah bertanya berkali-kali, kami
bisa menemukannya.
Setelah memasuki area
kampus, tempat pertama yang saya tuju adalah pos satpam. Saya bertanya kepada
satpam yang jaga tentang lokasi acara FAM. Dengan senang hati, beliau
menunjukkan arahnya. Kami berjalan menuju aula utama di lantai 4.
Terdengar dari bawah, suara
musik masih menggema. Syukurlah, berarti acara belum dimulai. Memasuki aula,
kami harus registrasi dulu, menuliskan nama dan asal kampusnya, baru kami
menempati tempat duduk yang disediakan. Saya mengajak teman saya untuk duduk di
kursi paling depan agar bisa dengan jelas menyaksikan setiap rangkaian
acaranya. Kebetulan kursi paling depan tidak ada yang menempati, jadi anggap
saja kursi baris kedua yang paling depan. Kalangan mahasiswa yang datang ada
beberapa saja, termasuk kami berdua. Kursi yang tersedia dipenuhi oleh para
pelajar (SMP dan SMA) yang ikut lomba baca Puisi dan juga guru pemdamping.
Pukul 08. 45 acara dimulai.
Sang moderator membuka acara dan membacakan susunan acarannya. Setelah acara
dibuka, kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari ketua panita, yaitu Ibu.
Arifa Sulandari. Selain sebagai ketua panitia, di FAM beliau juga sebagai koordinator
divisi perempuan. Dalam sambutanya, beliau menyampaikan, khususnya untuk para
pelajar tingkat SMP dan SMA bahwa lomba baca puisi selain bisa mengukur sejauh
mana kemampuan dalam membaca puisi, juga diharapkan setelah para pelajar cinta
dengan salah satu bentuk kegiatan literasi ini (baca puisi), akan mampu
mendorong siswa untuk melahirkan karya dalam bentuk tulisan.
Bu. Arifa juga
menyampaiakan bahwa berkaitan dengan program FAM goes to school/campus dengan
mengangkat tema tentang menulis (Ayo Kediri Menulis), semata-mata merupakan
ketertarikan FAM sendiri untuk mengajak para pelajar dan juga mahasiswa untuk
berkarya.
Setelah
sambutan, acara dilanjutkan lomba baca puisi untuk nomor undian 1-10. Teks
puisi ditentukan oleh panitia. Ada dua jenis puisi, yaitu puisi karya SapardiDjoko Damono berjudul “Dalam Do’aku” dan karya Afrizal Malna dengan puisi berjudul “Asia Membaca”. Ada sebagaian peserta yang membacakan puisi “Dalam Do’aku”
dan ada yang membacakan puisi “Asia Membaca”. Saya yang notabene tidak pandai
membaca puisi, melihat penampilan mereka merasakan kagum, merinding, bahkan aku
sampai tertegun karena beberapa peserta yang sangat menjiwai
terhadap isi puisi yang dibawakan.
Pembacaan puisi oleh salah satu peserta lomba
Acara selanjutnya adalah
launching program FAM goes to School/Campus yang oleh Ibu. Aliya Nurlela
(Pendiri FAM Indonesia). Yang semula hanya tahu beliau lewat halaman fesbuk, kali ini
saya berkesempatan untuk bertatap muka langsung dengan beliau. Paparan yang
sangat menarik dan menggugah beliau sampaikan. Pertama, beliau memperkenalkan diri.
Ibu. Aliya Nurlela meyampaikan banyak hal tentang dirinya. Seperti halnya hobi
menulis yang dilkoni sejak kecil dan pengalaman pertama mengirimkan karya
dimedia yang menjadi kenagnan yang tak terlupakan.
“Bebicara tentang menulis,
saya suka menulis memang sejak kecil. Tetapi, usia 14 tahun baru mulai mengirim
karya ke media dan untuk jaman dulu tidak seperti sekarang yang mudah sekali,
pakai e-mail yang anak-anak kecil saja sudah pintar main e-mail. Jaman dulu
ngetik saja harus manual dan susah-susah ke kantor pos beli perangko dan
ketikan amburadul tanpa minta penilaian dari orang tua, Itu kenangan yang tidak
bisa dilupakan. Waktu itu honor satu
tulisan Rp. 1000,- dan itu diantar ke sekolah dan merasa sangat bangga, karena biasa
kalau di sekolah guru-guru memanggil ke depan, jadi ini anak yang suka nulis
gitu kan. Itu kenangan yang tidak bisa dilupakan” Jelasnya.
Cerita menarik dari beliau saat
memperkenalkan novel karyanya. Selain ada buku non-fiksi dan buku antologi yang
ditulisnya, beliau menulis dua buah Novel, yaitu Lukisan Cahaya di Batas Kota Galuh dan Senyum
Gadis Bell’ Palsy. Kedua Novel
tersebut tersebut ditulis berangkat dari pengalaman prbadi yang dibumbui bahasa fiksi.
Novel “Lukisan Cahaya dari Batasa Kota Galuh” merupakan Novel yang berlatar
belakang tanah kelahirannya sendiri, yaitu salah satu kota di Ciamis. Kota
Galuh sengaja dimasukkan oleh penulis, dengan harapan lewat tulisan itu, berharap
Kota kelahirannya akan menjadi seperti Belitung. Karena lewat tulisan Andrea
Hirata yang mendunia, yang semula Belitung sebagai Kota terpencil, menjadi
terangkat.
Novel
Senyum Gadis Bell’s Palsy juga terinspirasi dari pengalaman nyata. Novel tersebut
dilatarbelakangi penyakit Bell’s Palsy yang beliau alami beberapa tahun terakhir. "Saya
adalah satu orang yang terkena sakit Bell’s Passy. Sakit Bells’s Passy itu menyerang
wajah hanya separo dan berbeda dengan stroke. Saat ini saya sedang masa
penyembuhan. Akibat sakit itu membuat wajah tidak simetris. Tertawa tidak
sesuai, senyum tidak susai dan itu bikin mangkel di awal-awal terkena. Saya
pernah terpuruk dan kehilangan kepercayaan diri, bahkan mengira tidak akan
pernah berani tampil lagi di hadapan publik. Namun, seiring berjalannya waktu
dan berkat aktivitas menulis yang saya tekuni dan berani tampil di depan umum,
masa-masa tersebut dapat dilewati," ungkap Ibu. Aliya Nurlela yang juga
Sekjen Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia.
Buku
Bell’s Passy memberikan keberkahan
tersendiri bagi Ibu. Aliya Nurlela dan bisa memberikan manfa’at untuk orang
lain, karena setelah buku tersebut diluncurkan, justru kebanyakan pembelinya
adalah orang yang terkena penyakit itu. Kebanyakan orang yang terkena penyakit Bell’s
Passy sangat terpuruk, malu, tidak berani muncul. Ketika tahu ada juga yang
terkena penyakit yang sama, sehingga banyak orang yang sharing dengan beliau.
Selain itu Novel tersebut juga pernah dijadikan bahan skripsi oleh mahasiswa.
Bahkan berkat buku tesebut, profil beliau pernah dimuat di beberapa media.
Ibu. Aliya Nurlela mengisahkan dua novel karyanya,
Setelah memperkenalkan
diri, juga memperkenalkan FAM Indonesia sendiri yang beliau dirikan bersama seorang penulis
lainnya, yaitu Muhammad Subhan. “Karena sama-sama penulis, kita membuat sebuah
komunitas, wadah Forum Aktif Menulis (FAM) dengan harapan para penulis atau
orang-orang yang mencintai kepenulisan bisa aktif, sehingga dibentuklah FAM.”
Terang Ibu. Aliya saat memberikan sedikit penjelasan mengenai latar belakang
berdirinya FAM Indonesia.
Gagasan berdirinya FAM juga
berawal dari sebuah karya. Awalnya beliau bersama Bapak. Muhammad Subhan menulis
bersama, saling mengulas karya, dan akhirnya jadilah buku antologi cerpen
berjudul FESBUK. “Dari terbitnya buku FESBUK, kita akhirnya membuat sebuah
wadah dengan harapan ingin merangkul para penulis-penulis pemula, karena banyak
orang yang minat menulis tapi tidak tahu caranya, banyak sekali itu. Jadi,
sangat sayang sekali kalau tidak tahu caranya.” Ungkap Ibu. Aliya. Selian itu,
maish banyak lagi berkaitan dengan FAM yang beliau paparkan, seperti tujuan
FAM, kegiatan FAM, anggota FAM, cabang FAM, Divisi FAM, dll.
Berkaitan dengan FAM goes
to School/Campus dengan tema “Ayo Kediri Menulis”. Ibu. Aliya Nurlela
menjelaskan bahwa FAM Indonesia mengajak berkarya bersama siswa dan mahasiswa,
khususnya Kota. Kediri, melalui kegiatan menulis yang akan diadakan di sekolah
dan kampus untuk merealisasikan slogan “Ayo Kediri Menulis”. Dijelaskan pula
macam-macam kegiatan gerakan FAM goes to school/campus, peserta, waktu dan tempat,
dll.
Diakhir, Ibu. Aliya Nurlela
mmeberikan bonus beberapa tips terkait dengan kegiatan baca-tulis. Berikut
adalah tips agar gemar membaca yang beliau sampaikan. Pertama, gemar membaca itu bisa kita ciptakan, yang bisa mengalokasikan
waktu khusus. Setiap orang memiliki waktu yang sama, yaitu 24 jam, tetapi kalau
tidak bisa mengkhususnya waktu membaca itu akan sulit. Sehari satu halaman
tidak masalah, yang penting konsisten. Kedua,
membuat target membaca, misalnya bulan ini kita ingin membaca Novel Senyum
Gadis Bell’s Passy, harus tamat, jadi caranya dibagi saja halamanya. Ketiga, mulai dari bacaan yang disukai.
Kalau masih pemula, jangan asal buku dulu yang dibaca. Pemula harus membaca
buku yang disukai. Siapapun yang membaca buku yang tidak disukai pasti akan
jenuh dan ngantuk. Keempat, bergaul
dengan orang yang suka membaca. Jika kita bergaul dengan orang yang malas
membaca, maka akan terpengaruh, begitu juga sebaliknya. Kelima, cari tempat yang asyik untuk membaca. Bahkan beliau pernah
membaca diatas pohon Jambu, karena memang disitu tempatnya sangat asyik dan
nyaman.
Untuk tips gemar menulis
dari beliau, pertama, memiliki
minat/keinginan menulis, kedua,
memiliki komitmen untuk mewujudkan minat tersebut dengan membiasakan diri
menulis. Ketiga, memulai menulis
berdasarkan pengalaman pribadi, Keempat,
bergaul dengan orang yang suka menulis, bergabung dengan komunitas kepenulisan,
mengikuti seminar menulis, dll. Kelima,
percaya diri mengirimkan karyanya ke media, mengikuti berbagai lomba kepenulisan,
mengirimkan karya ke penerbit.
“Menulis dan membaca itu
satu paket. Penulis yang baik adalah pembaca yang baik.” Terang beliau ketika
mengakhiri sambutannya.
Kembali lagi, acara diisi
dengan lomba baca puisi oleh pelajar tingkat SMA. Untuk ronde pertama, yang
tampil adalah nomor urut 1-5. Setelah semua tampil, akhirnya kesempatan yang
saya tunggu-tunggu datang, yaitu talkshow kepenulisan dengan narasumber Bapak.Eko Prasetyo, seorang wartawan Jawa Pos, penyair, dan juga penulis produktif dan
dipandu oleh moderator Bapak. Yudha Prima, selian penulis produktif, baliau
juga sebagai koordinator FAM Indonesia cabang Surabaya.
Sebelum Bapak. Eko Prasetyo
memyampaikan materinya, terlebih dahulu pemandu acara, Bapak. Yudha Prima juga
menyampaikan sedikit motivasi pembuka acara talkshow ini. “Pernah dikatakan
bahwa jika suatu negara tidak punya tentara akan aneh. Saya jadi berpikir, kalau
tidak punya tentara saja, suatu negara dikatakan aneh, apalagi kalau suatu
negara tidak punya penulis. Kalau saja tidak ada Bung. Karno dulu yang menulis,
saya yakin Indonesia samai saat ini tidak akan pernah merdeka. Artinya apa,
kedepannya tidak punya penulis lagi, Indonesia akan tenggelam. Jadi, untuk
menenggelamkan Indonesia tidak perlu tsunami, tidak perlu badai apapun, cukup
berhentilah menulis, maka Indonesia kana tenggelam.” Masihkah ada alasan untuk
tidak menulis?
Bapak. Yudha Prima selaku moderator talkshow
Berikutnya motivasi menulis disampaikan langsung oleh Bapak. Eko Prasetyo, atau lebih akrabnya
dipanggil Mas. Pras, seorang penggemar wedang kopi, anti rokok yang produktif menulis. Dengan Bahasa
santai dan tidak bertele-tele, penjelasan yang belau sampaikan sangat mudah
diterima.
Pentingnya
Literasi untuk Menghadapi MEA
Pada akhir Februari, setelah tertunda beberapa kali,
akhirnya diresmikan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), merupakan sebuah kabar gembira
sekaligus sebagai tantangan, terutama untuk para pelajar. Kaitanya dengan
literasi, implikasinya sangat luas pada MEA ini. Karena kalau berbicara tentang
MEA, maka ketrampilan literasi itu berada pada posisi yang paling atas. Mengapa
demikian, MEA ini memungkinkan tenaga-tenaga ahli atau tenaga kerja dari negara-negara
ASEAN itu masuk ke Indonesia. Bahkan sudah terjadi sebelum MEA diresmikan,
terutama buruh dari Tiongkok, Cina sudah masuk ribuan ke Indonesia dan mulai
berangsung-angsur, seperti tenaga akuntan, tenaga medis, bahkan tenaga pendidik
juga sudah masuk di sekolah-sekolah Internasional di Indonesia. Dan tidak
memungkinkan juga para tutor sebaya, yang seumuran dengan pelajar dari negara-negara
Asing masuk ke Indonesia. Dengan kondisi seperti ini, budaya literasi harus
digalakkan agar bisa mengimbangi keadaan yang ada, sehingga bisa optimis dalam
menghadapi era MEA ini.
Beliau
juga mengatakan bahwa hampir tidak ada profesi apapun yang tidak membutuhkan ketrampilan
menulis. Beberapa tokoh beliau jadikan contoh bahwa dengan karya yang dibukukan
bisa memberikan implikasi penting pada kehidupan, baik Individu, masyarakat,
maupun kehidupan bernegara, seperti halnya Gus. Sholah (Salahuddin Wahid),
Pramoedya Ananta Toer, RA. Kartini, dll. Terlebih Ibnu Sina, yang bisa
menguasai peradaban dunia karena karyanya.
Bahasa
Tulis Itu Istimewa
Bahasa
Tulis lebih istimewa daripada Bahasa
Lisan. Bapak. Eko Prasetyo mengatakan bahwa ketika berbicara, apalagi
berbicara di depan umum seringkali ada lubang atau jeda yang mengiringi.
Bisanya pembicara akan mengatakan “err” atau
“ehm” untuk menutup celah tersebut.
Dalam Bahasa Tulis tidak ada istilah jeda atau celah, sehingga Bahasa Tulis
lebih terstruktur. Ketika ada celah di dalam Bahasa Tulis, maka bisa-bisa pesan
untuk pembaca tidak bisa tersampaikan dengan baik.
Meningkatkan
Khasanah Bacaan
Agar kualitas tulisan kita
semakin bagus, maka membaca tidak boleh terlewatkan. Dengan membaca, maka banyak
wawasan yang bisa kita miliki. Ide-ide menulis juga akan bisa didapatkan lewat
bacaan yang kita baca. Khasanah bacaan memiliki peran penting dalam proses
kreatif menulis.
Cita-Cita
Suzan dan Penulis
Lagu anak-anak tahun 90-an yang dinyayikan oleh Ria Enes
dengan tokoh Suzan ini sempat disinggung oleh Bapak. Eko Prasetyo. Judul
lagunya adalah Suzan punya cita-cita. Dalam lagu tersebut Suzan punya beberapa
cita-cita, antara lain Dokter, Insinyur, Presiden atau wakilnya, dll. Namun,
Suzan tidak pernah bercita-cita jadi seorang penulis. Sehingga, cita-cita
penulis masih belum terlalu populer. Kebanyakan anak-anak jika ditanya tentang cita-cita,
mayoritas menjawab guru, dokter, insinyur, presiden, dll.
Tidak
Boleh Jadi Penulis Egois
Ketika kita punya karya, beliau menyarankan untuk
mempblikasikan karya tersebut, agar orang lain juga bisa membacanya. Jangan
sampai ketika punya tulisan, dibaca-baca sendiri, dirasakan sendiri, tertawa-tertawa
sendiri saat membacanya. Memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
membaca tulisan atau karya kita itu sangat penting. Siapa tahu tulisan tersebut
memberikan manfa’at kepada orang lain. Apalagi ketika tulisan itu mendapat
koreksi atau kritikan dari orang lain, malah akan membantu memperbaiki
kesalahan yang telah dibuat.
Pasti
Setiap Orang Bisa Menulis
Proses
kreatif menulis itu sangat panjang, tidak instan. Ingat, menulis bukanlah
bakat, tetapi menulis itu adalah ketrampilan. Karena menulis itu sebuah
ketrampilan, maka sejatinya kegiatan menulis itu bisa dilatih. Jadi setiap
orang sebenarnya bisa menulis, sebab everybody
has a story, so everybody can write; Setiap orang itu pasti punya cerita,
dan mereka bisa menuliskanya.
Ide
menulis akan jauh lebih mudah didapatkan dengan mengaitkan topik topik yang
ingin ditulis dengan bidang yang ditekuni. Bapak. Eko Prasetyo sendiri beberapa
buku karyanya juga berangkat dari pengalaman pribadi yang dikaitkan dengan bidang
yang ditekuninya, salah satunya adalah buku “Ketrampilan Berbahasa”. Beliau
sering menemukan permasalahan kebahasaan yang terlihat sepele namun sangat
krusial, yang kelihatanya lazim digunakan, namun ternyata salah. Berkat
kepekaan berbahasanya, lalu dituangkan dalam tulisan, maka jadilah buku tersebut sebagai solusi atas
persoalan itu.
Jika
memang sudah kepepet tidak ada ide yang muncul, tidak tahu harus menulis apa,
tidak mengerti caranya menulis bagaimana, sehendaknya mencoba cara menulis yang paling
sederhana dari beliau. Mitra tutur atau lawan bicara ternyata bisa dijadikan
bahan tepat untuk ide menulis. Dimana, saat sedang berbicara dengan lawan
bicara kita, maka sempatkan untuk merekam. Dari rekaman tersebut, kita bisa
menuliskan transkripnya, lalu dikembangkan.
Penyampaian motivasi kepenulisan oleh Bapak. Eko Prasetyo
Setelah
acara talkshow selesai, acara selanjutnya masih menyelesaikan lomba puisi,
karena masih ada beberapa siswa yang tersisa. Acara terakhir adalah pengumuman
pemenang lomba, pemberian penghargaan untuk para pemenang, quiz untuk
mendapatkan doorprize, pemberian penghargaan kepada pihak-pihak tertentu, dan
diakhiri dengan photo bersama.
Foto Bersama: para peserta acara, juri lomba baca puisi, Bapak. Yudha Prima (Moderator), Bapak. Eko Prasetyo (Narasumber), dan Ibu. Aliya Nurlela (Sekjen FAM Indonesia)
Gagal foto bersama Narasumber ...
Tulungagung, 01-02 Mei 2016
Nambah pengalaman dan ilmu
BalasHapusIya, Bu. Ima, Insya'allah
BalasHapusAlhamdulillah gairah penulisan telah merambah kota-kota kecil, saya jadi merasa amat optimis dengan masa depan Indonesia deh
BalasHapusTeteh. Salam kenal, saya Yeni. Saya baru saja memulai belajar menulis. Terima kasih untuk tulisannya dan ilmunya. Membuat saya jadi lebih termotivasi lagi untuk belajar menulis 😃
BalasHapus