Awalnya saya
menghiraukan ketika brosur bedah buku ini muncul, karena saya merasa kurang tertarik
dengan buku yang akan dibedah, “Masterpiece Islam Nusantara”. Membayangkan buku
tersebut adalah sesuatu yang rumit dan tidak sesuai dengan kemampuan saya untuk
memahaminya. Membaca buku sejenis ini, mungkin waktu masih masih aktif kuliah
dulu. Itupun terpaksa karena ada tugas untuk membuat makalah, lalu
dipresentasikan. Ketika berhadapan dengan buku populer, sekiranya saya masih
bisa sedikit membayangkan apa isinya. Tapi ketika mengetahui judul buku ini,
sama sekali pikiran saya tidak bisa menjangkau apa isinya alias masih tanda
tanya besar. Apa memang buku ini hanya untuk orang-orang tertentu saja.
Beberapa
hari berikutnya, saya pikir-pikir lagi. He he, pertimbanganya
banyak pokoknya. Acara ini tentu spesial karena akan menghadirkan penulisnya
langsung, yaitu Dr. Zainul Milal Bizawie dan Dr. Ngainun Naim sebagai
pembandingnya. Acara ini ternyata juga dibuka untuk umum. Dalam artian, buku
ini kiranya juga perlu dan penting untuk diketahui oleh semua kalangan. Salah
satu pembicaranya adalah Bapak. Ngainun Naim. Biasanya beliau kalau
menyampaikan sesuatu, baik dalam Bahasa lisan maupun Bahasa tulis mudah
dipahami, Bahasa yang digunakan tidak muluk-muluk. Boleh jadi, garis besar buku
“masterpiece Islam Nusantara” ini juga disampaikan dengan Bahasa yang mudah
dimengerti, sesuatu yang sulit akhirnya bisa dipahami dengan mudah.
Kurang tepat
kiranya kalau ingin menghadiri bedah buku, namun belum tahu wujud nyata dari
buku yang akan dibedah itu. Dua hari menjelang acara saya mencoba menghubungi
Bapak. Bagus (Dosen IAIN Tulungagung) untuk mencari info tentang buku tersebut,
bagaimana cara mendapatkanya, berapa harganya, dll. Ketika ingin buku itu, saya
diminta untuk menemui beliau di kantor. Giliran saya diberi tahu harga bukunya,
saya sok seketika. Ternyata lebih dari seratus ribu. Ya, kan biasanya
harga buku berbanding lurus dengan ketebalanya. “Ehhh, tebal
sekali ya Bapak bukunya? (ditambah dengan emotikon senyum-tangis he he.” Awalnya
sudah semangat mau beli bukunya, saya kira ketebalan bukunya maksimal 300-an
begitu. Beliau memberitahu saya kalau ternyata buku itu setebal 500 halaman
lebih. Otomatis saya langsung mengelus dada dan membaca istighfar. Tapi
mengingat pertimbangan diatas tadi, bahwa sepertinya buku ini penting untuk
dibaca semua kalangan, berarti saya tidak salah kalau punya buku tebal itu,
akan ada ilmu-ilmu baru yang sekiranya memang perlu untuk diketahui. Akhirnya
saya beli buku tersebut dua hari menjelang acara.
Dua hari
sebelumnya saya mencoba membaca halaman demi halaman dari buku tersebut, mulai
dari endorsement, daftar isi, dan merambah pada halaman-halaman berikutnya.
Pulpen dan stabilo harus ada dalam genggaman saat membacanya, karena setiap
saya menemukan poin penting yang saya pahami, saya langsung menandainya. Tidak
banyak halaman yang sudah saya lalui, tapi sehendaknya sebelum bergabung
di acara bedah buku ini saya sedikit tahu gambaran kecil tentang buku
“Masterpiece Islam Nusantara.”
Buku Masterpiece Islam Nusantara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar