Sebuah banner yang
terpasang di pinggir jalan menarik perhatian saya dan adik saya waktu itu.
Ketika lewat, tidak sengaja melihatnya. Sayangnya banner tersebut hanya
dipasang ala kadarnya, tidak dipasang meninggi atau diberi penyangga seperti
halnya banner pada umumnya.
Kebetulan lewat pas malam
hari, semakin tidak jelas tulisan dalam banner tersebut. Awalnya kami abaikan,
namun tetap bikin penasaran saja. Tidak sia-sia, balik arah untuk mengamati
info di banner tersebut, ternyata ada sesuatu yang spesial di dalamnya. Intinya
ada pengajian umum yang menghadirkan penceramah asal Madiun, yaitu Kharisma
Yogi Noviana Abrory, bertempat di halaman panti asuhan Ahamd Yani,
Kepatihan-Tulungagung. Sepertinya, yayasan panti asuhan tersebut yang menjadi
penyelenggaranya.
Mengetahui info tersebut,
sontak membuat kami kegirangan. Apa pasal? Pertama, kami mendapati banner
tersebut di waktu yang tepat, sehingga belum expired dan yang kedua, nama
penceramah adalah seseorang yang sungguh tidak asing lagi di telinga kami,
bahkan kami berdua mengidolakan beliau karena gaya ceramahnya yang khas. Dulu
waktu masih SD, kami berdua sering mendengarkan ceramah beliau (waktu Kharisma
masih jadi mubaligh cilik) lewat kaset atau mendengarkan lewat radio dan kini
kami bisa hadir langsung dalam majlis yang mendatangkan penceramah energik ini.
Guyuran hujan kemarin malam
sempat pikir-pikir mau berangkat. Untungnya hujan reda saat waktunya berangkat.
Selepas sholat ‘isya, kami berangkat menuju lokasi yang tidak jauh tempat kami
tinggal. Sampai disana, ratusan warga sudah memenuhi kursi yang disediakan,
bahkan terlihat banyak yang sampai memenuhi halaman-halaman pertokoan yang
berada tepat di samping kanan-kiri panggung. Guyuran hujan rupanya tidak
menyurutkan niat warga untuk datang ke tempat pengajian ini.
Tepat pukul 20. 15, iringan
sholawat Nabi menggema dari balik panggung. Para hadirin berdiri menyaksikan
Hj. Kharisma dengan dikawal oleh grup rebana dan para pihak yang terkait
memasuki panggung. Beberapa jamaah putri berkesampatan untuk berjabat tangan.
Karena saya mendapatkan tempat duduk di kursi paling tepi, saya juga
mendapatkan kesempatan itu. Sambutan yang sangat meriah …
Mauidhoh dimulai tepat pada
pukul 21. 00. Sebelumnya, serangkaian acara pembukaan dilaksanakan, diantaranya
pembacaan ayat suci Al-Qur’an, sambutan dari pengasuh yayasan Yatim Piatu Ahmad
Yani, sambutan dari Bapak. Lurah, dan terakhir di tutup dengan do’a yang di
panjatkan oleh anak yatim di yayasan tersebut.
Acara pengajian dimulai,
Hj. Kharisma Yogi mulai naik ke panggung. Dari suaranya, gerak-geriknya, masih
sama seperti yang dulu pernah saya lihat lewat CD. Tidak ingin ketinggalan
ceramahnya, kami berdua menikmati setiap sajian yang beliau sampaian. Dua jam
bukan waktu yang singkat untuk menyaksikan pengajian, namun karena pembawaanya
sangat menarik, jadi waktu tersebut terasa sangat singkat. Selain mengaji juga
ada selingan-selingan tembang jawa, qasidah, dan humor, yang dibawakan dengan
suara khasnya dan gaya centilnya.
Dalam pengajian yang
dilaksanakan dalam rangka Isra’ Mi’raj dan menyongsong bulan Ramadhan ini, ada
beberapa hal yang beliau sampaikan kiranya menjadi penting untuk saya abadikan
agar bisa saya ingat-ingat, tentunya berharap sekali untuk bisa saya terapkan.
Pertama, untuk menjadi umat
yang mulia baik dihadapan Allah maupun manusia. Hal penting yang harus
dilakukan adalah berusaha menjadi orang yang berilmu; berusaha memanfa’atkan
waktu yang sebaik-baiknya untuk mencari ilmu. Orang hidup di dunia ini butuh
ilmu, semua butuh ilmu meskipun itu sesuatu yang sepele.
Contoh kecilnya, ketika
bisa menghadiri majlis seperti ini, itu juga merupakan bentuk mencari ilmu,
yang sangat dibuthkan sebagai bekal akhirat kelak.
“Tholabul 'ilmi faridhotun
'alaa kulli muslimin wal muslimat”. Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim,
baik laki-laki maupun perempuan.
Sangat penting juga untuk
mengenalkan ilmu dimulai sejak anak-anak , lebih utamanya pada ilmu agama,
seperti sholat, mengaji, dll. Jika anak dibekali ilmu sejak masih kecil, maka
lebih mudah menyesuaikan daripada sudah terlambat tua.
“Belajar di waktu kecil
bagai mengukir di atas batu, belajar sesudah dewasa laksana bagai mengukir
diatas air.”
Syair tersebut dinyanyikan
oleh Hj. Kharisma dengan suara merdunya. Dari lagu itu, menunjukkan bahwa ilmu
yang diberikan saat masih anak-anak akan mudah diterima. Otak anak kecil itu
sangat cepat untuk menangkap sesuatu, meniru dan mempelajari sesuatu, anak
kecil juga punya ingatan yang masih sangat baik, pikirannya belum tercampir
dengan macam-macam. Oleh karena itu apabila sesuatu dipelajari sejak kita kecil
maka akan bisa membekas, yang diibaratkan dengan mengukir di atas batu. Ukiran
di batu kan memang awet, begitu juga dengan ingatan yang terbentuk sejak masa
kecil. Oleh karena itu mengajari ilmu sejak masih anak-anak adalah penting.
Terlebih jika sudah tua
masih memantapkan dri untuk mau belajar juga merupakan sesuatu yang luar biasa.
“Utlubul 'ilmi minal mahdi ilal lahdi.”
Mengajarkan pada anak
tentang ilmu agama bagaikan orang tua punya tabungan deposito (untuk akhirat).
Anak yang sholih dan sholihah berperan adanya untuk kehidupan baik di dunia
maupun di akhirat. Orang tua akan mulia dihadapan Allah, karena anak sholih
tersebut yang akan senantiasa mendoakan orang tuanya.
Ilmu agama juga akan
membuat anak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang
halal dan yang haram, serta mana haq dan yang batil. Warisan ilmu akan sangat
bermanfa’at daripada yang lainya. Tidak hanya ilmu akhirat saja yang
dibutuhkan, selama hidup juga sangat perlu adanya ilmu dunia. Kedua ilmu ini,
baik ilmu dunia maupun akhirat bila bisa dikerjakan secara beriringan, maka insyaallah
bisa hidup bahagia di dunia dan mulia di hadapan Allah SWT.
Allah SWT telah
mengingatkan bahwa menjalani hidup di dunia itu akan rugi, jika tidak bisa
menggunakan waktu dengan baik.
وَالْعَصْرِ(1)إِنَّ
الْإِنْسَانَ
لَفِي
خُسْرٍ(2)
إِلَّاالَّذِينَ
آَمَنُوا
وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِوَتَوَاصَوْا
بِالْحَقِّ
وَتَوَاصَوْا
بِالصَّبْرِ
(3)
“Demi masa. Sesungguhnya
manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 1-3).
Surah tersebut mengingatkan
kepada kita bahwa manusia itu akan rugi jika ia lalai terhadap waktu. Ayat
tersebut juga secara tegas menjelaskan bahwa bagi manusia yang tidak menghargai
waktu untuk hal-hal yang bermanfaat niscaya manusia itu akan rugi. Mencari ilmu
termasuk wujud kita selama hidup bahwa telah menggunakan waktu dengan
sebaik-baiknya. Ya, karena hidup di dunia ibarat hanya mampir ngombe, maka
harus bisa menggunakan kesempatan hidup dengan sebaik-baiknya. Kita harus
belomba-lomba untuk berbuat kebaikan.Orang yang bisa menggunakan waktunya
dengan baik, insya’allah akan mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan di dunia
dan akhirat.
Kedua, untuk menjadi umat
yang mulia baik dihadapan Allah maupun manusia, yang harus dilakukan adalah
untuk senantiasa beribadah kepada Allah, selalu mengingat Allah pada saat dalam
keadaan apapaun dan bagaimanapun. Hidup di dunia ini penuh dengan ujian, tidak terlepas
dari ujian akan kenikmatan dunia. Banyak orang yang terpedaya pada kenikmatan
dunia, hingga terlena untuk beribadah kepada Allah.
"…Wamal hayatud-dunya
illa mataa'ul ghurur." Tidaklah kehidupan dunia itu tak lain hanyalah
kesenangan yang menipu. (QS. Ali ‘Imran: 185).
Ujian atau peringatan yang
datang dari Allah itu ada yang terlihat dan yang tak terlihat. Yang terlihat
seperti contohnya, banjir, penyakit melanda, gunung meletus, tanah longsor,
dll. Sedangkan ujian yang tidak terlihat seperti halnya nikmatnya dunia, karena
seolah-olah gebyarnya kehidupan dunia bukan ujian.
“Karena banyak yang
terpedaya pada kenikmatan dunia, hingga terlena untuk beribadah kepada Allah,
maka rasa nyaman untuk bersujud kepada Allah SWT menjadi hilang. Secara tidak
kasat mata, itu merupakan hukuman dari Allah (hukuman berupa kenikmatan) dan
ini sebenarnya ujian yang menakutkan dari Allah.” Jelas beliau.
Dalam hal ini, agar
kenikmatan dunia bisa barokah, hati bisa tenang dan tentram, maka Allah harus
selalu dihadirkna setiap saat. Dalam hal ini Hj. Kharisma mencontohkan orang
yang suka korupsi, bisa saja mereka merasakan kehidupan mewah, namun dibaliknya
pasti ada sesuatu dalam hidupnya yang membuat tidak nyaman, seperti was-was
kalau ketahuan KPK, takut dipenjara, dll.
Berbeda dengan, meskipun
punya harta pas-pasan,tapi selalu bersyukur atas nikmat Allah tersebut, maka
senantiasa hidupnya akan diliputi dengan rasa aman dan nyaman. Insya’allah.
Sebagai penutupnya, Hj.
Kharisma begitu mewanti-wanti kepada para jamaah yang hadir untuk tidak lupa
beribadah kepada Allah, karena itulah salah satu kunci untuk mendapatkan
kemuliaan dihadapan Allah, utamanya dalam melaksanakan Sholat lima waktu.
Sholat adalah kunci surga.
Kita senantiasa menjalankan
amal ibadah selama di dunia, namun menunaikan sholat masih belum dijadikan
kebutuhan. Hj. Kharisma mengibaratkan kalau kita sudah bisa membangun rumah
yang bagus, namun tidak punya kunci untuk membukanya.
“Sesungguhnya amal hamba
yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya.”
Kiranya tepat sekali untuk
membahas Sholat, karena peristiwa Isra’ Mi’raj tidak lepas dari perintah
melaksanakan Sholat. Berikut sedikit kisah Isra Mi’raj dan hubungannya dengan
perintah Sholat yang beliau sampaikan;
Alkisah, Isra’ Mi’raj yang
terjadi pada tanggal 27 Rajab ini memberikan peristiwa penting bersejarah umat
islam akan perintah sholat. Rajab…perkara loro kang mustajab, inggih punika
Isra dan Mi’raj,” Jelas Hj. Kharisma dalam memberikan ceramahnya tentang
peristiwa isra Mi’raj.
Isra’ adalah perjalanan
Nabi Muhammad mulai Masjidil Haram hingga Masjidil Aqhsa (perjalanan darat),
sementara Mi’raj adalah perjalanan Nabi mulai dari Masjidil Aqhsa hingga Nabi
Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat
tertinggi. Di tempat itulah beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT
untuk menunaikan salat lima waktu.
Hikmah yang bisa diambil
dari peristiwa Isra Mi’raj ini dirangkum oleh Hj. Kharisma menjadi dua, yaitu
kebesaran dan kepatuhan.
Kebesaran berarti dalam
peristiwa ini Allah telah menunjukkan kebesarannya. Kebesaran Allah ditunjukkan
atas perjalanan Nabi dari Masjidil Haram hingga sidratul muntaha lalu kembali
lagi ke dunia yang hanya ditempuh dalam waktu semalam saja, logika manusia
tidaklah sanggup menggapainya, tidak masuk akal jika dipikir oleh logika
manusia, maka hanya kebesaran Allah-lah yang menjadikan itu semua. Kun
Fayakuun. Maha suci Allah yang telah menjalankan. Ibarat pewayangan, yang jadi
wayangnya adalah Nabi Muhammad, sementara Allah yang menjadi dhalangnya. Apapun
yang dikehendaki Allah, maka akan terjadi, salah satunya akan peristiwa Isra
Mi’raj tersebut. Kebesaran Allah hanya milik Allah, tidak ada yang mampu
mengalahkan.
Sementara himah kepatuhan
berkaitan dengan perintah Sholat. Ketika bertemu dengan Allah SWT, Rasulullah
SAW menerima perintah untuk menunaikan shalat lima puluh kali sehari-semalam.
Namun, mengingat kemampuan umat manusia sangat terbatas, maka Nabi Muhammad
memohon kepada Allah untuk meringankan. Terjadi tawar-menawar (begitu kata Hj.
Kharisma), hingga Allah memberikan keringanan pada umatnya sebesar hampir 100%.
Dan pada akhir kesepakatanya, waktu sholat menjadi lima kali dalam sehari.
Setelah itu, maka kembali
dari peristiwa Isra Mi'raj itu Rasulullah SAW membawa perintah shalat bagi
umatnya. Tak heran jika ibadah shalat menempati posisi yang istimewa dan paling
penting sebagai kewajiban umat islam. Untuk itu, sholat lima waktu tidak boleh
bolong-bolong. “Bahkan, mengerjakan sholat tidak hanya sebatas kewajiban saja,
namun untuk kebutuhan.” Terang Hj. Kharisma ketika meanti-wanti kepada para
hadirin untuk selalu merutinkan sholat lima waktu.
Dalam ceramah Hj. Kharisma,
setiap gerakan sholat itu mengandung symbol-simbol kepatuhan.
Dengan mengangkat kedua tangan
saat takbir, kata beliau, itu berarti seorang hamba menghormat dengan penuh
khidmat kepada Allah SWT. ''Makanya, mengangat kedua tangan sambil mengucapkan
Allah Akbar, berarti menunjukkan bahwa tidak ada yang lebih besar kecuali Allah
SWT.''
Kedua tangan di atas dada,
tutur dia, merupakan tanda kepatuhan, kepasrahan yang total seorang hamba
kepada Allah SWT. Selain itu, gerakan ruku dalam shalat pun merupakan tanda
kepasrahan serang hamba kepada Allah.
“Ketika melakukan Sujud,
maka posisi dahi kita diletakkan di tanah, di posisi yang paling bawah. Itu
juga merupakan bukti bahwa Allah maha Besar. Sujud juga sekaligus mengingatkan
diri kita bahwa kita sesungguhnya berasal dari tanah dan kita akan kembali lagi
ke tanah dan disana akan ada siska Allah bagi umat yang tidak memenuhi perintah
Allah.” Paparnya.
Sujud yang kedua
membuktikan kembali kalau siksa Allah benar-benar ada. Hj. Kharisma menunjukkan
bahwa manusia itu rasa percayanya masih kurang, sehingga harus dibuktikan lebih
dari satu kali agar benar-benar percaya. Beliau mengibaratkan seperti halnya
ketika mengalami ban bocor, sudah tahu kalau ban bocor, tapi masih saja kadang
di pencet bannya untuk membuktikan bahwa ban memang benar-benar bocor. Begitu
juga dengan sujud yang kedua, diintip kembali kalau memang siska kubur itu
memang benar-benar ada.
“Ketika duduk tasyahud
akhir, sebagai wujud bahwa ketika sudah mendapatkan siksa kubur, manusia tidak
bisa berlari menghindarinya. Pada saat sujud, posisi kaki kiri berada dibawah
tumpuhan kaki kanan dengan posisi kaki berdiri. Posisi kaki berdiri diibaratkan
sebagaimana manusia akan memulai lomba lari (jawa: ancang-ancang), karena
posisi kaki kiri berada di bawah tumpuhan kaki kanan, meskipun ingin berlari,
tetap saja tidak bisa. Ayo siapa yang bisa … Saya sudah mencobanya ha ha ha,
beneran tidak bisa lari. Tuh kan masih belum percaya alias ngengkel eits.
Sungguh Sholat merupakan
ibadah yang memang sangat istimewa, selain karena perintah sholat yang
disampaikan secara langsung oeh Allah kepada Nabi Muhammad, juga sholat
memiliki kedudukan yang sangat penting.
Kadang sering malas untuk
mengerjakan shalat lima waktu. Oleh Hj. Kharisma, kita diminta untuk merenung
sejenak …padahal kalau kita pikirkan, mengerjakan shalat lima waktu tidaklah
berat. Coba kalau Nabi Muhammad waktu Isra Mi’raj dulu tidak memberikan
keringanan terhadap waktu sholat yang kita lakukan, pasti bakal lebih dari lima
waktu dalam sehari. Sehingga, sebenarnya mengerjakan sholat lima waktu itu
tidaklah berat. Kita hanya menyisihkan waktu beberapa menit saja untuk
mengerjakan shalat.
“Shalat adalah tiang agama
dan shalat adalah kunci segala kebaikan.”
Sebagai seorang Muslim yang
ingin menjadi umat mulia disisi Allah, maka tidak boleh meninggalkan Shalat.
Karena shalat merupakan salah satu ibadah pokok dalam ajaran Islam. Orang yang
meninggalkan shalat akan mendapatkan dosa yang sangat besar. Bahkan ibaratkan
dengan orang yang meruntuhkan agamanya sendiri. Dengan selalu mengerjakan
shalat maka kita akan terhindar dari perbuatan keji dan perbuatan munkar, ini
janji Allah SWT dalam Al-Qur'an yang tidak mungkin salah.
Sebelum memberikan do’a
penutup, Hj. Kharisma menyanyikan lagu berjudul “Taqwa/Rhoma Irama” dengan
suara emasnya. Berikut saya cantumkan lirik lagunya:
Yang miskin jangan bersedih
Dan jangan sesali diri
Yang kaya janganlah bangga
Jangan membusungkan dada
Derajat manusia di sisi
Tuhannya
Bukan karena hartanya
Derajat manusia di sisi
Tuhannya
Hanya karena taqwanya
Dari itu bertaqwalah
Dalam hidup yang tak punya
Dari itu bertaqwalah
Dalam hidup yang berharta
Firman Tuhan di dalam kitab
suci-Nya Alqur'an
Miskin dan kaya itu sama
Sesungguhnya keduanya itu
hanya ujian
Bagi orang-orang beriman
Mampukah si miskin
menjalani penderitaan
Berimankah dia di dalam kekurangan
Mampukah si kaya
mengendalikan hawa nafsunya
Berimankah dia di dalam
kelebihan
Uhhhh, saya sudahi dulu ya
catatan saya kali ini. Sesuai judul yang saya tuliskan diatas “Menjadi Umat
Mulia Dihadapan Allah”, itulah inti yang bisa saya ambil dari pengajian bersama
Hj. Kharisma dan kuncinya adalah dengan bertaqwa, seperti apa yang disampaikan
dari lagu diatas. Untuk menjadi umat yang mulia dihadap Allah, yang pasti kita
harus bertaqwa kepada Allah, menjalankan segala perintahnya dan meninggalkan larangannya.
Sungguh sebuah kesempatan yang tentunya sangat bermanfa’at.
Tulungagung, 29-30 Mei 2016