Suasana semarak pengajian KH. Anwar Zahid di Kampung Inggris-Pare |
Malam
Rabu (06/12) saya berkesempatan hadir di majlis pengajian yang dihadiri lansung
oleh KH. Anwar Zahid. Pengajian ini dihelat di kampung Inggris-Pare dalam
rangka menyambut peringatan maulid Nabi. Saya sebenarnya sudah lama ingin
menyaksikan langsung bagaimana beliau ketika berceramah, namun berkali-kali
kesempatan itu datang saya belum bisa hadir. Kehadiran saya malam itu tanpa
saya rencanakan jauh-jauh hari, bisa dibilang sangat mendadak. Sebelumnya saya
tidak melihat banner yang terpampang di pinggir jalan tentang acara itu. Saya
juga tidak mendengar info pengajian itu dari orang-orang di sekitar saya.
Lalu,
bagaimana saya tahu?
Awalnya
dari sebuah penutup jalan yang terbuat dai bambu menghalangiku (juga para
pengendara yang lain) untuk lewat. Jalan itu biasa saya lewati, jalur terdekat
dengan camp saya. Saat saya berangkat ke tempat kursus belum ada palang jalan, tapi
waktu pulang di siang hari palang jalan terpasang rapi dengan tanda peringatan “ada
hajatan”. Pikir saya ada warga disekitar situ yang punya gawe. Saya mencoba
menggeser palang jalan itu sedikit agar saya bisa lewat. Karena hanya butuh
beberapa meter saja, sayang memang jika harus putar balik. Akhirnya saya bisa
lewat.
Sore
harinya, saya putuskan untuk lewat jalur yang berbeda. Sampai di ujung jalan,
tepatnya perempatan yang menghubungkan beberapa gang ada tenda yang cukup megah
terpasang disana. Sayang saya lewat dibelakangnya. Karena saya penasaran, saya
mencoba mencari celah-celah jalan agar saya bisa menerobos dan lewat tanpa
harus balik arah. Berhasil menerobos namun akhirnya harus balik arah juga
karena jalannya dikasih palang pintu. Berkat menerobos itulah akhirnya saya
tahu acaranya. Back drop sudah terpasang rapi di panggung dan saya tidak
sengaja melirik dan membacanya. Pengajian yang mendatangkan kyai lucu Anwar
Zahid ini untuk menyongsong peringatan maulid Nabi.
Setelah
sepanjang sore diguyur hujan, syukurlah ketika malam tiba hujan mulai reda. Saya
berangkat pukul delapan lebih. Alhamdulillah hujan benar-benar berkompromi malam
ini. Sengaja saya berangkat mendadak karena saya tahu acara mau’idhohnya belum
dimulai. Dari tempat tinggal saya sangat terdengar, karena lokasi acaranya yang
tidak jauh. Sebelum berangkat saya pamit pada teman saya. Ternyata setelah saya
kasih tahu mau ke acara pengajian ia mau ikut juga. Memang saya tidak
mengajaknya, karena ia tidak bisa berbahasa Jawa. Ia dari Manado. Sedangkan
ceramahnya KH. Anwar Zahid mayoritas dengan Bahasa Jawa. Khawatirnya nantinya teman
saya mengantuk, bosan, atau tidak nyaman
dengan suasananya. Alhamdulillah ternyata ia beneran mau ikutan.
Saya
pergi dengannya naik sepeda motor. Setelah mendekati lokasi, berhadapan dengan
palang jalan lagi. Intinya kami diminta untuk parkir. Saya rasa parkirnya tidak
efektif. Haraganya cukup mahal dan itupun masih harus jalan lagi. Akhirnya
motor saya kembalikan pulang dan kami berdua jalan kaki. Para warga juga banyak
yang masih baru berdatangan. Sampai disana KH. Anwar Zahid sudah mulai memasuki
panggung dan membuka ceramahnya. Karena berada persis di perempatan,
pengunjungnya ditempatakan di gang jalan. Kiri, kanan, depan panggung sudah
dipenuhi dengan para pengunjung. Akhirnya saya memutuskan untuk membeli alas plastik
lalu mencari tempat duduk yang nyaman agar bisa memperhatikan ceramahnya dengan
baik.
Layaknya
yang saya dengar dari radio, saya lihat dari youtube, beliau ketika berceramah
suka ngelawak. Punya bahasa yang khas, yang memang bisa mudah diterima oleh
warga. Karena teman saya tidak terlalu paham ketika beliau menyampaikan
ceramahnya, sesekali saya memberitahunya. Tapi, syukurlah ia cukup menikmati.
Selama
pengajian berlangsung, saya mendengarkan dengan baik-baik apa yang beliau
sampai. Selembar kertas dan pen saya keluarkan untuk mencatat poin penting dari
ceramahnya. Hal ini menjadi ilmu penting yang tidak ingin saya lewatkan begitu
saja. Pastinya, juga bisa menjadi pengingat bagi diriku sendiri untuk bisa
menjadi lebih baik.
Dari
pengajian ini, ada beberapa hal poin penting yang beliau sampaikan yang sempat terekam
dalam catatan saya. Pertama tentang taqarrub (pendekatan). Kyai mengatakan
bahwa taqarrub bisa menjadi jalur tengah bagi kita, sebagai umat manusia yang
tidak lepas dari dosa namun selalu menginginkan nikmatnya surga. Maka, berusaha
mendekatkan diri kepada Allah dan Rasul adalah solusi terbaiknya. Dengan begitu,
kita akan mendapatkan rahmat dari Allah dan syafat dari Rasululluah. Meskipun
telah banyak dosa, kalau berusaha taqarrub dosanya akan tertutup dan yang
terlihat adalah sisi baiknya.
Kedua,
kita tidak boleh menyepelekan kebaikan-kebaikan atau amal kecil. Masih ada
hubunganya dengan poin pertama. Poin yang bisa saya garis bawahi adalah
taqarrub bisa dimulai dari melakukan amalan-amalan kecil. Mungkin itulah
kebaikan yang bisa rahmat Allah dan bisa menuntun kita menuju ridha Allah.
Beliau mencontohkan amalan kecil misalnya mematikan kran air masjid yang sudah
penuh, matika kipas angin masjid yang masih nyala, dsb.
Ketiga,
cinta kepada Rasullulah. Karena Rasullullah lah kita bisa menikmati kehidupan
ini. Beliau adalah sebab dari penciptaan alam semesta. Allah berfirman di dalam
hadits qudsi “Jika bukan karena engkau (Muhammad) tidak akan Kuciptakan alam
semesta ini”. Ya, segalanya yang ada di kehidupan ini adalah cahaya
Rasulullulah. Beliau sebenarnya sangat dekat dengan kehidupan kita, maka kita
juga harus berusaha dekat dengannya agar bisa mendapatkan anugerah cintanya.
Keempat,
kita diperingatkan untuk senantiasa mengikuti ajaran para ulama. Itulah
jembatan penyelamat di zaman ini. Beliau adalah pewaris perbendaharaan ilmu
agama dari Nabi. Beliau adalah orang-orang yang menjadi penyambung umat dengan
Rabb-nya, yang menuntun kita menuju cinta dan ridha Allah. Maka menjadi tugas
kita untuk selalu menghormati dan senantiasa selalu mengikuti apa yang
diajarkanya. para ulama. Termasuk guru ngaji kita. Kita bisa tahu tata cara
sholat, mengaji Al-Qur’an, tak lain adalah berkat ilmu dari beliau semua.
Dalam
kasus ini kyai menyuguhkan dengan kisah Nabi Nuh. umat kafir, dan banjir besar
yang mengingatkan kita untuk selalu mengikuti ajaran Allah, “sebaik-baik bekal
adalah taqwa.”
Malam
itu menjadi malam yang sangat bermanfaat kiranya. Kita mendapatkan ilmu yang
tentunya setidaknya bisa menjadi pengingat diri untuk senantiasa berbuat
kebaikan, berimana, dan bertaqwa. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang
berada di jalannya.
Pare,
07/12/2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar