BERKENDARAPUN
JUGA HARUS ADIL
Oleh: Eka Sutarmi
Adil memegang peranan yang sangat
penting dalam semua aspek kehidupan, bahkan setelah kita meninggalpun keadilan
tetap diberlakukan. Segala sesuatu dalam kehidupan kita memang perlu yang
namanya keadilan. Apapun itu kalau disikapi dengan keadilan akan tercipta
keharmonisan, tidak ada yang merasa dirugikan. Meminjam motto organisasi ILO (International Labour Organization) yang menyatakan
bahwa “If you desire piece, cultivate
justice” – jika kamu menginginkan perdamaian, tegakkan keadilan.
Tentang makna keadilan untuk perdamaian,
rupanya oraganisasi tersebut perlu dijadikan cermin. Meskipun motto ini lebih
difokuskan untuk para buruh atau pekerja, namun saya kira punya konteks yang
sama dengan segala aspek kehidupan kita. Tanpa penegakkan keadilan akan
menyebabkan situasi dan kondisi yang tidak tentram. Bisa dikatakan bahwa
perdamaian yang abadi itu akan tercipta ketika didasari dengan sikap adil. Demikian
tinggi derajat keadilan.
Konsep adil yang cakupannya sangat
luas, maka menjadi sangat penting juga jika sikap adil diterapkan ketika
berkendara. Alangkah indahnya jika keharmonisan bisa tercipta sesama pengguna
jalan. Saya adalah tipe pengendara yang selalu mengalah dan bersabar, khususnya
ketika saat berkendara di tengah-tengah keramaian kota. Saya terbiasa
mengendarai motor di desa yang jalanya masih terjal, berupa makadaman, banyak
tanjakan, dan belum banyak mobil yang lalu lalang dan itu malah membuat saya
nyaman dibandingkan dengan berkendara di jalan yang sudah beraspal halus tapi
arus kendaraan cukup padat.
Karena keadaan mengharuskan saya untuk
melakukan perjalanan ke kota, kadang disitulah saya merasa jengkel. Mungkin
memang sudah lumrah hal itu terjadi di jalanan kota. Banyaknya pengendara
bermotor dan sempitnya jalan raya menjadikan kondisi jalanan seperti ini, tidak
sabar dan egois menjadi pemicunya. Tetapi saya berusaha untuk tetap bersabar
menikmati segala riuh rendah suasana jalanan di kota.
Setiap orang sebenarnya punya hak dan
kewajiban yang sama atas jalan raya, tidak membeda-bedakan jenis angkutan,
merek kendaraan, dan siapa yang mengendarainya. Kaya, miskin, tua, muda, semuanya
boleh mengendarai kendaraan di jalan raya asalkan memenuhi persyaratan yang
telah ditentukan. Siapapun yang melanggar lalu lintas juga akan dikenakan
sanksi. Meskipun mobilnya sangat mewah, fortuner misalnya atau moge dan yang
mengendarai adalah pejabat pemerintah bukan sebuah dalih untuk membebaskan
pelanggaran yang dibuat. Jalan raya merupakan milik
bersama, bukan warisan leluhur yang punya hak milik orang-orang tertentu saja.
Sebenarnya
keadilan dalam berkendara sudah ditetapkan dalam peraturan lalu lintas.
Bagaimana menjadi pengendara yang bijak sudah ada tercantum disana, tinggal
bagaimana kita menyikapinya. Ketika menginginkan keharmonisan, maka wajib bagi
kita untuk menjalankan segala aturan tersebut. Bukankah kita semua menginginkan
kondisi itu?
Keadilan
dalam berkendara memang tengah dibuat melalui segenap aturan yang ada Namun
dalam hidup ini seringkali apa yang ada dan berlaku tidak sejalan bahkan
bertolak belakang dengan penerapanya. Itulah yang seringkali terjadi dalam
fenomena sehari-hari, khususnya dalam hal berkendara. Karena jalan raya adalah milik
bersama yang harus digunakan sesuai dengan aturan yang ada, maka idak etis kiranya jika jalan umum
digunakan untuk kepentingan pribadi seperti berkendara ugal-ugalan, melanggar rambu lalu lintas, ingin saling
mendahului, dsb.
Sebut saja geng motor, yang beberapa
waktu lalu berita ini sempa mencuat dan menjadi perbincangan publik. Aksi geng
motor ini saya kira juga bentuk ketidakadilan dalam berkendara. Ketidakadilan
ditunjukkan karena mereka tidak menggunakan haknya dalam berkendara dengan
sebaik-baiknya, sering ugal-ugalan dan sangat membahayakan pengendara yang
lainnya. Menurut informasi yang saya dapatkan dari beberapa artikel berita yang
saya baca bahwa para pelaku geng motor adalah anak-anak pelajar yang masih
dibawah umur. Menjadi lebih tidak adil lagi kiranya!
Seusia memang masih sangat mengkhawatirkan
jika berkendara. Mereka belum mempunyai kemampuan yang tepat dengan usianya.
Bukankah salah satu makna adil adalah bersikap proporsional, meletakkan sesuatu
pada tempatnya dan anak dibawah umur bukan waktu yang pas untuk berkendara.
Ketika orang tua merasa kasihan dengan anaknya yang seringkali merengek minta
sepeda motor dengan alasan macam-macam, lalu diberikan begitu saja maka orang
tualah yang tengah memperlakukan anaknya secara tidak adil. Meminjam istilah
Prof. Quraish Shihab bahwa kasih sayang tidak boleh mengorbankan keadilan.
Maka, kesadaran dari orang tua khususnya sangat penting, karena demi kebaikan
bersama. Apapun alasannya aturan tetap aturan jadi harus dipatuhi dengan taat
agar tercipta keadilan dan keharmonisan.
Selain kasus diatas, masih banyak
sekali bentuk ketidak adilan yang sering dijumpai saat berkendara, teruta
berkaitan dengan pelanggraan lalu lintas. Untuk itu mari berproses untuk terus
memperbaiki cara kita berkendara. Kita harus menghormati dan menghargai
pengendara yang lain, tidak ngebut di jalan raya dan jangan juga menghambat,
mematuhi peraturan lalu lintas, memakai helm demi keselamatan, fokus saat
berkendara (tidak memakai HP), mentataati lajur yang sudah disediakan, bersabar
dan sesekali juga harus mengalah, dsb. Kembali lagi bahwa peraturan
diciptakan untuk mewujudkan
keharmonisan dan ini yang
seharusnya kita
semua pahami. Mari menjadi pengendara yang adil, yang memberikan kesempatan
pengendara yang lainya untuk menikmati haknya sebagai pengguna jalan.
Pare, 13-14 Desember 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar