Tak ada perasaan lain selain bahagia dan
bersyukur tentunya, sekaligus kadang nggak percaya saja. Hah? ketika melihat
kata-kata yang pernah saya rangkai beberapa waktu yang lalu itu pada akhirnya
berada pada lembaran-lembaran indah berbentuk buku yang bertajuk, “Seuntai
Kenangan dari Negeri Gajah Putih”.
Sebagai seseorang yang
masih belajar dan menulis masih menjadi sesuatu yang baru bagi saya, bahagia
pastinya kalau saya bisa membuat satu tulisan sederhana saja, apalagi kalau
sampai tulisan yang pernah dibuatnya menjadi buku, sudah pasti pasang wajah
sumringah penuh ceria, senyum-senyum enggak menyangka begitu sambil
baca-bacanya!! Efek lainya saya jadi mendadak kenyang, kok bisa? Saya kan kalau
lagi bahagia kehilangan selera makan, huwhaaa…
Karena masih belajar,
tentunya masih jauh angan saya untuk membuat buku. Paling banter adalah menulis
blog, sambil melirik blog inspirational milik teman-teman. Lalu, bagaimana
dengan buku “Seuntai Kenangan dari Negeri Gajah Putih”, bagaimana buku ini bisa
ditulis?
Begini ceritanya, rupanya
menjadi sesuatu yang menarik untuk dijadikan ide menulis ketika saya berada di
tempat yang baru, karena disana pasti akan bertemu sesuatu yang baru yang bakal
bisa menjadi bahan tulisan atau ide menulis. Hal itu sudah ada dalam
bayang-bayang semenjak saya akan berangkat kesana.
Namun, saya masih belum
terpikir untuk menuliskannya jadi sebuah buku. Bayangan indah saya, ketika
disana nanti saya bisa menambah postingan blog saya lewat hal-hal baru itu. Itu
saja, tidak lebih. Memang, dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain, saat
disana jumlah tulisan saya di blog perbulannya sedikit lebih banyak.
Menjelang pulang dari sana,
tetiba saja ingin mencetak tulisan saya tentang pengalaman disana, biar
sesekali saya ingin membacanya, bisa dengan mudah kalau punya hard copy nya,
tanpa harus membuka blog. Mencetak yang saya maksud adalah dengan cara di
print, lalu dijilid. Bukannya sudah menjadi buku?
Sepertinya, daripada
dijilid, rupanya bakal lebih menarik jika dibukukan, karena dari tampilannya
saja sudah berbeda. Tentunya lebih awet juga. Dibukukan, dalam artian
catatan-catatan yang telah saya buat tesebut ingin saya kumpulkan, lalu
akhirnya bisa menjadi sebuah buku. Apa bisa ya? Bagaimana caranya? Seperti apa
tekhninisnya, dll? Pertanyaan semacam itu tentunya wajar adanya karena memang
belum tahu.
Masih teringat jelas dalam
benak saya, pada beberapa semester silam, saat diajar oleh Pak. Ngainun Naim.
Beliau perrnah menawarkan kepada kami untuk mengetik ulang tugas menulis yang
beliau berikan, kalau sudah selesai bisa disetor untuk diedit dan dibukukan.
Sayangnya sampai perkuliahan berakhir, tidak juga kami satu kelas segera
mengetiknya, lalu dikumpulkan, dan disetorkan. Gatot deh ...
Mengingat hal itu, saya
memberanikan diri untuk menanyakan kepada beliau terkait membukukan tulisan,
apakah masih bisa atau tidak. Ternyata beliau mengiyakan, dengan syarat saya
harus punya tulisan yang akan dibukukan. Wahh, berarti kesempatan itu
kemungkinan besar masih bisa.
Namun, saya tidak langsung
memberikan tulisan saya, karena masih bingung. Setelah pulang darisana, saya
semakin tertarik saja. Tulisan-tulisan saya tersebut segera saya eksekusi; saya
pilih-pilih, saya baca ulang, dll. Sudah selesai, lalu saya kirimkan ke email
beliau. Ya, penerbitan buku “Seuntai Kenangan dari Negeri Gajah Putih” memang
tidak lepas dari kebaikan beliau, yang telah memberikan arahan dan juga
membantu segala teknis penerbitan. Setelah melewati proses penerbitan, seperti
mengirimkan tulisan, mengurus administrasi penerbitan, lalu menunggu sekian
bulan untuk proses cetak, pada akhirnya buku kenangan itu berhasil terbit. Alhamdulillah.
Catatan-catatan yang ada di
dalam buku ini, murni hasil dari merekam pengalaman yang saya lakukan selama
mengikuti program KPL di Thailand. Jadi saya menuliskannya berdasarkan madzhab
yang selama ini saya ikuti, menulis sesuai dengan apa yang saya alami, karena
ini cara termudah menurut saya saat belajar menulis. Selama saya bisa mengingat
kejadian yang saya lakukan dan mau menuliskannya, maka jadilah. Apalagi akan
saya post di blog, jadi saya bisa bebas menulis sesuka saya, tanpa babibu.
Memang disinilah asyiknya
menulis di blog, bisa menikmati kebebasan, menulis di blog membuat saya bebas
menulis apapun. Sehingga ketika memutuskan untuk membukukan catatan saya,
kubuka kembali catatan-catatan saya di blog, lalu saya kumpulkan, khususnya
yang ada hubungan dengan pengalaman menarik saya ketika di Thailand. Ketika
sudah saya kumpulkan, baru menyadari kalau di dalamnya ada bermacam-macam
bentuk cerita. Ternyata dari variasi cerita tersebut, bisa saya kelompokkan
menjadi beberapa topik yang sesuai. Jadi, di dalam buku ini tidak membahas satu
topik saja, melainkan ada beberapa topik tertentu yang saya ceritakan.
Penasaran kan?
Awalnya, ketika tertarik
untuk membukukan catatan, saya tidak lantas kepikiran kalau yang namanya buku
itu untuk dibaca orang lain, tidak dinikmati sendiri, dibaca sendiri,
senyum-senyum sendiri membacanya. Saya membayangkan, masih belum siap saja,
berat kalau ada orang lain membaca buku itu karena tulisan saya masih jauh dari
kata baik. Meskipun awalnya, saya malu dan tidak PD saja ingin memuat tentang
buku ini, namun sepertinya sudah menjadi keharusan setiap buku untuk dibaca
orang lain. Seandainya ada yang bisa diambil manfa’atnya dari isi buku itu, kan
Alhamdulillah.
Bagi siapa yang penasaran
tentang behind the scene dari buku ini, wahaha, bisa segera dapatkan bukunya.
Judul buku: Seuntai Kenangan dari Negeri Gajah Putih
Penulis: Eka Sutarmi
Penerbit: Akademia Pustaka
Cet: Pertama, Juni 2016
Tebal: 147 hal
ISBN: 978-602-74483-1-5
Penerbit: Akademia Pustaka
Cet: Pertama, Juni 2016
Tebal: 147 hal
ISBN: 978-602-74483-1-5
Sabtu, 27 Ramadhan 1937 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar