Seperti biasa, keluarga besar saat lebaran berkumpul di
rumah simbah. Mereka munuju kampung halaman di malam takbiran, agar esok
paginya bisa melaksanakan sholat idul fitri bersama-sama. Setiap lebaran
datang, seru saja bisa berkumpul dengan saudara-saudara. Apalagi tiga
keponakanku kompak dan selalu rukun, cocok sekali kalau kami berlima bertemu.
Pagi-pagi sekali kami sudah bangun, karen untuk persiapan
menunaikan sholat idul fitri. Satu per satu dari kami telah berhasil melawan
dinginya air gunung, sedangkan saya bikin terharu saja mau masuk kamar mandi di
waktu yang masih sepagi itu. Namun, pada akhirnya saya berhasil juga.
Ada dua masjid yang menjadi tempat sholat id kami, pertama
di Masjid dan yang kedua di mushola kampung. Saya bersama salah satu keponakan
ke mushola kampung. Jalan menuju kesana lebih datar, namun tidak sedekat yang
ke masjid. Tidak ada dari kami yang membawa motor, semua jalan kaki menuju
tempat sholat id.
Sampai di mushola, tikar sudah terlihat di gelar di halaman
mushola dan dipenuhi para jamaah. Sempat mengumandangkan takbir beberapa kali sebelum
sholat id dimulai. Tepat pukul 06. 30 sholat id dilaksanakan.
Singkat cerita, setelah selesai menunaikan sholat Id, kami
berdua bergegas pulang. Ternyata sampai rumah, keluarga yang sholat di masjid belum
datang. Biasanya seusai sholat id, kami sarapan bersama dulu dengan makanan
favorit yang dimasak setiap lebaran, yaitu soto. Namun karena belum datang
semua, kami harus menunggu mereka datang terlebih dahulu. Setelah semua
keluarga lengkap, kami makan pagi bersama sebelum salam-salaman.
Selepas sarapan kami saling bersungkem untuk memohon ma’af lahir dan batin terhadap
segala salah dan khilaf yang telah di perbuat dengan anggota keluarga.
Tak berselang lama, para tetangga berdatangan
ke rumah. Maklum, kakek dan nenek termasuk seseorang yang menjadi orang tertua
di kampung, sehingga banyak tetangga yang datang ke rumah. Rombongan
masing-masing keluarga datang silih berganti, ada yang datang pagi-pagi, siang,
dan juga malam hari.
Sekitar pukul tiga, saudara-saudara saya
bersiap untuk balik ke rumah. Sepi lagi. Hingga sore itu, saya belum beranjak
dari rumah, karena masih ada tetangga dan saudara yang datang. Momen lebaran
memang memberikan pesona tersendiri, dari yang mulanya lama tidak bertemu dan
tegur sapa, momen lebaran mempertemukan kami.
Sebenarnya saya ingin sekali seperti para
tetangga, yang berbondong-bondong jalan kaki pergi dari satu rumah ke rumah
yang lain, namun kerana suasana di rumah tampak ramai, tidak keluarpun akan
bertemu mereka. Mungkin seandainya saya malah keluar, tidak bisa bertemu. Karena
pada saat saya datangi, mereka sudah pergi lebih dulu.
Namun, tetaptidak lengkap kalau lebaran belum
berkeliling tetangga. Kalau bukan pada saat momen lebaran seperti ini,
kesempatan itu sulit untuk ditemui. Bahkan kalau tidak ada kepentingan yang
mendadak, tidak juga ke rumah tetangga.
Saya bersama Adik memutuskan untuk pergi
kesana di sore hari. Sekitar pukul empat, kami berangkat. Sepertinya di rumah
juga sudah mulai lengang dengan tetamu yang datang.
Kami memulai dari rumah yang dekat dulu dan
terutama kami datang di rumah para simbah. Karena medannya menaiki bukit,
menuruni lereng, yang tidak memungkinan untuk kesana naik motor, kami
mendatangi dari rumah ke rumah yang lain dengan berjalan kaki. Kami sampai memanfa’at
batang pohon yang kami temukan di jalan untuk tongkat, agar beban berjalannya
sedikit berkurang. Ternyata lama tidak berjalan kaki, waktu lebaran terasa
sekali efeknya.
Satu RT hampir seluruhnya sudah bertemu. Alhamdulillah,
kedatangan kami disambut baik oleh para tetangga. Bahkan kami tidak
sungkan-sungkan untuk makan di rumah salah sorang tetangga yang meminta kami
untuk makan terlebih dahulu sambil menunggu simbah yang lagi mandi. Kesempatan
ini juga jarang terjadi kalau tidak saat lebaran seperti ini.
Dari rumah ke rumah sudah kami singgahi. Lalu
kami pulang. Tepat pada saat sudah menjelang waktu maghrib.
Sampai di rumah, rasanya capek sekali. Bahkan,
badan saya sampai terasa meriang. Setelah Sholat Maghrib sebenarnya kami masih
ingin ba’dan lagi, karena masih ada beberapa rumah yang belum kami singgahi,
lantaran berada di tempat terpisah (jauh dari tetangga-tetangga yang lain).
Namun, karena sudah lelah, memilih untuk beristirahat di malam itu.
Untuk lebaran kedua dan selanjutnya, saya
tidak keluar rumah. Saudara-saudara saya ada juga yang datang ke rumah di hari
kedua dan ketiga. Untuk malam harinya saya melengkapi data skripsi yang
kurang-kurang, karena beberapa hari kedepan sudah dikumpulkan.
Hari Minggu, pada lebaran +5, saya bersama seorang teman
saya memutuskan untuk kembali ke kos. Pada kesempatan ini, saya berinisiatif
mengajak teman saya sillaturrahim ke rumah dosen saya yang ada di Trenggalek,
Pak Ngainun Naim. Sebelum berangkat, saya SMS beliau, apakah malam harinya
selepas Maghrib ada di rumah atau tidak. Alhamdulillah beliau tidak ada acara
hari itu.
Karena baru pertama kali kesana, saya sempat bertanya hingga
berkali-kali. Namun, akhirnya sampai juga di rumah beliau. Kami diterima dengan
sangat baik. Sillaturrahim kami kali ini juga membawa keberkahan tersendiri, ada
ilmu dan motivasi yang terselip dari
sillaturahim dengan beliau. Terimakasih Pak Naim. Terima kasih juga atas buku
inspiratifnya. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan kurang, kami memutuskan
untuk berpamitan. Kami melanjutkan perjalanan kembali yang masih sekitar satu
jaman untuk menuju kota sebelah.
(Ide lalu) Ini sedikit cerita tentang lebaranku …^-^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar