Malam Senin kemarin
sebenarnya menjadi kali pertama menunaikan sholat tarawih di bulan Ramadhan
1437 ini. Sayangnya kesempatan sholat tarawih yang pertama itu belum bisa
dikerjakan, utamanya bagi orang-orang di kampungku. Sepertinya setiap kali saya
mudik awal Bulan Ramadhan, mushola kampung yang biasanya dipakai untuk sholat
Tarawih secara serempak di hari pertama itu tidak ada jama’ah yang datang.
Lantas kenapa? Karena,
sibuk dengan kenduri megengan. Adzan
‘isya dari mushola tidak juga terdengar. Di rumah saya megengan sudah
dilaksanakan beberapa hari sebelum Ramadhan tiba. Namun, banyak warga kampungku
masih banyak yang fanatik untuk melaksanakan megengan sehari menjelang Puasa
Ramadhan.
Akibatnya, jadwal sholat
tarawih terganggu karena para jama’ah (laki-laki), utamanya imam sholat tarawih
pada malam itu sibuk mendatangi undangan dari rumah ke rumah para tetangga
untuk kenduri megengan. Jama’ah perempuan otomatis juga menyiapkan segala macam
keperluan untuk megengan tersebut, sehingga di malam itu banyak yang tidak bisa
datang. Padahal saya di rumah sudah mengharapkan sekali untuk bisa sholat
tarawih di hari pertama.
Baru, shalat tarawih
pertama kami laksanakan pada Senin malam. Jama’ahnya lumayan banyak,
dibandingkan saat sebelum puasa, bahkan sampai teras. Begitu juga pada hari
selanjutnya. Sumringah orang-orang kampung untuk menunaikan sholat tarawih
masih terlihat. Berangkat bersama-sama dengan keluarga dan tetangga menuju
mushola kampung menjadi pemandangan khas saat Bulan Ramadhan, berjalan kaki
sambil membawa senter, karena suasana desa yang gelap tanpa lampu penerang
jalan.
Tepatnya hari Rabu sore,
setelah beberapa hari di rumah, aku memutuskan untuk kembali lagi ke
Tulungagung, kota tempatku menuntut ilmu. Berangkat dari rumah sore hari, agar
bisa sampai di kota tujuan tepat waktu sholat tarawih. Untuk bekal berbuka,
saya sudah mempersiapkan dari rumah; membawa takjil kolak singkong dan nasi
satu bungkus sudah beserta lauk dan sayur. Di jalan mendengar bedug, sesegera
mencari tempat yang strategis untuk membuka menu berbuka. Kan, menyegerakan
berbuka itu sunnah, he he. Saya pilih mushola SPBU, agar saya bisa sekalian
sholat maghrib disana. Selesai berbuka dan sholat maghrib, segera melanjutkan
perjalan lagi.
Kemarin lupa tidak memakai
jam tangan, sehingga saya harus melirik rumah di pinggir jalan yang dipasang
jam dindingnya untuk memastikan bahwa waktu sholat ‘isya belum masuk. Ya,
kurang lebih 18. 45 saya harus sudah berada di Tulungagung. Karena kebetulan
jalan lumayan sepi, jadi saya bisa sedikit menambah kecepatan. Ternyata tidak
sampai jam 18. 45 saya sudah sampai di Tulungagung. Rupanya saya masih nuntut
untuk ikut sholat tarawih. Masjid terdekat dan strategis adalah masjid agung
Al-Munawwar yang berada tepat bersebalahan dengan alun-alun. Sayapun meluncur
kesana. Syukurlah, sampai disana baru terdengar adzan, artinya jama’ah sholat
‘isya belum dimulai. Sesegera saya mengambil air wudhu dan mencari posisi
sholat.
Niat baik saya gagal untuk
saya kerjakan. Setelah masuk tempat sholat, sudah banyak sekali para jamaah di
luar dan sholat ‘isya-pun akan dimulai. Semua jama’ah sudah mulai berdiri. Yang
menjadi persoalan saya tidak membawa mukena, karena berencana akan memakai
mukena yang ada disana. Almari mukena diletakkan di dalam. Bingung juga,
bagaimana bisa ambil mukena didalam, sementara saya tidak melewati para jamaah
yang tengah sholat ini. Sayapun berjalan kesana-kemari mencari celah untuk
mengambil mukena itu, namun rupanya tidak ada cara lain kecuali lewat di depan
para jama’ah itu. Oh…tidak sopan sekali, saya kira.
Belum juga puas, saya
bertanya kepada orang yang sedang jaga di masjid itu, apakah ada mukena di
luar, ternyata tidak ada. Wahhh…keburu sholat ‘isya-nya selesai, masih saja
belum dapat mukena. Pada akhirnya, saya cangklong kembali tas saya, lalu keluar
masjid. Cukup malu juga. Jamaah yang lain pada sholat, malah wira-wiri
kesana-kemari. Niat saya kan mau cari cara agar saya bisa ambil mukena di dalam
dan tidak melewati para jamaah itu. Pada akhirya, rencana sholat tarawih untuk
yang ketiga kalinya itu gagal.
Alhamdulillah, malam ini
saya bisa melaksanakan sholat tarawih lagi, berarti (baru) yang ketiga kalinya.
Saya bersama beberapa teman
melaksanakan sholat tarawih di mushola dekat kos. Hampir iqomah kami sampai di
mushola. Cukup penuh jamaah. Sama seperti sholat tarawih di mushola kampung
tempat tinggalku, yang penganut tarawih kilat. Setengah jam sudah termasuk
sholat isya, tarawih 20 rakaat plus sholat witir. Bisa kilat, karena yang
dibaca pada saat sholat tarawih adalah surat-surat pendek, yang dimulai dari
surah at-takasur hingga an-nas. Sebagai penggemar tarawih kilat, tentunya lebih
suka yang begini, he he.
Tulungagung, 09.06.2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar