Tibalah
waktunya aku pulang kampung pada beberapa hari yang lalu, hujan turun cukup deras. Akhirnya saya menundanya esok hari, tepatnya pada hari Minggu. Saya masih
belum yakin kalau hari itu bakal terang benderang, hujan kemungkinan besar
masih akan turun lagi. Benar saja, mentari pagi tak juga menyembul pagi itu, sampai
siang, hingga sore hari, bahkan tidak akan keluar di hari itu. Seharian kabut
hitam pekat menggelayut dan disusul hujan turun, semakin siang semaking deras.
Seketika hujan berhenti, namun tak lama kemudian turun lagi.
Sebenarnya,
perjalanan yang cukup jauh ditambah dengan hujan kurang nyaman dan aman. Namun,
rencana pulang kampung saya rupanya tidak bisa dielakkan. Saya sudah keburu ingin
berbuka puasa dirumah untuk beberapa hari kedepan. Akhirnya sayapun memaksakan
diri untuk pulang. Seorang teman bersedia untuk saya ajak mudik bersama.
Beberes
selesai, hujan masih saja belum berhenti. Namun, tak lama kemudian sudah mulai
reda. Sore itu sekitar pukul tiga, kami melakukan perjalanan pulang. Belum ada
sepuluh menit perjalanan, hujan turun lagi. Awalnya enggan mengenakan jas
hujan, karena hujannya tidak terlalu deras. Lagian, saya tidak mau ribet. Karena hujan semakin deras, akhirnya jas
hujan segera saya kenakan. Satu jas hujan dipakai berdua.
Lintas
kota, hujan tak juga reda. Tiba di rumah jas hujan masih kukenakan dengan rapi.
Hujan merata, tidak hanya satu tempat saja, tidak hanya di kota saja.
Melainkan, di tempat yang jauh disana, di sebuah desapun tengah dilanda hujan
yang cukup deras.
Hujan, kabut, dan dingin di Desa tempat tinggalku
Tentu
saja berbeda, hujan di desa dan di kota. Karena tempatnya
yang berada di dataran rendah, saat hujan dinginya kota tidak sedingin di desa ketika sedang diguyur hujan. Ketika tidak hujan saja, suasana di
rumah tempat tinggal saya sudah dingin. Lokasinya yang berada di lereng
pegunungan dan juga jauh dari polusi kendaraan (ya memang rumahnya tidak berada
di dekat jalan raya, he he) dengan berbagai
jenis pepohonan yang masih tumbuh lebat di detiap sudut pekarangan rumah,
menjadikan nuansa sejuk, fresh , asri, sangat bersahabat, dan begitulah kenyataanya.
Apalagi hujan terus menerus datang, pepohonan di pekarangan rumah semakin
bergembira saja menyambutnya.
Namun
kadang karena hujan yang terus menerus menyebakan dingin yang menjadi-jadi, dan
itu tengah menjadi tantangan tersendiri. Kalau sudah dingin menjadi-jadi tiba,
semuanya terasa adingin; lantai rumah menjadi dingin, air minum dingin apalagi
air sumur, piring menjadi dingin, gelasnyapun juga, pagi-siang-sosre-malam dingin, semuanya serba dingin,
tubuh juga kedinginan.
Selain berada di depan tungku api, makan dan minum yang hangat-hangat, membiarkan diri untuk terus beraktivitas melawan hawa dingin adalah solusi terbaik.
Selain berada di depan tungku api, makan dan minum yang hangat-hangat, membiarkan diri untuk terus beraktivitas melawan hawa dingin adalah solusi terbaik.
Terlihat taman yang berada tepat di depan rumah, ehh taman atau hutan ya he he. Pagi tadi, sinar mentari pagi mencoba menembus celah-celah pepohonan
wah, desamu dingin ya Mbak, pantesan budaya minum kopi tumbuh di situ
BalasHapusNggih Bund, dingin pake banget,.. he he memang cocok kalau dipadukan dengan kopi hitam kental panas =D
BalasHapus