Sepertinya
tidak ada agenda khusus untuk kulakukan di weekend minggu ini. Aku pun
berinisiatif untuk memanfaatkan weekendku dengan menghadiri acara
literasi di Ponorogo, tepatnya di STKIP.
Aku pun tanpa berpikir panjang langsung membulatkan niat dan berangkat. Perjalanan kumulai dari Kediri, selepas dhuhur. Sebelumnya aku juga sudah janjian dengan seorang temanku yang rumahnya Ponorogo. Aku akan bermalam di sana.
Sebenarnya
dengan pulang ke kampung halaman, Ponorogo lebih dekat. Tidak sampai dua jam
dari Trenggalek. Kalau pulang ke rumah, dari Trenggalek kota memakan waktu
hingga tiga jam lebih. Tapi, apa mungkin baru pengalaman pertama dan belum
terbiasa, jadi perasaanku perjalananku itu serasa berjam-jam.
"Kok
tidak sampai-sampai ya, apa aku salah jalan", berkali-kali pikiran itu
menghantui benakku selama perjalanan. Bukannya takut, tapi salah jalan itu
sesuatu yang kurang asyik saja bagiku.
Entah kenapa
aku kurang nyaman saja menggunakan gps untuk media membantu menunjukkan arah
saat bepergian. Aku lebih nyaman bertanya orang lain. Karena sasaranku bertanya
adalah orang-orang baik, mereka pun bersedia memberikan penunjuk arah yang
benar hingga aku bisa sampai di tempat dengan selamat.
Oh iya,
jangan lupa berdoa ya sebelum perjalanan dan kalau memungkinkan lebih baik
berhenti sholat dulu kalau sudah masuk waktu sholat. Ini bisa lebih membuat
tenang saat perjalanan.
Aku bingung,
sebenarnya di paragraf ini aku ingin menggambarkan jalan yang kulakui kemarin
itu. Ada banyak hal yang kutemui. Inginnya kuceritakan semua, tapi bingung
ingin memulainya dari mana.
Begini saja,
singkat cerita sebelum memasuki Ponorogo yang dataranya rendah, jalanya
ngeri-ngeri sedap. Sedapnya karena aku bisa menikmati pemandangan yang
sebelumnya belum pernah kunikmati. Ngerinya, jalannya berkelok-kelok dan ada
beberapa bagian yang menanjak dengan kondisi jalan yang kurang bersahabat.
Apalagi saat
melewati jalan yang baru terkena longsoran. Suasana kiri kanan membuatku
mengucap istigfar. Betapa tidak ngeri, pepohonan besar banyak yang tumbang,
menyaksikan bekas longsor dari tebing yang sangat tinggi dan kemungkinan
sewaktu-waktu akan terjadi lagi, beberapa bagian jalan retak dan licin. Namun,
aku masih sangat bersyukur karena hujan sangat bersahabat di
Akhirnya
sampailah aku di kota. Ya, kota reog. Aku menyaksikan banyak patung reog
ponorogo dan juga patung para pemainya menghiasi beberapa titik. Pertama aku
melihatnya di tugu selamat datang, lalu di gapura-gapura masuk gang, ada lagi
di persimpangan jalan raya, dan masih banyak lagi.
Keramaian
terasa ketika aku pmemasuki kecamatan Ponorogo. Menjelang maghrib suasananya
sangat ramai.
Karena harus
menunaikan sholat maghrib, aku berhenti terlebih dahulu di sebuah masjid. Aku
bersinggah di sana hingga waktu 'isya tiba. Sambil menunggu waktu sholat 'isya
aku mencicil tulisan ini.
Setelah
sholat, aku langsung menuju alun-alun. Kami janjian disana. Malam itu suasanya
sangat ramai. Rupanya di alun-alun lagi ada acara.
Tidak
berselang lama, temanku datang. Aku bertanya kepadanya tentang acara tersebut.
Ternyata yang sedang berlangsung meriah itu adalah pementasan bulan purnama.
Malam itu
ternyata tanggal 15. Dan aku memandang ke langit dan memang bulan purnama tengah
menghiasi langit malam kota reog. Suasana malam yang cerah membuat bulan
purnama bersinar sempurna, seraya menyaksikan pementasan meriah itu. Tapi, kami
tidak lama disana dan segera pulang.
Dan hari ini
cerita dari kota reog masih berlanjut. Bisa ngangsu kawruh langsung dengan
pakar literasi, sekelas Pak Hernowo dan Pak guru J. Sumardianta menjadi vitamin
penyemangat tersendiri.
Ponorogo, 12
Pebruari 2017
*Dicopas dari status FB pada 12 Pebruari 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar