Catatan
ini adalah catatan lanjutan dari ukiran kata dari kota Reog (1). Kali ini yang ingin saya tulisan adalah
mengenai apa yang telah saya dapatkan dari sekolah literasi gratis (SLG) yang digelar
di STKIP Ponorogo pada hari Minggu (12/02). Meskipun perjalanan yang cukup
mengerikan itu saya lalui, khususnya waktu perjalanan pulang yang sempat dihadang longsor dan banjir, namun
semuanya terbayarkan berkat ilmu dan wawasan kepenulisan yang saya dapatkan
dari guru literasi yang sangat berwibawa.
Dalam kesempatan ikut SLG tersebut, saya bersyukur bisa berjumpa dengan Bapak Hernowo dan bisa mendapatkan ilmu menulis dari beliau .
Dalam kesempatan ikut SLG tersebut, saya bersyukur bisa berjumpa dengan Bapak Hernowo dan bisa mendapatkan ilmu menulis dari beliau .
Saya
sangat menyimak dengan baik, apa yang beliau sampaikan mulai dari awal hingga
akhir acara. Dengan media power point yang eye
catching, presentasi beliau menjadi daya tarik tersendiri bagi para peserta SLG. Saya pun
menikmati slide demi slide yang beliau sajikan. Mulai dari perkenalan,
pengalaman menulis, hingga pengenalan buku karyanya di dukung dengan gambar-gambar menarik. Tidak terlalu banyak tulisan, itulah sedikit gambarannya.
Dengan
gaya penyampaian dan penuturan beliau yang sangat komunikatif, bahasa yang
tidak bertele-tele, jelas, dan tidak terlalu cepat, semua yang beliau sampaikan
sangat mudah dipahami. Pembawaan beliau di usia yang sudah menginjak tidak muda
lagi juga jauh dari bayangan awal saya. Beliau masih terlihat muda dan dan enerjik.
Sepertinya ini karena gaya hidup beliau yang selalu mengalir.
Pak
Hernowo dalam kesempatan ini salah satunya mengajak kami untuk bisa praktik
menulis secara mengalir bebas atau istilah lainya free writing sebagai sebuah upaya berlatih menulis. Dengan berlatih
menulis menggunakan strategi ini bisa menyegarkan. “Kesegaran yang bisa
dirasakan layaknya air jernih yang ditetesi lemon dan diminum di siang hari,” begitulah
tegas beliau. Kita bisa merasakan kesegaran dalam menulis.
Pak
Hernowo telah belajar banyak akan strategi menulis free writing ini. Salah satu guru yang beliau tunjukkan untuk
belajar free writing adalah Peter
Elbow lewat bukunya yang berjudul Writing
without Teachers. Yang selama ini menulis adalah sesuatu yang membuat kita
galau, takut, tidak PD, penuh tekanan, serta berbagai hambatan yang lain,
beliau menjamin bahwa kegiatan menulis dengan praktik menulis mengalir bebas
bisa menjebol segala hambatan menulis tersebut.
Memang, tidak hanya perlu sekali dua kali untuk mempraktikannya. Hingga kini Pak Hernowo telah menjalankan kegiatan ini secara rutin. Beliau menegaskan bahwa semua perlu waktu dan proses, tidak instan.
Memang, tidak hanya perlu sekali dua kali untuk mempraktikannya. Hingga kini Pak Hernowo telah menjalankan kegiatan ini secara rutin. Beliau menegaskan bahwa semua perlu waktu dan proses, tidak instan.
Langkah
demi langkah menulis bebas ini beliau jelaskan dengan sangat gamblang. Mulai
menyetel alarm hingga memberikan contoh langsung kepada kami bagaimana
praktiknya. Sejauh yang saya pahami dalam praktiknya praktik free writing dipacu dengan waktu. Jadi,
kita dituntut untuk menulis dalam periode waktu tertentu, misalnya 5, 10, atau 15
menit dan dalam waktu tersebut kita akan menulis secara terus-menerus tanpa
henti tentang apa saja yang ada dalam pikiran.
Yang
ditekankan dalam praktik menulis mengalir bebas ini, kata Pak Hernowo, bukan
hasil, tapi lebih kepada prosesnya. Dalam menulis bebas, para pelaku diminta untuk melupakan
aturan, melupakan kesalahan. Segala sesuatu yang menjadi beban dalam menulis
kita abaikan atau buang, seperti halnya ide, tanda baca, ejaan, dll. Misalnya, selama ini
enggan menulis karena tidak punya ide yang bagus, free writing mencoba menganjurkan untuk tidak memikirkan soal ide. Ide tidak ada, tulisan
tidak berbentuk, bahkan berantakan tidak jadi soal.
Kalau
selama latihan menulis kita sering sibuk dengan mengatur ejaan dan tanda baca,
strategi ini juga memberikan keringanan akan hal itu. Jadi, menulis mengalir
bebas ini untuk menyingkirkan keraguan ketika menulis dan juga bisa membebaskan
pikiran kita. Soal kualitas adalah urutan yang menjadi nomor sekian. Karena semuanya
dijalani dengan spontan, maka dalam strategi ini logika tidak memberdayakan.
Kita dituntut untuk menulis tanpa melibatkan otak kiri yang cara berpikirnya cenderung
penuh dengan logika dan keteraturan.
Saatnya
latihan mengalirkan ide.
Ketika Pak Hernowo mempraktikkan langsung cara menulis dengan teknik free writing |
Pak
Hernowo mendemonstrasikan langsung praktik free
writing ini. Dengan alarm yang disetting selama dua menit, beliau dengan spontan
langsung menulis. Waktu alarm berbunyi, beliau juga langsung berhenti menulis. Demonstrasi beliau secara langsung ini membuat saya jadi semakin paham akan konsepnya. Awalnya memang
saya mengira kalau menulis di blog itu termasuk di free writing. Ternyata tidak.
Kata Pak Hernowo menulis bebas itu berbeda dengan menulis di blog. Dalam menulis bebas, kita melakukannya di ruang pribadi. Kita tidak
dituntut untuk berpikir mau menulis apa. Latihan menulis ini lebih untuk diri
sendiri, tidak untuk dipublikasikan.
Begitu waktu dimulai, langsung mengetik saja. Abaikan
hasilnya, tidak perlu usaha untuk mengoreksinya atau memperbaiki yang sudah ditulis. Yang penting, rasakanlah prosesnya. Apakah nyaman atau masih tegang (kemrungsung)? Kata Pak Hernowo merasakan kenyamanan, kelegaan (plong), kesenangan
setelah menulis jauh lebih penting dibandingkan hasil. Terlihat dari hasil
menulis bebas Pak Hernowo, ada kesalahan ejaan dan kekurangan huruf. Sekali
lagi, karena yang ditekankan bukan hasil tetapi proses, jadi tidak masalah. Meskipun begitu, tampak sekali tulisan Pak Hernowo mengalir bagaikan air ketika dibaca secara lantang. Ini karena Pak Hernowo merasakan sekali kenyamanan dalam menuliskannya: santai, tidak kemrungsung, dan bebas dari segala tekanan.
Setelah selesai menulis mengalir bebas, Pak Hernowo membacakan tulisanya secara lantang dan memberikan penjelasan |
Pak Hernowo sempat berbagi pengalaman juga tentang manfaat menulis bebas. Strategi menulis bebas ini juga bisa dimanfaatkan untuk mengeluarkan energi (emosi) negatif. Beliau mengajarkan kepada kami akan pentingnya pengendalian diri terhadap emosi negatif lewat tulisan. Seperti contohnya saat sakit hati karena dimaki-maki orang. Dalam kondisi ini, kita perlu mengendalikan diri untuk tidak mendendam dan sakit hati tersebut. Oleh karena itu, diperlukan pengendalian diri dan solusinya adalah dengan cara meluapkan amarah dalam bentuk tulisan.
Ketika
kita bisa mempraktikan menulis mengalir bebas dengan rutin setiap harinya, hal
ini niscaya akan bisa meningkatkan ketrampilan kita dalam membuka pikiran, serta merangkai
dan mengalirkan ide menulis. Namun, kesabaran, konsistensi, ketekunan, dan
kedisiplinan menjadi poin penting yang juga tidak boleh terpisahkan.
Menjadi
sebuah kesempatan yang bermanfaat kiranya, saya bisa hadir di SLG kali ini.
Terimakasih atas ilmunya Pak Hernowo, telah mencurahkan segala inspirasinya
untuk kami semua. Perlahan tentu saya akan mempraktekannya. Bismillah.
Beruntunglah engkau bisa ikut kelas Pak Hernowo....
BalasHapusNggih Bund, beruntung sekali bisa berkesempatan mendapat santapan ilmu bergizi langsung dari beliau
BalasHapus