Saya diliputi syukur tak terkira dalam kesempatan ini bisa
belajar bersama para guru bersahaja. Menjadi anugerah yang perlu saya syukuri
tentunya berada ditengah-tengah orang-orang hebat sekelas mereka. Meski sudah
menjadi orang hebat, mereka masih saja haus ilmu. Sikap yang patut ditiru! Ungkapan
“Semakin berisi semakin merunduk,” terpancar nyata pada wajah para orang-orang
hebat ini. Saya mengaca pada ketulusan dan semangat berbagi mereka. Tak lain
saya jumpai momen ini dalam kopdar Sahabat Pena Nusantara (SPN) di Bondowoso
satu pekan lalu (21/11).
Pagi datang. Inilah hari dimana acara kopdar berlangsung.
Saya akan mencoba menikmati setiap jalannya waktu di tempat yang sangat luar biasa
ini. Sebelum subuh saya dan Ibu Rita sudah mandi. Setelah Sholat Subuh, kami
berdua keluar kamar dan bersiap menikmati surganya pagi di pesantren Darul
Istiqomah Bondowoso. Sungguh pagi yang sangat menakjubkan.
Pesantren Daris menawarkan pesona alam yang sangat indah dan
kiranya pemandangan ini tidak bisa kita nikmati di semua pesantren. Banyak
macam pepohonan besar tumbuh disini; ada pohon jati, palm, mangga, kelapa, dan
banyak jenis pohon lainnya. Selain itu hamparan luas rerumputan hijau menghiasi
sudut pesantren, ditambah dengan berbagai macam jenis bunga di dalamnya. Gazebo
berjajar indah di sekeiling pesantren. Bak tinggal di sebuah villa.
Sebelum acara dimulai kami berkumpul di dalem, sarapan dan
juga melakukan bincang gayeng pagi bersama para tokoh SPN yang telah hadir saat
itu sambil menunggu masuknya waktu acara.
Tepat pukul 08.30 kami berangkat
menuju aula, tempat dimana serangkaian kegiatan kopdar dilaksanakan. Peserta
kopdar satu per satu mulai memasuki ruangan. Tidak hanya anggota SPN saja yang
menjadi peserta kopdar, namun juga dihadiri oleh santri pesantren daris dan
juga para ustadz-ustadzah. Aula yang cukup luas dan terkesan simple ini berubah
menghangat karena kobaran api semangat belajar para peserta kopdar.
Nimbrung bincang gayeng bersama para tokoh SPN sesaat sebelum acara dimulai
Berbagai tema kepenulisan dibahas secara santai di kopdar
yang selalu dinantikan ini. Pematerinya pun adalah para master penulis SPN yang
luar biasa, ada Pak Didi Junaedi, Pak Prof. Muhammad Chirzin, dan Pak Emcho.
Pak Adit selaku MC membuka acara dan memandu setiap
rangkaian kegiatan. Sebelum menginjak sesi penyampaian materi literasi oleh
beberapa narasumber, beliau mempersilahkan Pak M.Husnaini selaku ketua umum SPN
dan KH. Masruri Abd Muhit Lc selaku tuan rumah dan juga
pengasuh PP. Darul Istiqomah untuk menyampaikan sambutanya. Baru setelah itu dilanjutkan sesi pemaparan
materi oleh ketiga narasumber.
Kesempatan pertama diberikan kepada Pak Didi Junaedi dengan
dipandu oleh moderator Pak Dr. Arfan
Mu’ammar. Tema yang beliau sampaikan
adalah “Menyiapkan dan mengemas tulisan menjadi naskah buku.” Awalnya tema ini
akan disampaikan oleh Pak Dr. Ngainun Naim. Namun, karena pada waktu itu beliau
berhalangan hadir, jadi Pak Didi yang menggantikan beliau. Pak Didi sangat renyah
menyampaikan pengalamanya dalam menulis.
Sesi penyampaian materi oleh Pak Didi Junaedi, dengan moderator Pak Dr. Arfan Mu'ammar
Pak Didi mengawali pembicaraanya dengan bercerita tentang
perjalananya dari Cirebon ke Bondowoso yang ditempuh dalam waktu yang sangat
lama. Beliau datang semata-mata karena cinta. “Semua karena cinta,” Tegasnya.
Meskipun jaraknya jauh, rinai hujan sempat turun di tengah perjalan, namun
berkah cinta semua berubah sekita menjadi harmoni keindahan. Bisa berjumpa
langsung dari yang semula hanya diskusi lewat media sosial adalah salah satu
berkah dari kekuatan cinta.
“Life is never flat,”
terang beliau ketika membuka cerita pengalamnya tentang dunia menulis yang kini
ditekuni. Meskipun sekarang beliau telah menerbitkan buku dalam jumlah yang
banyak, namun jalan berliku tetap beliau hadapi saat memulai proses menulis.
Karena berkat niatnya yang selalu tertata serta punya komitmen yang kuat untuk
selalu istiqomah, akhirnya semua rintangan tersebut bisa diperangi. Pecah telur
yang pertama kali ketika Pak Didi telah menuliskan artikelnya yang ke lima
puluh lebih. Beliau tidak malah putus asa ketika artikelnya di tolak media yang
kesekian kalinya, namun malah menjadi tantangan tersendiri untuk terus menulis.
Begitu juga ketika beliau menceritakan perjalanan beberapa karyanya hingga ke
penerbit.
Selanjutnya Pak Didi menguraikan bagaimana kunci agar tetap
produktif. Yang pertama harus punya niat atau iman. Kita harus menumbuhkan niat
itu dari dalam diri, selanjutnya bekali dengan ilmu. Segala sesuatu apa yang
kita lakukan perlu ilmu, begitu juga dengan menulis. Lalu, penuhi dengan amal
dan hiasi dengan istiqomah.
Ketika menulis hanya mengandalkan mood, hasilnya tidak akan
maksimal dan seringkali keinginan menulis terhambat akibat mood itu. Jadi, kita
harus mengabaikanya. Kata beliau memerangi mood memang awalnya harus dengan
paksaan. Syukur-syukur kalau kita punya target yang harus diselesaikan,
misalnya satu hari satu tulisan, satu hari satu halaman, atau yang lain.
Begitulah paparan beliau agar istiqomah itu tetap terjaga. “Sebaik-baik perbuatan kita harus dilakukan
secara kontinyu, meskipun kecil,” Jelasnya. Jadi harus tetap menulis apapun
kondisinya. Kalau kita sudah bisa menciptakan kebiasan itu, maka kebiasaanlah
yang akan mengatur diri kita.
Menurut beliau tulisan adalah cermin diri, yang akan
diketahui seiring kita membiasakan diri untuk menulis. Semakin membiasakan diri
menulis, peta pikiran kita semakin teratur dan gaya tulisan kita akan diketahui
dengan sendirinya.
Sebelum dilanjutnya sesi berikutnya, ada launching buku
anggota SPN berjudul Quantum Belajar. Pak Prof. Dr. Muhammad Chirzin secara simbolis menyerahkan
buku tersebut kepada Mas Syaiful Rahman. Setelah buku karya anggota SPN resmi
dilaunching, diringi tepuk tangan sangat meriah oleh peserta kopdar.
Launching buku Quantum Belajar, karya SPN
Kesempatan berikutnya diberikan oleh Pak Dr. Taufiqi. Beliau
diminta untuk menghibur para peserta kopdar agar semuanya kembali bersemangat
meskipun suasana sudah semakin siang. Beliau adalah master trainer hpnoteaching
dan hypnotherapy. Dengan sosoknya yang sangat enerjik, beliau mampu mengubah
suasana dalam ruangan itu menjadi ceria kembali. Berbagai macam tepuk penyemangat dan penyegar pikiran diajarkan
oleh beliau. Semua peserta kopdar dengan kompak menirukan apa yang beliau
ajarkan. Seru dan lucu!
Pak Taufiqi menghibur para peserta kopdar
Setelah kembali bersemangat, kemudian dilanjutkan sesi
berikutnya. Sesi ini diisi oleh Prof. Dr. Muhammad Chirzin dengan moderator Pak
Adzi JW. Beliau memperkenalkan kepada peserta kopdar mengenai dunia penerbitan,
bagaimana berkomunikasi dengan penerbit, dan juga pengalaman beliau dalam
menerbitkan buku. Penjelasan beliau disampaikan dengan sangat gamblang. Penyampaiannya tidak terlalu cepat,
Bahasanya mengalir dan mudah dipahami, sehingga apa yang beliau sampaikan
sangat mudah diterima. Saya sangat salut dengan pembawaan beliau yang sangat
ramah dan inspiratif.
Berbicara tentang dunia
penerbitan, beliau memaparkan hal-hal penting yang harus diperhatikan ketika
ingin berkomunikasi dengan penerbit. Setiap penerbit itu punya visi dan misi,
serta lini penerbitan tersendiri. Ketika kita ingin mengirimkan naskah ke
penerbit, kita harus bisa menyesuaikan diri. Cocok apa tidak naskah kita dengan
penerbit tersebut. Maka agar naskah punya peluang diterima penerbit, berarti
kita harus bisa menyesuikan dengan selera penerbit itu. Kita juga bisa
mengetahui selera penerbit yang ingin kita tuju dengan membaca buku-buku
penerbit yang bersangkutan.
Ketika beliau menerbitkan
naskah pertamanya, sempat berpindah hingga enam penerbit. Ditolak penerbit
bukan berarti tidak bagus, namun kemungkinan besar memang dipengaruhi oleh
selera editor. Naskah itu tidak cocok dengan selera penerbit.
Penerbit juga memiliki
mekanisme seleksi naskah tersendiri. Dalam menjelaskan tentang poin ini, Prof.
Muhammad Chirzin berkisah tentang pengalaman beliau saat mendapatkan tawaran
penerbit Grammedia untuk menuliskan naskah buku tafsir Al-Fatihah dan Jus
‘Amma. Setelah naskah tersebut jadi lengkap dengan judul buku dan animasi
gambar didalamnya, beliau kirimkan kepada penerbit. Memang naskah buku itu
untuk anak-anak, sehingga isinya disesuikan, ada gambar dan juga dibuat
berwarna. Tapi, ketika setelah sampai di penerbit, ada perubahan judul buku.
Naskah buku tersebut kurang cocok ternyata kalau dibaca oleh anak-anak yang
berusia dibawah 12 tahun. Akhirnya penerbit mengubah judul buku menjadi “Tafsir
Al-Fatihah dan Jus ‘Amma – untuk 12 tahun ke atas”, disesuikan dengan isinya.
Menulis untuk tujuan dipublikasikan ternyata juga harus
memperhatikan era atau trend, karena hal itu akan berpengaruh terhadap
pemasaran. Penting juga untuk melakukan pendekatan atau jejaring dengan
penerbit ketika ingin mengirimkan naskahnya ke penerbit yang bersangkutan.
Sederet nama-nama penerbit diperkenalkan oleh beliau lengkap dengan jenis-jenis
karya yang pernah dimuat oleh penerbit yang bersangkutan, lengkap dengan no HP
yang bisa dihubungi, dan alamat email redaksi.
Hubungan penerbit dan penulis, sama halnya dengan pedagang
dan pembeli. Prof menjelaskan bahwa penulis memiliki kontribusi yang sangat
besar terhadap dunia penerbitan. “Tanpa penulis tak akan ada penerbitan,”
Jelasnya.
Selain memaparkan topik tentang dunia penerbitan, beliau
juga menjelaskan cara menggali topik tulisan untuk dijadikan sebuah judul
tulisan. Karena beliau adalah seorang guru besar tafsir Al-Qur’an, sehingga
yang dibuat contohnya adalah seputar topik yang bisa digali dari ayat-ayat
Al-Qur’an. Beliau sering membagikan inspirasi judul tulisan kepada mahasiswanya
untuk dikembangkan menjadi tulisan atau bahkan karya ilmiah. Kata beliau,
“inspirasi itu bagaikan sumber mata air yang harus terus-menerus dialirkan agar
tetapa jernih, begitu juga dengan ide.”
Sungguh ilmu yang
sangat luar biasa dan sayang sekali kiranya jika dilewatkan begitu saja. Prof.
Muhammad Chirzin mengakhiri penjelasanya dengan membacakan puisi yang dibuatnya
ketika perjalanan menuju Bondowoso.
Setelah jeda kurang lebih satu jam untuk sholat dan makan,
kemudian dilanjutkan oleh Pak Much. Khoiri (Pak Emcho) yang berbagi
pengalamanya tentang jurus praktis mempromosikan dan menjual buku karya
sendiri, dengan dipandu oleh moderator Pak Azis tatapangarsa. Penulis buku “SOS
(Sopo Ora Sibuk)-Menulis dalam kesibukan” dan dosen UNESA ini berbagi ilmu
dengan ciri khasnya, tak lain adalah leluconya yang sesekali beliau selipkan
dalam ceramah. Gaya Pak Emcho ketika berceramah juga komunikatif sekali.
Peserta kopdar dibuat terkesima olehnya.
Pak Emcho mengawali pembicaraanya dengan membacakan puisi
karyanya berjudul merindu hujan. Sangat pas, karena hujan memang sempat turun
di waktu itu. Peserta kopdar dibuatnya hanyut dalam untaian kata-kata indah
dalam puisi itu. Tepuk tangan meriah berkali-kali kami serukan.
Pak Emcho sedang membacakan puisinya
Secara detail Pak Emcho menjelaskan mengenai madzhab yang
bisa di tempuh ketika ingin menerbitkan buku. Beliau menguraikan dua macam cara
menerbitkan buku, yitu dengan diterbitkan dengan penerbit mayor dan indie.
Informasi yang berhasil saya pahami kalau ingin menerbitkan buku di penerbit
mayor keseluruhan proses terbit buku merupakan tanggung jawab penerbit.
Dari seleksi naskah hingga buku sampai ke tangan pembaca. Namun berbeda
dengan self-publishing. Penerbitan
jenis ini menuntut keikutsertaan penulis dalam mengurusi segala aspek untuk
terbitnya buku, termasuk distribusi, promosi, dan marketing.
Bayak cara yang beliau jelaskan ketika ingin memasarkan buku
karya sendiri, diantaranya bisa memarkannya dengan kupon, kompetisi, pemasaran
langsung atau dengan media daring (online), dengan membuat resensi lalu dimuat
di media, launching buku, atau bisa juga dari forum ke forum, misalnya saat
seminar, diskusi, dll.
Kata Pak Emcho istilah marketing
atau pemasaran lebih cocok digunakan dalam dunia perbukuan dibandingan
menggunakan istilah selling atau
penjualan. Berbicara tentang pemasaran buku, Pak Emcho adalah jagonya. Kata
beliau kita harus punya “rahi gedhek”
atau yang berarti tidak tahu malu. Misi yang beliau pakai adalah “hargai
penulis dengan membeli karyanya” dan “Semuanya ada di SOS”. He he. Mungkin juga
karena joke renyahnya.
“Semuanya ada di buku SOS” ketika menyinggung soal menulis.
Ungkapan itu berkali-kali beliau lontarkan yang secara spontan membuat gelak
tawa para peserta kopdar. Sayapun pada akhirnya kepencut juga untuk membeli
buku karya beliau ini. Sepertinya memang ada jurus sakti kepenulisan dalam buku
tersebut. Salam SOS Pak Emcho :)
Bersama Pak Emcho dan buku SOS
Di sesi terakhir adalah sesi diskusi refleksi tentang SPN
oleh para anggota. Para santri diminta beristirahat selama kurang lebih satu
jam menunggu diskusi selesai. Baru setelah pukul 04. 00, mereka diminta untuk
kembali ke aula karena masih ada presentasi dari Pak. Dr. Taifiqi. Diskusi
refleksi SPN ini dipandu langsung oleh Pak M. Husnaini selaku ketua umum.
Ada
banyak hal yang beliau sampaikan, diantaranya memperkenalkan SPN kepada anggota
baru, mengenalkan tokoh-tokoh penulis hebat di SPN, diskusi tentang buku-buku
SPN yang akan diterbitkan, peraturan dan tanggung jawab ketika bergabung di SPN
– termasuk mau dipaksa menulis rutin satu bulan sekali sesuai dengan tema yang
telah disepakati. Yang menarik adalah hasil dari konsistensi menulis bersama
itu akan berbuah buku yang dilaunching setiap kopdar berlangsung.
Pukul 16. 00 diskusi refleksi diakhiri, inilah momen yang di
tunggu-tunggu. Di sesi terakhir ini, saatnya merelaksasi diri bersama master
trainer hypnoteaching dan hypnoteraphy, Pak Dr. Taufiqi. Yang sangat terkesan
dalam sesi ini yaitu ketika beliau bisa menguasai alam bawah sadar peserta
kopdar. Karena hal ini belum pernah saya jumpai secara langsung, menjadi
sesuatu yang menarik sekali tentunya.
Dengan diringi alunan musik relaksasi,
semua peserta kopdar mencoba konsentrasi untuk mengikuti segala yang beliau
perintahkan. Hal itu dimaksudkan agar kami semua bisa segar kembali. Puncak
acara yang juga mengundang perhatian peserta kopdar saat salah satu teman kami
berhasil terhipnotis. Ia hanya bisa melakukan sesuatu yang Mr. Viqi
perintahkan. Bahkan dengan hanya duduk dan tertidur, ia sudah bisa melalang
buana hingga ke tempat wisata yang diinginkan. Dan masih banyak lagi kelucuan
terjadi pada sesi ini.
Suasana hypnoteraphy bersama Mr. Viqi
Syukurlah, semua rangkaian acara dalam acara kopdar SPN
berhasil kuikuti. Senang sekali dalam kesempatan ini bisa bertemu dengan
orang-orang beken dan dapat ilmu dari beliau semua. Yang juga membuat saya
terkesan mengikuti acara ini adalah karena acaranya dikemas dengan sangat
santai. Jadi, walaupun banyak master tidak ada istilah pem-bullying-an,
mereka semua kominikatif, ramah, dan menyenangkan. Seru, deh pokoknya! Santai
dan Seru! Finally, jazakumullah
khairul katsiran atas semuanya, bahagia sekali akhirnya bisa bergabung
dalam grup menulis ini. Semoga semangatku jadi kian terpacu untuk belajar
menulis.
Tokoh literasi luar biasa, dari kiri (Pak. Husnaini, Kyai Masruri, Prof. Muh. Chirzin, Ibu Rita Audriyanti, dan Pak Emcho
Bersama KH. Masruri Abd muhit Lc (kiri) dan Prof. Dr. Muhammad Chirzin (kanan)
Bersama para peserta kopdar SPN ke-3
Bersama para peserta kopdar SPN ke-3
Pare, 24-27 November 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar