Oleh: Eka Sutarmi
Allah sebaik-baik perencana. Maka yakinilah bahwa apapun itu,
selalu ada hikmah dibalik rencana-Nya-Anonim
Pengalaman yang cukup pahit dan
mengerikan itu sama sekali tidak terbayangkan jika harus terjadi pada diri saya.
Tepatnya pada 17 Agustus lalu, janin yang ada dalam kandungan saya tidak bisa
terselamatkan. Waktu itu usia kandungan saya kurang lebih 3 bulan.
Kami
menikah pada awal Oktober 2019. Bulan November saya menyadari kalau telat haid.
Saya cek menggunakan test pack, hasilnya pun positif. Alhamdulillah, perasaan
senang hadir dalam keluarga kami setelah mengetahui saya hamil, terutama suami
saya.
Kecapekan
yang berlebihan dan emosi yang tidak menentu saat beradaptasi di rumah mertua
membuat si janin yang masih muda ini terganggu. Dan Allah berkehendak lain.
Kami harus bersabar.
Karena di rumah mertua masih ada adik
ipar dan anaknya, saya dan suami memutuskan untuk mengontrak. Sebenarnya adik
ipar sudah membuat rumah sendiri yang rencananya saya dan suami yang tinggal
bersama mertua. Namun, karena suaminya masih bekerja rumahnya belum bisa
ditinggali.
Tujuan kami ingin mengontrak tak lain bukan
untuk meninggalkan ibu mertua dan tidak memperdulikannya, tapi kami ingin
menata perasaan kami sehingga kami berharap ini keputusan terbaik dan bisa
mengubah kondisi menjadi lebih baik.
Memang masih beberapa bulan saya tinggal
bersama mertua, jadi mungkin kami belum bisa saling memahami karakter dan ego
masing-masing, konflik batinpun sering saya rasakan. Suami saya sangat paham
dengan kondisi saya.
Suami saya merupakan anak laki-laki yang
sangat disayang ibu mertua dan ia pun sebaliknya. Saya sangat memahami itu.
Jadi setelah menikah, seakan ibu mertua saya kurang rela jika melihat suami
saya mengasihi dan memperhatikan saya. Sering ibu saya diam tanpa sebab dan
selalu ingin tahu semua privasi saya dan suami. Belum lagi adik ipar yang
kadang menambah kekesalan saya.
Memutuskan untuk pindahan ke kontrakan
di saat hamil muda sebenarnya bukan hal yang mudah untuk kami lakukan. Kami
kasihan dengan janin dalam kandungan. Tapi tetap kami lakukan dengan harapan
semoga ini menjadi keputusan terbaik kami. Kontrakan kami tidak juah dari rumah
mertua, masih satu RT. Jadi kami masih berkesempatan mengunjungi ibu sesering
mungkin.
Setelah pindah selama 4 hari, saya
merasakan kram perut yang luar biasa. Capek yang tidak begitu saya rasakan dan
emosi yang tidak menentu benar-benar mengganggu perkembangan janin dalam
kandungan. Suami membawa saya ke puskesmas terdekat. Setelah di cek, saya tidak
diminta untuk rawat inap tapi diminta pulang kembali dan bed rest total di rumah.
“Ya
Allah, semoga janin ini masih bisa selamat.” Harapan terbesar itu
senantiasa saya ucapkan dengan air mata yang tidak bisa tertahan.
Keesokan harinya, tepatnya selepas
sholat maghrib suami menghibur saya. Saya pun cukup senang dengan caranya menghibur. Tapi ada yang tidak
biasa. Saya merasakan sesuatu yang keluar dari jalan lahir saya begitu deras.
“Mas, sepertinya saya pendarahan hebat,”
ucap saya pada suami. Seketika suasana berubah menjadi panik. Saya pun seketika
tak berdaya dan sempat hampir tidak sadarkan diri saking banyaknya darah yang
keluar.
Karena sudah tidak mungkin jika harus
dibawa ke puskesmas dengan motor, sehingga suami saya harus mencari mobil dan
sopirnya untuk mengantar kami. Sampai di puskesmas beberapa bidan menangani
saya. Keputusan dari dokter bahwa janin saya sudah tidak bisa diselamatkan.
Suami saya menguatkan saya berkali-kali, bahwa Tuhan masih punya rencana lain
yang lebih baik.
Sakit yang luar biasa masih saya rasakan
selama proses abortus. Pada akhirnya seluruh jaringan berhasil keluar dengan
gumpalan darah yang begitu banyak. Sangat mengerikan. Keesokan harinya keadaan
saya semakin membaik dan diperbolehkan pulang.
Beberapa hari kemudian saya mengecek
kandungan saya di dokter spesialis, ternyata saya tidak perlu kuret selepas
keguguran karena sudah abortus komplit, sudah tidak ada lagi jaringan yang
tertinggal di dalam kandungan. Syukurlah.
Rencana Allah yang sangat tidak terduga
datang di saat yang tepat. Di saat kehidupan saya dan suami mulai tertata dan
keluarga juga mulai nyaman dengan situasi yang kami jalani, Allah memberi
hadiah untuk keluarga kami.
Enam bulan setelah saya pindah ke
kontrakan, saya positif hamil. Saya dan suami masih berkesempatan menjaga
karunia-Nya ini dengan sebaik-baik. Tidak hanya saya dan suami yang berbahagia,
tapi juga ibu mertua dan seluruh keluarga saya. Pesan-pesan penting di
sampaikan oleh mereka demi keselamatan dan kesehatan buah hati kami. Fabiayyi
‘aalaa’i Rabbikumaa Tukadzdzibaan.
Panggul-Trenggalek,
23 Juli 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar