Tiba-tiba
aku ingin menulis tentang judul tersebut. Bukan tanpa sebab. Aku sering
mengamati hal-hal kecil seperti itu dan ternyata membuat diriku tertarik untuk
menuliskannya.
Kampung
Inggris Pare, Kediri, tempatnya yang sangat ramai, sulit terlepas dari
keberadaan pengemis dan juga pengamen. Itu adalah kesempatan emas bagi mereka.
Aku
perhatikan, sebenarnya banyak sekali peringatan tentang ngamen gratis atau
bebas ngamen yang ditempel-tempel di depan rumah atau warung-warung. Bahkan di
gang sebuah jalan kampung Inggris ada spanduk “bebas ngamen” yang ukurannya
cukup besar dibentang. Berarti keberadaan para pengamen dan pengemis tersebut
sepertinya malah menganggu.
Aku sering
mendengarkan cerita beberapa orang di Kampung Inggris tentang pengemis dan
pengamen yang datang silih berganti. Ada yang bilang banyaknya pengemis dan
pengamen yang mencari dan memanfaatkan kesempatan di tempat ramai seperti
Kampung Inggris, punya komunitas dan segala sesuatunya sudah diatur.
Bersama
teman-teman aku pernah membeli mie ayam. Lalu, seorang pengamis datang. Ia
datang seorang diri berbaju hitam dan berwajah sangar. Pengamen tersebut hanya
bermodal kaleng bekas dan menyanyi. Ibu penjual pun memberinya uang receh. Lalu,
Ibu penjual bercerita bahwa pengamen tersebut setiap hari selalu datang ke
warung dan pernah juga ia marah-marah karena uang yang diberikan terlalu
sedikit. Mendengar ceritannya aku sangat geram.
Lokasi
Kampung Inggris yang sangat menjajikan bagi para pengamen dan pengemis membuat
segala cara dan peran mungkin saja dilakukan. Apalagi bulan Desember ini adalah
musim libur. Pengunjung Kampung Inggris pun membludak.
Selama aku
tinggal di sini, banyak model pengamen dan pengemis yang kujumpai. Ada pengamen
berwajah ramah, pengemis bertampang sangar, pengamen memaksa, dan mungkin
mereka banyak yang bersembunyi dibalik peran memelas mereka.
Mereka pun
datang dengan berbagai penampilan, misanya dengan menggendong satu anak,
membawa dua anak, berjalan menyeret kaki, tak bisa melihat, duduk diam di depan
swalayan dan ATM dengan wajah memelas, dll.
Aku beberapa
kali dibuat geram dengan pengamen dan pengemis di Kampung Inggris ini. Selain
dibuat geram dengan cerita orang tentang tingkah mereka, juga menyaksikan sendiri.
Salah satunya ketika pengemis menukar uang di swalayan dan terakhir tadi pagi
ketia seorang pengemis sedang sibuk menghitung uang receh untuk ditukar di
apotik. Aku benar-benar kaget dan aku masih ingat sekali, karena sering
menjumpai saat ia sedang meminta-meminta. Tentu ekspresinya sangatlah berbeda,
tidak lagi memelas tapi bungah.
Rezeki
sering dikatakan datang secara tidak dinyana. Apakah para pengemis dan pengamen
tersebut telah menemukan ladang rezeki? Kalau mereka berniat jadi pengamen dan
pengemis di Kampung Inggris khususnya, memang mereka harus belajar terlebih
dahulu dengan orang barat atau pengamen di negara maju. Sehendaknya tampak
sedikit keren. Aku juga pernah membaca dari yang semula jadi musisi jalanan,
baik di Indonesia atau luar negeri, mereka jadi musisi terkenal beneran. Aku
akui mereka ini keren.
Ketika
belajar tentang budaya Barat, memang salah satu yang membuatku terkesan adalah
keberadaan musisi jalanan di luar negeri. Dengan mengamen atau mengemis yang
totalitas dengan lagu serta alat musik seakan sedang konser di panggung besar,
banyak orang yang malah dengan suka rela menghampiri untuk menyaksikan dan koin
pun diberikan dengan sangat ikhlas. Bukankah ini lebih berkah? Daripada yang
sudah meminta-minta, menipu lagi, pasti koin-koin atau uang yang dikasihkan pun
tidak terlalu ikhlas.
Pare,
Kediri, 05/12/2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar