Tingkat
kesabaran yang tinggi sangat dibutuhkan saat berkendara. Khususnya ketika
kondisi jalan lagi tidak bersahabat, baik saat macet atau persoalan yang lain.
Jalan adalah milik bersama, jadi dalam kondisi apapun dan situasi bagaimanapun
tidak boleh bersikap egois.
Aku masih
sedikit trauma apa yang terjadi tadi malam. Bus yang kunaiki bersama para tutor
dan anak-anak Al Azhar yang habis piknik tipis-tipis dari Blitar bermasalah
dengan seorang pengendara motor yang temperamen. Padahal kami sudah hampir mau
sampai.
Persoalannya
sebenarnya sederhana. Jika aku berada di posisinya, tidak ada yang
dipermasalahkan.
Malam itu
sampailah kami di Jl. Brawijaya, kampung Inggris, Pare. Setiap harinya jalan
itu memang selalu ramai dipadati para pelajar kursus yang bersepeda maupun
warga yang naik motor atau mobil. Apalagi tadi malam adalah malam Minggu.
Suasananya lebih ramai lagi.
Dari Jl.
Brawijaya sopir bus memperlambat laju kendaraan karena akan belok kanan menuju
Jl. Dahlia. Di saat yang bersamaan ada seorang pengendara motor. Ia sudah
bapak-bapak yang mengendarai motor bersama kedua anaknya yang masih kecil dan
istrinya.
Ia berusaha
mendahuli bus. Tapi karena sangat ramai motor itu tidak bisa langsung belok
kanan. Harus menanti dulu kendaraan yang berlawanan arah sepi. Akhirnya motor
berhenti tepat di depan bus dengan jarak yang sangat dekat. Bus dan motor
sama-sama ingin belok kanan.
Sopir bus
membunyikan klakson agar motor bisa sedikit maju. Suara klaksonnya sangat
pelan. Klakson bus iseng dibunyikan yang kedua kalinya agar yang depan segera
jalan karena kendaraan dari arah berlawanan sudah lengang. Aku perhatian sopir
bus tidak sambil kesal ketika membunyikan klakson itu. Namun, pengendara motor
itu menanggapi dengan cara yang berbeda.
Tiba-tiba
pengendara motor naik darah. Padahal tidak ada yang perlu dipersoalkan. Bus
tidak mengenai motornya. Kalau saja motor itu tersenggol bus pasti sudah oleng
dan jatuh, tapi tidak sama sekali. Kemarahannya tidak terkendali. Ia turun dari
motor dan melontarkan kata-kata yang tidak jelas pada sopir dan kondektur bus.
Sopir bus
dan kondektur tak lantas membalas amarah pengendara motor itu, karena memang
tidak bersalah. Kalau saja dibalas dengan amarah, pasti suasananya sudah kacau.
Namun,
suasana makin kacau dan tegang ketika pengendara motor itu melakukan hal yang
gila. Ia menggedor bus agar sopir dan kondektur itu mau keluar. Kami semua
ketakutan. Kejadian ini membuat warga dan pengendara jalan melihat.
Tak berhenti
disitu, amarah pengendara itu memuncak dan memecahkan kaca pintu kiri dengan
helmnya sekuat tenaga. Dharrrrrrr. Serpihan kaca itu menyembur ke dalam bus
yang posisi di dalamnya masih ada orang.
Sebelumnya
ia sudah berusaha memcahkan kaca bus yang bagian depan, namun beberapa kali
dipukul dengan helmnya tidak juga pecah. Malah kaca helmnya yang pecah Lalu,
memukul kaca pintu sebelah kiri dan langsung pecah. Kondektur terluka karena
duduknya tepat di sebelah kaca depan. Sopirnya hanya luka kecil. Dan beberapa
penumpang yang duduk di bangku depan juga terkena, termasuk aku. Tanganku
tiba-tiba berdarah karena kena kaca. Segera kubalut luka dengan tisu. Antara
takut dan kesal jadi satu.
Tanpa
bertanggung jawab, pengendara motor langsung pergi. Tak lama lagi polisi datang
untuk menyelidiki kejadian itu. Sopir menjelaskan kronologinya dibantu warga
yang menyaksikan. Yang di dalam bus juga ditanya. Konon pengendara motor itu ya
warga yang rumahnya tak jauh dari lokasi kejadian. Setelah ditangani, akhirnya
bus jalan lagi untuk mengantar kami pulang yang tinggal beberapa menit.
Sungguh
pengendara motor itu tidak bijak sama sekali. Kenapa harus marah tanpa alasan
yang jelas. Kayaknya akhir bulan lagi kurang piknik. Semoga bapaknya segera
khilaf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar