Odong-odong
pada umumnya untuk permainan anak kecil. Bentuknya mirip becak dengan berisikan
beberapa tempat duduk bergoyang di dalamnya. Tempat duduknya beraneka rupa, ada
yang berupa binatang, kendaraan, dll. Anak-anak sangat suka naik permainan ini,
karena selain bisa menikmati kereta goyang juga karena lagu anak yang melantun
merdu mengiringinya ketika berada diatas odong-odong. Belum lagi kalau naiknya pas malam hari, lampu hias menyala warni-warni semakin membuat mereka betah naiknya.
Lalu,
bagaimana dengan odong-odong yang satu ini? Awalnya ketika teman-teman mengajak
jalan pada Hari Sabtu kemarin menggunakan odong-odong, masih aneh dan lucu
saja. Hhaaa, rame-rame naik
odong-odong? Pertanyaan yang saya lontarkan kepada teman-teman rupanya membuat
mereka tertawa. Memang saya belum tahu kalau sebenarnya odong-odong di Kampung
Inggris sangat familiar dan biasa dipesan anak kursusan untuk jalan ramai-ramai
ke tempat wisata terdekat, khususnya pada saat hari libur yaitu Hari Sabtu atau
Minggu.
Odong-odong di Pare ini lebih mirip
kereta-keretaan, ditarik olek sepeda motor. Ukurannya cukup panjang, karena
terdiri dari beberapa gerbong. Kalau di kota saya transportasi sejenis ini juga
bisanya yang naik anak-anak kecil dan beberapa ibu-ibu yang mendampinginya.
Mereka akan berputar-putar mengelilingi kampung dengan kereta ini. Hadeeuhh, benar-benar MKB pokoknya,
alias masa kecil kurang bahagia. Tapi seru kok, selain seru karena suaranya
yang memenuhi telinga saat berjalan, juga seru karena jadi tahu sensasi naik
odong-odong.
Tepatnya
pada Hari Sabtu (1 Oktober 2016) bersama teman-teman di lembaga kursus naik
odong-odong untuk menuju tempat wisata lokal terdekat. Biasanya kalau hanya
beberapa orang saja, tempat tersebut bisa dijangkau dengan ngonthel. Karena
yang ikut cukup banyak dan banyak dari kami yang tidak memakai jasa onthel,
jadi odong-odong adalah opsi terbaiknya. Sekitar 20 orang yang ikut kesana.
Dengan membayar 10. 000 rupiah kita dimanjakan dengan sensasi perjalanan naik odong-odong
ala kampung Inggris menuju ke beberapa tempat wisata lokal yang kami tuju.
Pukul 09. 00 kami berangkat.
Menuju
ke tempat tujuan, kami menyusuri perjalanan desa. Sepanjang perjalanan dari
Kampung Inggris, kami disambut dengan pemandangan khas desa. Kami melewati
hamparan perkebunan tebu, persawahan, serta kawasan rumah penduduk yang masih
sangat asri. Di desa-desa yang kami lewati, banyak juga para petani Bawang merah.
Bawang merah yang tengah dipanen terlihat sedang dijemur. Saya lihat juga para
warga yang berkumpul untuk mengemas Bawang merah yang sudah kering. Bau yang
berasal dari Bawang merah itu juga mengiringi perjalanan kami.
Mungkin
kalau naik sepeda motor jarak tempuhnya lumayan dekat, namun karena ditarik
dengan odong-odong menjadi terasa lama. Bekisar 1 jam kami baru sampai di
tempat. Destinasi pertama yang kami tuju adalah Candi Tegowangi yang terletak
di Desa Tegowangi, Kec. Plemahan-Kediri. Area candi ini berada di tengah-tengah
pemukiman penduduk. Sampai disana terlihat sudah ada beberapa mobil elf yang
parkir dan juga odong-odong. Suasana tampak ramai pagi itu. Memang candinya
tidak semegah candi Borobudur. Meskipun candinya kecil, yang namanya bangunan
bersejarah pasti tetap punya cerita tersendiri. Kalau bersedia untuk mencari
tahunya, tentunya akan menambah wawasan tentang situs peninggalan budaya
bersejarah ini. Karena tidak sempat membaca papan informasi yang ada disana,
maka informasi lebih jauh tentang Candi Tegowangi bisa dibaca disini.
Kami
tidak dipungut biaya untuk masuk ke Candi. Hanya sebelum masuk, perwakilan
rombongan diminta untuk mengisi buku tamu. Disana kami bisa mengabadikan foto
dengan memilih spot-spot yang bagus. Karena sudah lumayan panas, saya tidak
banyak ambil gambar disana. Saya bersama beberapa teman memilih berteduh
dibawah pepohohan. Area taman disekitar candi cukup untuk mengobati hawa panas
disana. Di sekitar candi, tepatnya di area perkebunan ada juga tempat penghasil madu lebah. Beberapa kotak kayu yang dicat warna-warni dibariskan rapi di
tempat tersebut. Jadi, kalau ingin oleh-oleh madu herbal, yang masih asli bisa
di dapat di sini.
Setelah puas berkeliling candi, kami menuju destinasi selanjutnya,
yaitu ke Desa Surowono. Di desa tersebut konon ada beberapa tempat yang menarik
dikunjungi, diantaranya Candi Surowono, Gua Surowono, dan kolam renang Surowono.
Jaraknya lumayan jauh dari desa Plemahan.
Karena bentuknya Candi Surowono hampir mirip dengan Candi
Tegowangi, kami memutuskan untuk tidak bersinggah. Oleh ke Pak Sopir
odong-odong hanya ditunjukkan dari jalan saja, karena kebetulan lokasinya
berada tepat di pinggir jalan desa yang kami lewati. Menujulah kami ke Gua
Surowono. Masuk ke gua hanya dikenakan ongkos 2000 rupiah. Hanya beberapa
teman saja yang masuk. Saya juga tidak masuk. Kata teman yang sudah pernah
masuk, tempatnya sempit dan banyak airnya. Bahkan untuk masuk ke lorongnya
harus jongkok. Namun banyak juga pengunjung yang mencoba menikmati tempat ini.
Untuk ke kolam renang kami tidak perlu naik odong-odong, tinggal
berjalan beberapa meter saja sudah sampai di tempat. Saya juga tidak ikut seru-seruan disana. Selain
saya tidak jago renang, juga tidak persiapan baju ganti kalau mau main air. Karena
belum sarapan, disana saya menikmati semangkuk bakso bersama teman-teman. Itu
saja, selebihnya melihat teman-teman yang lagi asyik berenang. Cukup lama juga
mereka menikmati renangnya. Setelah
masuk waktu Dhuhur, saya mengajak salah seorang teman saya untuk sholat
terlebih dahulu. Khawatirnya sampai di rumah waktu Dhuhurnya sudah habis.
Sekitar jam satu, mereka sudah mulai berganti pakaian dan bergegas menuju ke
tempat odong-odong.
Finally, kami menikmati perjalanan pulang. Tentunya perjalanan kali ini sangat seru. Begitulah perjalanan kami berwisata odong-odong.
Naik odong-odong...Hhaa MKB
Foto Candi Tegowangi, Plemahan-Pare
Pare, 03 Oktober 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar