Feeling
saya di Minggu sebelumnya ternyata benar kan? Tinggal bersiap menunggu giliran.
Sebelumnya simak ceritaku yang ini. Agenda setiap Malam Jum’at itu memang
mengharuskan untuk setiap yang ada di tempat kursus, baik tutor atau member mendapat
giliran menjadi pengisi acara. Malam Jum’at (06 Oktober 2016) saatnya saya
mendapat giliran. Pada malam sebelumnya saya dipilih bersama beberapa teman
saya yang mengisi acara di malam itu.
Dua orang mendapat tugas memasak untuk dimakan
bersama, dua orang yang bertugas membersihkan peralatan makan sehabis acara,
satu orang jadi entertainer, dan dua orang lainnya menjadi motivator (lebih
tepatnya berbagi pengalaman atau sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain).
Berati kami punya waktu satu minggu untuk persiapan.
Tidak
tahu saya harus bicara apa nantinya. Apa yang ingin saya sampaikan belum
tergambar dalam benak. Berawal dari kebingungan itu akhirnya saya berusaha
untuk mempersiapkan, agar waktu tampil tidak demam panggung. Cara yang saya
lakukan tidak lain adalah dengan membaca blog-blog inspiratif dan membaca buku. Mungkin kalau teman-teman yang sudah sering bicara, menanggapinya sesuatu yang gampang.
Sebuah
topik yang menarik perhatian saya kutemukan
dari blog milik seseorang secara tidak sengaja. Blog dengan visinya “Beriman
Sempurna, Berilmu Luas, dan Beramal sejati” ini cukup menarik dan membuat saya
ingin membacanya lebih mendalam dan memahami maksudnya. Setelah saya temukan,
kemudian saya mencari topik itu kembali lewat HP. Saya ingin menyimpannya di HP
agar sewaktu-waktu bisa saya baca. Karena saya tidak tahu menyimpan dengan “save page as” lewat HP, jadi saya biasanya
menggunakan screenshot. Yang penting
tulisanya jelas kan beres.
Masih
sangat jelas dalam ingatan saya bahwa saya pernah membaca buku yang berkaitan
dengan topik ini. Saya sangat ingat, tapi buku yang mana saya lupa. Saya lalu
mencoba membaca catatan resensi sederhana saya, siapa tahu bisa saya temukan.
Satu per satu saya buka, saya baca lagi. Yeeaahhh…telah
kutemukan buku yang saya maksud. Ingatan saya tidak salah lagi.
Masalahnya
tinggal beberapa hari lagi dan bukunya saya tinggal di rumah. Bagaimana saya
bisa pulang, sementara saya punya jadwal mengajar. Akhirnya saya SMS adik saya. Saya memintanya pulang kampung. Dan kebetulan hari itu memang ia ingin pulang,
katanya mau ziarah haji ke gurunya waktu di Pondok. Saya mengirim SMS kepada
adik saya tentang barang-barang yang saya perlukan, terutama buku. Kalau sudah
balik lagi, saya akan mengambilnya.
Pada
Malam Selasa kemarin, saya menuju ke tempat kos adik saya di Tulungagung. Saya
memberanikan diri untuk berangkat malam hari, karena sekitar jam setengah tujuh
kegiatan saya baru selesai. Saya mengirim SMS ke adik saya kalau saya meluncur
kesana. Selepas Sholat ‘Isya baru beangkat. Kurang lebih dua jam perjalanan
yang saya tempuh. Biasanya 1,5 jam sudah sampai, karena perjalanan malam jadi
ya harus pelan asal selamat.
Sampai
di Tulungagung saya cukup kesal. Kamar adik saya di kunci. Saya buka HP saya.
Waladalah adik saya tidak di kos, katanya lagi di Trenggalek. Malam-malam
begini ngapain kesana? Lalu saya telphon. Oh ternyata ia bersama seorang
temannya menghadiri acara Sholawat Habib Syech di alun-alun Trenggalek. Esuk
paginya, sekitar pukul lima saya harus balik lagi karena ada jam mengajar pagi.
Saya tidak yakin kalau adik saya berani pulang tengah malam itu, paling tidak
sholawat berakhir pada jam 11 malam. Tapi kalau tidak pulang mau menginap
dimana? Tapi saya yakin mereka pulang.
Saya
menuju kamar teman adik saya dan beristirahat disana. Ada SMS masuk dari adik
saya kalau ia bersama temannya sudah perjalanan pulang. Sebenarnya pengen
menunggu hingga ia datang, namun mata saya sudah tidak kuat. Akhirnya saya
tidur di kamar teman adik saya dan tidak tahu mereka sampai di kos jam berapa.
Pukul
tiga, saya pindah ke kamar adik saya. Ia masih tidur pulas. Saya mencoba
bertanya tentang barang-barang yang saya minta bawakan, ada buku, baju, jllbab,
dll. Dengan menanggapi lirih, ia menunjukkan letak barangnya itu. Sayapun
mengambilnya. Yey, ini yang barang yang saya tunggu-tunggu. Sebuah buku untuk
persiapan hari Kamis. Saya mencoba membaca sekilas buku itu. Saya cari halaman
yang saya maksud. Saya tidak tidur lagi, karena saya harus berangkat pagi. Ada jam mengajar di pagi hari. Pukul lima saya berangkat dengan bahan bicara yang sudah di tangan tinggal mengeksekusinya.
Memang
sebenarnya apa topik yang saya bicarakan? Dalam blog milik seseorang itu saya
temukan ceritanya berjudul “memaksimalkan nikmat”. Saya tertarik untuk
membacanya karena apa yang diceritakan kasusnya memang sangat persis apa yang
sering saya alami dan mungkin oleh kebanyakan teman-teman.
Terkadang hal-hal
yang biasa itu malah yang sangat luar biasa dan berharga dan kita tidak selalu
menyadarinya akan nikmat itu. Beliau mencontohkan tentang kesehatan (Sesuatu
itu akan menjadi mahal ketika ia dibutuhkan). Saat sehat dan bisa menjalankan
aktivitas keseharian, terkadang saya memang sering tidak menyadari kalau itu
adalah sebuah nikmat yang sangat luar biasa. Malah apa yang bisa saya jalani sehari-hari itu bukan
hal yang luar biasa, tetapi biasa saja bahkan sangat biasa.
Baru kalau pas ada
sesuatu yang spesial, yang tidak pernah saya dapatkan sebelumnya itu namanya
luar biasa. Dan ternyata saya telah melakukan kesalahan besar dalam hal ini.
Yang sering kita anggap biasa (salah satunya adalah nikmat diberikan kesehatan)
itulah yang spesial. Karena apapun yang telah kita anggap luar biasa, kalau
tidak diimbangi dengan kesehatan?? Begitulah…
Saya
masih sangat ingat bahwa saya pernah membaca buku yang juga membahas tentang
hal ini, akan sangat pas jika saya
dijadikan kutipan untuk cerita dari blog yang akan saya sampaikan itu. Tidak salah lagi, saya memang
pernah membacanya dan masih terngiang dalam memori saya akan pesan dari tulisan
itu. Namun, saya masih bingung bagaimana merangkai dalam sebuah kata-kata waktu
bicara nanti. Karena buku sudah ditangan dan sangat pas dengan topik itu,
akhirnya saya berusaha untuk memahaminya. Saya sengaja mengutip satu paragraph dari
tulisan yang ada di buku tersebut. Itulah kata-kata yang saya maksudkan. Karena
tinggal merangkai kata-kata yang tepat saja, sedangkan intinya sudah saya
dapatkan menjadi tidak sulit untuk saya hafalkan.
“Rasa
syukur itu tidak perlu menunggu datangnya momentum yang menjadikan kita secara
natural harus bersyukur, tetapi kita sendiri yang menciptakan momentum itu.
Membangun momentum itu harus dilakukan dengan memandang segala hal yang kita
terima, sampai pada hal yang paling kecil sekalipun sebagai anugerah dan nikmat
luar biasa yang dianugerahkan oleh Allah SWT.” Itulah ungkapan yang sangat
inspiratif, saya kutip dari buku menipu setan yang ditulis oleh Bapak Ngainun
Naim.
Cukup
deg-degan saja ketika sudah detik-detik acara dimulai. Kelihatanya saya tenang,
namun dibaliknya saya telah berusaha keras untuk mengingat kata-kata kunci yang
akan saya sampaikan. Semoga saja tidak demam panggung, karena ini yang pertama
kalinya saya berbicara di depan mereka. Tentu berbeda sikonnya dengan pada saat
mengajar.
Setelah
mic saya pegang, rasa deg-degan saya hilang begitu saja. Saya sangat menikmati
apa yang saya sampaikan malam itu. Sepertinya para teman-teman juga cukup
antusias untuk merenungkannya. Dalam kesempatan ini, tentu saya lakukan tidak
semata-mata untuk menggugurkan tugas saja, tetapi juga bisa saya jadikan
koreksi diri dan berkomitmen untuk menjalankan apa yang telah saya pelajari
itu. Begitu juga harapan saya untuk teman-teman.
Sebagai
penutup tulisan saya kali ini, saya sungguh berterimakasih pada buku dan blog.
Inspirasinya telah menyelamatkanku.
Pare,
07-08 September 2016