Rumahku terletak di desa yang lumayan jauh
dari pasar. Berbeda dengan di kota yang jika perlu kebutuhan memasak tinggal
pergi ke pasar atau menunggu tukang sayur lewat depan rumah. Tidak ada tukang
sayur yang berkeliling di daerah tempat
tinggalku. Alhasil memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam sayur adalah
salah satu solusinya.
Di desaku penduduknya belum padat, jarak antar
rumah masih banyak yang berjauhan. Sehingga, lahan kosong yang bisa dimanfaatkan
untuk berkebun masih terbilang luas. Orangtuaku memilih berkebun di pekarangan
rumah. Banyak macam sayuran yang ditanam, ada kangkung, bayam, jagung,
mentimun, buncis, kemangi, sawi, kacang, terong, pepaya, cabe, tomat, singkong,
dll.
Agar tanaman sayur tidak layu tentunya harus disiram. Emakku sangat telaten
menyiramnya setiap dua kali sehari, pagi dan sore. Di pekarangan rumah juga ada
kandang kambing yang pupuknya bisa dimanfaatkan untuk memupuk sayuran.
Orangtuaku tidak pernah memakai pupuk organik, hanya pupuk kandang. Katanya sayur
bisa bertahan lebih lama. Rasa cabe pun memang lebih pedas dari cabe yang
biasanya di jual di pasar.
Sayur-sayuran tersebut tidak untuk dijual, karena
jumlahnya sedikit. Pernah sekali emakku membawa tomat ke toko kelontong untuk dijual,
karena tidak habis dikonsumsi sendiri. Berkebun di pekarangan rumah banyak sekali
manfaatnya. Selain bisa menghemat pengeluaran kebutuhan sayur, juga kesegarannya
berbeda dengan sayur yang dijual di pasar. Jika perlu memasak sayur, memetiknya
bisa mendadak.