Dalam buku geliat literasi ada banyak teman-teman
yang telah menceritakan tentang kisahnya dalam menulis, sangat variatif
ceritannya. Mereka tak enggan untuk menuliskan pengalaman menulisnya, dan
sebagian dari mereka membagikan pengetahuan tentang hal ikhwal dunia literasi
yang tentunya sangat bermanfa’at. Ketika
membaca satu per satu dari tulisan yang mereka tulis dalam buku tersebut, entah
kenapa tangan saya begitu keri gatal juga untuk segera pencet-pencet tombol
keyboard menuliskan cerita dibalik
kemauan saya belajar membaca & menulis. Waktu menulis essay tentang geliat
literasi kemarin sebenarnya saya juga ingin menuliskan tentang kisah saya dalam
menulis , tapi entah kenapa rasa malu membuat saya enggan untuk menuliskannya,
masak sudah kuliah masih baru memulai belajar membaca dan menulis, malu donk …
Sama halnya seperti apa yang di
tuliskan oleh beberapa teman di buku geliat literasi bahwa motivasi-motivasi tentang
dunia baca-tulis yang telah ia peroleh ketika di ajar oleh Pak. Ngainun Naim telah menjadi faktor pemicu munculnya greget
dia untuk belajar membaca & menulis. Saya juga memberanikan untuk mau
belajar literasi ini karena berkat motivasi dan inspirasi dari beliau.
Mantrannya begitu ampuh, mampu menghipnotis sang pemalas ini menjadi semangat
untuk belajar membaca & menulis. Saya yang notabene orang yang tidak
menyukai literasi, terasa menjadi berkah yang luar biasa ketika selama satu
semester bisa diajar beliau.
Memang
selama menempuh jenjang pendidikan, membaca dan menulis tidak lagi menjadi
sesuatu yang asing bagi saya, keduannya telah menjadi aktivitas wajib yang
harus kami lakukan agar proses belajar bisa berjalan lancar, berarti sudah lama
donk saya bergelut di dunia ini?... lantas kenapa hal ini tidak mampu
menambah kecintaan saya terhadap dunia mambaca dan menulis ?.
Alkisah,
ketika selama mengenyam pendidikan, mulai dari SD, SMP, dan SMA, membaca dan
menulis bukanlah kegiatan yang menghibur dan menyenangkan seperti apa telah
saya rasakan saat ini, tetapi sebaliknya. Berkaitan dengan membaca, dalam buku
“The Power of Reading” ada beberapa yang menjadi peyebab tidak menariknya minat
membaca, salah satunya adalah mitos. Saya begitu menikmati ketika membaca yang
bagian mitos ini, ada 4 mitos tentang membaca yang penulis sebutkan,
diantaranya membaca itu hanya milik orang yang berpendidikan tinggi, membaca
itu bikin sumpek, membaca hanya membuang-buang waktu dan tenaga, dan membaca
itu membikin ngantuk. Mitos-mitos ini memang yang sempat hinggap dalam relung
jiwa saya ketika di hadapkan dengan aktivitas membaca sehingga saat di hadapkan
dengan kegiatan membaca yang ada hanyalah beban berat, karena dilakukan bukan
karena kesadaran.
Saya sangat setuju juga ketika dalam
bukunya, Pak. Ngainun Naim mengutip dari
salah satu buku tentang membaca bahwa rendah atau tidak adannya minat baca itu
ada beberapa penyebabnya, yang pertama adalah kondisi warisan dari orang tua.
Penyebab yang satu ini berpeluang besar menjadikan saya memiliki kemauan untuk
membaca yang rendah. Kedua orang tua saya bukan orang yang berlatang belakang
suka dengan membaca, jadi wajar kirannya jika mereka tidak mengenal buku lebih
jauh, seperti halnya berlangganan Koran atau majalah, membeli buku-buku atau
yang lain.
Salah satu
cita-cita mulia kedua orang tua adalah menginginkan anak-anaknya bisa menganyam
pendidikan tinggi, tidak seperti orang tuannya, sehingga semampunya selalu
memberikan support kepada saya, terutama yang berkaitan dengan sekolah
saya, salah satunya adalah menyuruh untuk membaca. Meskipun mereka bukanlah
orang yang suka membaca, tapi kiranya kegiatan membaca bukanlah sesuatu yang
tabu bagi mereka. Namun sayangnya,
mereka memandang bahwa membaca itu adalah belajar terhadap pelajaran yang
diajarkan di sekolah dengan cara membaca, tidak lebih. Mereka belum tahu
selangkah lebih jauh jika membaca buku selain pelajaran juga bisa memberikan
manfa’at yang besar. Ingat sekali ketika saya masih SD, orang tua, terutama
bapak selalu telaten mengingatkan saya untuk belajar dengan menyuruhku untuk
membaca. Apalagi saat mau ulangan semester, membaca dan menghafal adalah
kegiatan wajib yang harus saya lakukan, tak jarang ia mengetest kemampuan saya
dengan membacakan soal-soal yang ada di buku, sementara saya harus menjawabnya.
Sudah jelas, membaca yang telah saya lakukan tersebut adalah sebuah tuntutan,
sehingga dengan terpaksa membaca harus saya lakoni untuk tujuan tertentu.
Karena dilakukan dengan terpaksa, membaca jelas bahwa bukanlah sesuatu yang
meyenangkan, malah mitos-mitos membaca diatas yang tumbuh dalam pikiran saya.
Itu tadi sedikit pembeberan mengenai faktor penyebab rendahnya minat baca yang
pertama yaitu kondisi warisan dari orang tua (Determinisme Genetis). Karena
dari orang tua yang tidak suka membaca, dan juga tidak tahu menahu tentang
perbukuan , maka saya maklumi jika mereka tidak mewarisi kebiasaan membaca
kepada saya.
Faktor
yang kedua adalah tidak senang membaca karena memang sejak kecil di besarkan
oleh orang tua yang tidak pernah mendekatkan dirinya pada bacaan. Faktor ini
juga sesuai dengan keadaan saya. Karena keterbatasan mereka terhadap dunia
perbukuan membuat mereka jarang menyuguhkan bahan bacaan pada saya, sehingga
membaca saya hanya sebatas pada buku pelajaran yang telah di berikan dari
sekolah. Itupun akan saya baca dengan baik manakala berkaitan dengan pelajaran
yang saya suka, kalau tidak suka ya malas membacanya. Bukan hanya orang tua
saja yang tidak meyuguhkan bahan bacaan, ketika saya SD, waktu itu sekolah juga
tidak menyediakan perpustakaan, sehingga selama sekolah 6 tahun di bangku SD,
sama sekali belum bersentuhan dengan buku bacaan non-pengetahuan. Buku
pengetahuan saja seingat saya masih minim, sekolah belum menyediakan buka penunjang
yang memadai. Pernah suatu hanya saya sangat pengen punya buka pedoman seperti
yang guru saya punya, yaitu buku matematika, kalau tidak salah saya sudah kelas
5. Setiap hari beliau mengajarkan matematika dengan menggunakan buku itu,
pengen sekali buku tersebut saya bawa pulang, pengen saya baca di rumah. Karena
saya tahu bukunya di tinggal di laci meja meja guru, saya ambil buku tersebut
tanpa sepengetahuannya. Esok harinya, saat mengajar ternyata beliau masih punya
buku yang sama, berarti aman, bukunya tidak di cari. Buku paket matematika itu
selalu saya baca untuk saya pelajari. Jarang buku itu saya bawa ke sekolah
karena takut ketahuan. Ma’afkan saya pak, he e, tidak sia-sia kok pak bukunya
saya ambil, karena di rumah saya baca.
Ketika menginjak bangku SMP dan SMA
aktivitas membaca saya masih saja sebatas agar bisa menguasai pelajaran yang di
ajarkan oleh bapak-ibu guru. Sekolah sebenarnya sudah meyediakan perpustakaan,
tapi sayangnya hanya kami gunakan untuk sebatas mencari referensi dari tugas
yang guru berikan, tidak lebih. Masih
saja dalam mindset saya sampai saat itu membaca adalah proses belajar
agar bisa menguasai dengan baik pelajaran yang diajarkan di sekolah, buku
selain pelajaran yang diajarkan di sekolah tidaklah penting. Akhirnya enggan
untuk membaca buku-buku selain pengetahuan.
Tidak seperti di SD, di SMP dan SMA buku
penunjang mata pelajaran sudah mendukung, sehendaknya bahan bacaan semakin
bertambah. Tapi perannya masih sama, jika pelajaran saya suka membaca buku-buku
yang terkait dengan pelajaran itu menjadi sebuah keharusan bagi saya, tapi
kalau di hadapkan dengan bacaan-bacaan pada mata pelajaran yang saya kurang
menyukainya, mambaca hanyalah menjadi sebuah beban. Sampai detik ini, kiranya
jelas kalau minat membaca saya masih sangat rendah.
Di
bangku kuliah, saya begitu kaget karena buku-buku yang tersedia di perpustakaan
tidak sesuai dengan nama mata kuliah yang di pelajaran, jadi jika ingin mencari
referensi, harus mencari buku-buku yang isinya relevan dengan topic yang di
bahas. Sebenarnya ini telah memberikan peluang untuk membaca dengan baik, tapi
karena berkaitan dengan tuntutan, tetap saja membaca bukanlah kegiatan yang
menyenangkan dan menghibur. Sebenarnya, berbagai jenis buku pengetahuan dan non-pengetahuan
telah tersedia lengkap di perpustakaan, tinggal memilih buku mana saja yang
ingin dibaca. Karena pikiran sudah terbebani saat di hadapkan dengan bacaan,
maka buku-buku tersebut tidak berpengaruh terhadap minat baca saya.
Pada
saat semester 2, saya ingat sekali bahwa salah satu dosen reading saya
memberikan treatment tentang membaca yang cukup amazing.
Meningkatkan kebiasaan membaca kami dengan meminta kami merutinkan membaca
selama 21 hari, namanya adalah “21-day program to build the reading habit”. Sebagai bukti kita benar-benar
membaca atau tidak, beliau memberikan format laporannya kepada kami (reading
log), jadi setiap hari selama 21 hari itu harus menuliskan laporannya
terhadap bacaan yang telah di baca. Kami bebas memilih bacaan-nya, sesuka hati.
Setelah membaca, saya harus menuliskan laporan membaca saya,
mulai dari tanggal membaca, bacaan yang dibaca, hasil membaca, dan kata-kata
sulit. Sebagai orang yang tidak hobi membaca, tugas seperti ini terasa sangat
berat. Karena lagi-lagi berkeinginan untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam
mata kuliah ini, membaca selama 20 menit sampai 30 menit tetap saya lakukan. Waktu
tersebut tidak lah lama, karena selain
membaca, saya juga harus memahami bacaan tersebut, misalnya dengan cara menterjemahkan kata-kata sulit. 21
hari bukanlah waktu yang singkat untuk melatih kebiasaan membaca. Memang selama
21 hari tersebut, saya sangat antusias untuk mencari bahan bacaan yang akan
saya baca, tapi setelah tugas ini selesai rasanya lega, karena sudah tak ada
beban untuk membaca lagi. Entah apa yang menjadi penyebabnya, saya masih belum
juga sadar akan kebiasaan membaca, sehingga setelah tugas ini selesai masih
saja kegiatan membaca masih berat untuk saya lakoni setiap harinya.
Faktor penyebab rendahnya minat baca
yang terakhir adalah determinisme lingkungan, seseorang tidak senang membaca
karena atasan atau bawahan, teman-teman, dan guru atau dosen tidak senang
membaca. Saya sangat yakin jika banyak guru-guru saya mulai SD hingga di bangku
kuliah yang suka membaca. Mereka adalah orang-orang yang hebat, sehingga
sepertinya buku-buku menjadi andalan setiap harinya. Sayangnya kami jarang
mendapatkan menu yang special berkaitan dengan membaca dari mereka. Jarang
sekali mareka mengemas kegiatan membaca itu sebagai kegiatan yang menarik dan menyenangkan,
jarang bahkan tidak ada dari mereka yang memberikan inspirasi dan motivasi
secara khusus. Sehingga kami pun hanya tertarik dengan membaca pada saat
tertentu saja, misalnya untuk mengerjakan tugas, mau ujian, dll.
Berdasarkan cerita tersebut, bisa di
simpulkan bahwa selama ini membaca, saya lakukan dengan terpaksa. Meminjam
istilah salah satu dosen bahasa inggris saya yang telah menulis di buku geliat
literasi, beliau menamai membaca jenis ini sebagai “membaca darurat”, sebuah
keadaan dimana seseorang harus membaca karena terpaksa atau dipaksa untuk
membaca, bukan karena kebutuhan, keinginan, atau ketertarikan.
Semangat membaca saya muncul ketika
salah seorang dosen saya yang penuh inspiratif menyuguhkan menu membaca ini
dengan sesuatu yang menarik, sehingga sayapun tertarik untuk mencobannya. Inspirasi
dan motivasinnya membuat saya terinspirasi untuk mengikutinya. Sampai saat ini
saya masih berusaha memaksakan diri saya untuk meningkatkan kebiasaan membaca
saya. Buku-buku yang sekirannya menarik minat saya untuk dibaca, langsung saja
saya beli, meskipun belum tentu juga saya baca. Tapi jika sudah ada bukunnya,
setidaknya kemauan untuk membaca sudah ada.
Huh, menghela nafas sejenak sebelum
cerita saya berlanjut mengenai menulis. Berkaitan dengan menulis, sudah bisa di
tebak. Membaca yang hanya duduk sambil memegang buku saya, saya anggap menjadi
sebuah beban dan paksaan, apalagi menulis yang membutuhkan proses berfikir
untuk menghasilkan ide dan menuangkannya dalam sebuah tulisan. Saya tidak suka
menulis karena selain tidak hobi, juga karena menulis itu membikin bingung dan
stress. Yang saya kenal menulis itu adalah seperti kegiatan memindahkan
catatan, mengarang, menulis tugas sekolah, dan sejenisnya, sehingga kesannya
tak ada asyik-asyiknya. Ketertarikan saya dengan dunia menulis, juga berawal
dari motivasi dan inspirasi tentang dunia menulis yang selalu Pak. Naim serukan.
Sebagai seorang yang sangat hobi dengan dunia menulis, kelihatannya dengan
menulis akan terasa indah segala sesuatunya. Selain karena motivasi dan cerita
inspiratifnya berkaitan dengan menulis, juga karena konsistennya dalam menulis.
Setiap hari catatannya membuat diri saya tergugah untuk ikut juga menulis.
Blog telah menjadi media favorit saya
untuk menulis. Entah kenapa ada rasa kepuasan
tersendiri saat saya bisa memposting tulisan yang telah saya buat. Pernah suatu
ketika saya iseng dengan menulis di pencarian google dengan kata kunci yang
sesuai dengan tulisan saya, dan saat itu munculah tulisan saya, rasanya senang
sekali … semoga ada orang yang tertarik dan penasaran untuk membukannya
sehingga bisa bermanfaat bagi mereka, he e e meskipun saya akui masih jauh dari
tulisan yang sebenarnya. Meskipun kadang keraguan untuk memposting tulisan
masih sering saya rasakan, tapi tak apalah, kan masih belajar, tidak
merugikan orang lain juga…. Yang penting kan nulis.
Meskipun
belajar membaca dan menulis baru saja saya mulai dari bangku kuliah, bukan
persoalan. Yang terpenting ada kemauan untuk belajar, kirannya belum terlambat.
Wise man mengakatakan bahwa tanpa belajar tak kan ada perubahan,
tanpa perubahan berarti mati. Untuk itu, sebelum terlambat, saya harus belajar (membaca dan menulis).
Happy
Writing on Wednesday Morning
T.
Agung, 22 Juli 2015